Global-News.co.id
Cahaya Ramadhan Utama

Laporan Ramadhan dari Amerika: Tak Semarak karena Ikut Rasakan Derita Gaza

Muslim di Oklahoma AS sedang mengadakan iftar Ramadhan.
Muslim di Oklahoma AS sedang mengadakan iftar Ramadhan.

 

Muslim Amerika menyambut Ramadhan 1445 H/2024 sedikit berbeda. Mereka dirundung duka lantaran
ikut merasakan penderitaan rakyat Gaza, Palestina, yang sekarang menjadi korban kekejaman
Israel.

Oleh Gatot Susanto

SAMA dengan Indonesia, umat Islam di Amerika Serikat juga memasuki bulan Ramadhan secara
berbeda. Mereka ada yang mulai berpuasa hari Senin (11/3/2024) dan ada pula yang berpuasa
pada Selasa (12/3/2024). Bahkan, ada yang sempat Salat Tarawih pada Minggu malam sesuai
metode hisab tapi kemudian berdasarkan rukyat mengetahui bila hilal belum tampak sehingga
sejatinya Tarawih dimulai pada Senin malam.

“Seluruh muslim Amerika Tarawih pada Minggu malam sebab memakai metode hisab. Tapi, saya
pribadi, memakai metode rukyatul hilal atau melihat bulan. Dan kami Tarawih pertama pada
Senin malam serta berpuasa Selasa. Itu baru kita ketahui saat selesai salat Tarawih Minggu
malam di mana ternyata hilal tidak tampak di seluruh Amerika dari barat sampai timur. Dari
California sampai New York, tidak terlihat bulan. Baru pada Tarawih kedua kita salat sunnah
itu secara nasional, tapi secara prinsip mazhab Syafii, Senin malam itu kita Tarawih pertama,
dan Selasa puasa pertama di sini,” kata diaspora Indonesia di Oklahoma, Amerika Serikat, Dr
Natarianto Indrawan, kepada Global News, Rabu (27/3/2024).

 

Dr Natarianto Indrawan

Natarianto Indrawan, PhD., merupakan Founder dan CEO FlexiH, sebuah perusahaan rintisan dalam
mendukung pengembangan Hidrogen Hub (H2Hub) dan Clean Cities di Amerika Serikat (AS), dan
pendiri Madrasah Al Furqan di tanah kelahirannya, Belitung.

Dr Natarianto Indrawan, praktisi dan mantan staf peneliti hidrogen dan pembangkit hibrid
berbasis fuel cell Departemen Energi, Amerika Serikat ini, mengaku, bersyukur suasana ibadah
Ramadhan di wilayahnya berjalan lancar. Para muslim khusyuk menjalankan ibadah didukung
suasana yang baik, sebab kondisinya sedang menuju musim semi dari musim dingin. Usai musim
dingin tapi kondisi udara tidak terlalu panas. Suhu udara terasa sejuk.

“Alhamdulillah. Puasanya tidak terlalu panjang. Beda dengan saat pertengahan musim panas,
kalau Ramadhan saat musim panas, sekitar Juli-Agustus gitu, puasanya bisa 15 sampai 16 jam.
Imsak jam setengah lima (pukul 04.30), buka puasanya bisa jam 9 malam (pukul 21.00). Tapi
karena sekarang musim semi, akan terus bergerak ke atas, Imsaknya sekarang kurang lebih jam
setengah tujuh (pukul 06.30) pagi dan Maghrib atau buka puasanya jam setengah 8 malam (pukul
19.30). Ya kita berpuasa kurang lebih sekitar 13 jam lebih sedikit. Alhamdulillah, kami
merasakan dulu ketika berpuasa Ramadhan tahun 2016-2017 ketika tanggalan masih di tengah

musim panas, lumayan menyita energi. Namun tidak seberat kawan-kawan di Eropa bagian atas
(utara) atau Kanada bagian atas, setelah buka puasa di musim panas mereka hanya punya waktu
beberapa jam sebelum kembali ke waktu Imsyak dan Subuh,” ujarnya.

