Global-News.co.id
Kesehatan Utama

Menghadapi Anak yang Demam di Tengah Merebaknya GGAPA

Dr dr Risky Vitria Prasetyo SpA (K) Ketua Divisi Nefrologi Anak RSUD dr Soetomo/FK Unair

SURABAYA (global-news.co.id) – Meninggalnya anak-anak yang disebabkan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) bisa jadi membuat para orangtua bingung saat menghadapi buah hatinya yang demam. Apalagi di musim pancaroba saat ini. Memberikan obat penurun demam jadi ragu-ragu lantaran kasus GGAPA diduga akibat zat tertentu yang terkandung dalam obat penurun demam dalam bentuk sirup, meski hingga kini masih terus diteliti oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Lantas bagaimana menyiasatinya? Dr dr Risky Vitria Prasetyo SpA (K) Ketua Divisi Nefrologi Anak RSUD dr Soetomo/FK Unair menyebut saat anak demam bisa dilakukan terapi kompres eksternal dengan air biasa. Bukan air hangat atau air es. “Pastikan kompres dilakukan secara menyeluruh. Dahi, leher, ketiak, perut dan paha,” ujar Ketua Divisi Nefrologi Anak RSUD dr Soetomo/FK Unair dalam temu media terkait perkembangan kasus GGAPA di Jatim yang digelar Dinas Kesehatan Jatim, Jumat (21/10/2022).

Diingatkan juga untuk selalu mengecek perkembangan suhu tubuh dengan termometer. Dikatakan demam jika suhu sudah mencapai 37,5 derajat Celcius. “Kalau sudah dikompres suhunya tidak turun, segera periksakan ke dokter,” tandas Ketua URC Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim ini.

Risky yang mendalami bidang ginjal anak ini menjelaskan, dari 23 kasus GGAPA di Jatim umumnya pada anak kelompok usia 1-5 tahun.

Menurut dia, yang sudah yang harus diwaspadai terkait GGAPA itu ketika urin atau air kecing anak jadi sedikit. Bagaimana hidrasinya, cairan yang masuk dan produk urinnya. “Ini bisa dilihat dari pampers. Biasanya dalam berapa jam, pampers sudah penuh dan harus ganti. Kalau dalam beberapa jam hanya sedikit kencingnya, itu harus dicermati apalagi kalau sama sekali tidak kencing. Kemudian disertai adanya demam, batuk ringan dan pilek,” ujarnya.

Kalau menemukan gejala demikian segera bawa ke dokter untuk dirujuk ke RSUD dr Soetomo atau ke RSUD Dr Syaiful Anwar Malang agar segera ditangani.
Untuk menangkal itu, Risky mengingatkan masyarakat untuk terus menegakkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti rajin cuci tangan pakai sabun, mengingat penyebab penyakit itu sampai sekarang juga belum jelas. “Bisa juga karena virus, tapi segala kemungkinan masih diteliti,” ujarnya.

Sebelumnya. Kepala Dinas Kesehatan Jatim Dr dr Erwin Astha Triyono SpPD menyebutkan sampai Jumat (21/10/2022) pukul 09.30, di Jatim terdapat sekitar 23 kasus GGAPA, meninggal sebanyak 12 kasus, sembuh 8 dan masih dirawat 3 anak. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari bulan Agustus. Dari jumlah tersebut, 14 kasus di antaranya ada di RSUD dr Soetomo Surabaya, dan 9 lainnya di RSUD Dr Syaiful Anwar Malang. Yang di RSUD dr Soetomo itu bukan dari Surabaya, tapi ada yang dari Balikpapan, Manado, dan Labuan Bajo, sedangkan yang di RSUD dr Syaiful Anwar ada yang dari Pasuruan, Kediri, dan Mojokerto.

Diungkapkan, penderita itu ada yang datang ke rumah sakit dalam kondisi tidak kencing selama 4-5 hari. Kadinkes menambahkan, penyakit ini belum jelas penyebabnya dan masih terus diteliti. Sehingga
apapun isu yang dibangun pemerintah pusat terkait obat-obatan, itu menjadi bagian dari kehati-hatian.

“Tunggu BPOM untuk memastikan apakah benar ada keterkaitan obat dengan penyakit GGAPA. Prinsipnya masyarakat harus tenang, tidak perlu panik tapi tetap harus waspada,” ujarnya dalam acara yang juga dihadiri wakil dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Jatim tersebut. (ret)

baca juga :

Setiap Akhir Pekan, Dispendukcapil Surabaya Buka Layanan IKD di Mal

Dinas Lingkungan Hidup Surabaya Siapkan Call Center Pengaduan Masyarakat

Redaksi Global News

Jepang Laporkan Korban Jiwa Pertama Virus Corona, Pasar Saham Melemah

Redaksi Global News