Seperti umumnya muslim di seluruh dunia, Ramadhan disambut suka cita. Hanya saja, ada yang
berbeda di masjid-masjid atau musala di Oklahoma dan negara bagian lain. Suasana Ramadhan
tidak semeriah tahun sebelumnya. Mengapa?

“Empat masjid besar, tiga musala, di daerah kami masing-masing ada kegiatan Ramadhan. Tapi,
Ramadhan tahun ini berbeda dengan ketika kaum muslimin menyambut Ramadhan tahun sebelumnya.
Sekarang tidak segembira seperti kegembiraan Ramadhan pada tahun-tahun sebelumnya. Hal itu

karena terkait isu global yang terjadi saat ini, khususnya menyangkut kondisi saudara-
saudara kita di Gaza, Palestina, yang menghadapi cobaan berat, perang melawan kekejaman Israel,” katanya.

Sekarang masjid-masjid mengurangi aktivitas. Misalnya, semula banyak acara lomba menyambut
Ramadhan di sana sini, tapi sekarang sekadar memenuhi kewajiban menjalankan ibadah Ramadhan.
Meski demikian, iftar (berbuka puasa) bersama tiap hari tetap diadakan di masjid-masjid.

“Masjid dekat tempat kami tinggal berdekatan dengan salah satu kampus negeri karena
banyaknya mahasiswa dari berbagai negara termasuk pengajar dan profesor, kita melakukan iftar
bersama. Dan selalu ramai dihadiri kaum muslimin di Oklahoma City. Muslim di sekitar Oklahoma
City jumlahnya antara 7.000 sampai 8.000 orang, maksudnya dalam kategori kepala keluarga.
Bila dengan jamaah seluruh masjid yang berdekatan dengan Oklahoma City, mungkin semuanya
20.000 orang muslim,” katanya.

Pemandangan berbeda juga terlihat di Alun-alun Kota New York. Times Square yang menjadi
jantung kota Manhattan New York selain ramai oleh aktivitas bisnis, malam pertama Ramadhan
itu ada pemandangan kaum muslim Salat Tarawih berjamaah.

Di pusat keramaian New York ini, salat Tarawih berlatar belakang layar iklan LED yang menyala
terang yang jadi ciri khas Times Square. Seorang jamaah Salman al Hanafy mengaku terkejut
dengan ramainya warga New York yang ikut Tarawih perdana itu. Salman adalah warga Mesir yang
bekerja sebagai operator forklift di kota jantung dunia tersebut.

Seperti dilansir dari AFP, lebih dari 100 orang ikut Tarawih perdana ini meski kondisi cuaca
cukup dingin dan berangin. Sebagian jamaah bersama-sama membaca Al Quran. Ada pula yang
membagikan salinan kitab suci Islam itu pada orang lain yang lewat.

“Banyak orang tertarik dengan Al Quran. Kami hampir kehabisan Al Quran berbahasa Prancis. Ini
menjelaskan pentingnya berpuasa selama Ramadhan,” kata Ahmad Yasar yang membagikan Al Quran
di usai Tarawih.

Selain itu Bendera Palestina juga turut dikibarkan sebagai bentuk dukungan pada warga Gaza
yang saat ini berada di bawah agresi Israel. Doa juga dilantunkan untuk warga Gaza.
“Meningkatkan kesadaran dan menunjukkan kepada orang-orang apa yang terjadi di Gaza,”
katanya.

Di dekat Yasar, seorang jamaah yang lain memakai warna merah, putih, hijau dan hitam seperti
bendera Palestina di topinya. Sementara seorang anak laki-laki di kursi roda listrik
mengibarkan spanduk dukungan pada perjuangan warga Gaza.

New York telah menjadi tempat terjadinya puluhan protes, sebagian pro-Palestina dan lainnya
pro-Israel, sejak perang 7 Oktober 2023 lalu. Militer Israel telah menewaskan sedikitnya
31.045 orang di Gaza, mayoritas perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan
wilayah tersebut  (*)

baca juga :

Jelang Pemilu, Disdukcapil Surabaya Jemput Bola Rekam KTP-el Keliling Sekolah

Jokowi: 2030 Indonesia Bebas TBC

Redaksi Global News

Gubernur Khofifah Sebut Angka Kemiskinan di Jatim Turun Signifikan

Redaksi Global News