Global-News.co.id
Kesehatan TNI Utama

Mendongkrak Peran  Layanan Kesehatan Primer untuk Wujudkan Masyarakat Sehat

kesehatan
Puskesmas menjadi salah satu ujung tombak dalam upaya memberikan layanan kesehatan promotif preventif.

 

SEJAK beberapa tahun terakhir, pemerintah getol menggaungkan pentingnya transformasi kesehatan.  Wujud transformasi  itu di antaranya memfokuskan pelayanan kesehatan ke arah pencegahan atau promotif preventif di tingkat layanan primer.

“Kita akan perkuat puskesmas, posyandu, sampai layanan kesehatan yang sifatnya promotif atau edukasi dan preventif atau pencegahan,” ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo  di Istana Merdeka, Jakarta,  belum lama ini.

Dan benar, berkat rutin hadir di posyandu lansia yang digelar Puskesmas Pucang Sewu bekerjasama dengan Poltekkes Kemenkes Surabaya, Sri Indah Rini, bisa secara teratur memeriksakan kondisi kesehatannya. “Kalau sudah lansia kan tensinya naik turun. Kalau nggak rajin kontrol bisa-bisa kena stroke,” ujar perempuan berusia 78 tahun ini.

Dalam kegiatan posyandu lansia yang digelar saban Sabtu minggu pertama dan kedua itu, peserta juga diajak melakukan senam dan menikmati snack sebagai bagian dari menjalankan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).

“Yang juga membuat saya senang, bisa bertemu orang-orang yang sebaya dengan saya,” tambahnya.
Upaya preventif paling efektif adalah dengan PHBS, di mana setiap orang seharusnya bisa menjalankan. Sebagaimana dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, dr Erwin Astha Triyono SpPD, PHBS itu murah meriah. Meliputi istirahat cukup, olahraga, salat (bagi yang muslim), menjaga makan dengan memerhatikan komposisi buah dan sayur atau sesuai pola “isi piringku”, serta manajemen stres. “Dan yang paling penting  selalu berpikir positif,” ujarnya di sela pemberangkatan Tim Pelayanan Kesehatan Bergerak di Gedung Negara Grahadi pekan lalu.

Sebagai ujung tombak yang langsung berhadapan dengan masyarakat, Puskesmas dituntut bisa memberikan pelayanan kesehatan promotif dan preventif serta kuratif. “Sepanjang bisa dilakukan di Puskesmas, kita akan bantu. Kalau tidak, baru kita rujuk berjenjang,” kata dr Ani Rachmawati dari Puskesmas Pucang Sewu.

Dari waktu ke waktu, angka kunjungan masyarakat ke puskesmas tersebut terus meningkat. Setiap bulan naik 20% dengan jumlah pengunjung rata-rata sekitar 3.500 orang.

Diakui Ani, mereka yang datang ke poli umum puskesmas biasanya  dengan keluhan. “Kalau di poli gigi, kebanyakan sudah mulai rutin melakukan pemeriksaan. Jadi tanpa keluhan pun mereka datang untuk memeriksakan kondisi giginya,” tambah drg Ria mendampingi dr Ani.

Saat memeriksa keluhan pasien itulah dokter di puskesmas sekaligus mengedukasi.

“Karena pemeriksaan di puskesmas kami tidak bisa lengkap, di situlah kami memberikan edukasi. Kalau mau tes darah kita persilakan karena  di sini tersedia alatnya. Biasanya kami mengedukasi untuk memerbaiki  pola hidupnya.  Kami ajak bersama-sama untuk berubah memerbaiki  yang ada. ‘Bisa jadi sekarang tidak apa-apa, tapi kalau njenengan begitu terus, suatu saat  tensinya atau diabetnya tidak terkontrol’,” ujar Ani menyontohkan cara mengedukasi pasien.

Kadinkes Erwin mengistilahkan, dengan menjalankan PHBS setidaknya hipertensi bisa dicegah. Kalau pun ada kecenderungan karena aspek genetik misalnya, jangan sampai hipertensi itu datang di usia muda. “Oke kalau ada hipertensi,tapi  nanti saja setelah usia di atas 50-60 tahun saat kualitas pembuluh darah tidak bagus,” ujarnya.

Mengontrol tekanan darah memang jadi hal yang penting. Karena hipertensi bisa merusak organ lain, jantung, ginjal, penglihatan, dan otak.

Untuk menurunkan angka kasus hipertensi, Dinkes Jatim beberapa waktu lalu meluncurkan aplikasi e-DESI. Lewat aplikasi ini masyarakat awam bisa mendeteksi dini secara mandiri faktor risiko hipertensi, sehingga bisa segera tertangani bila terdeteksi punya risiko hipertensi.

Yang sudah berangkat ke layanan kesehatan mungkin sudah terdeteksi, namun masih banyak yang belum terdeteksi karena belum terakses ke layanan kesehatan. Aplikasi yang berbasis self assessment ini merupakan upaya mendorong masyarakat untuk mendeteksi faktor risiko hipertensi secara mandiri. “Kalau dari skor yang didapat terbukti punya kecenderungan hipertensi, akan didorong untuk mengakses layanan kesehatan. Kuncinya, penanganan secara dini, jangan sampai hipertensi ini menggandeng ‘teman-teman’nya yang akan membuat pengobatannya jadi lebih rumit,” ujar dr Erwin.

Sebelumnya, Dinkes Jatim juga mengenalkan aplikasi e-TIBI untuk mendeteksi gejala TBC. Skrining mandiri ini bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat. Aplikasi ini sekaligus melengkapi strategi untuk memutus mata rantai penularan TBC di masyarakat yang telah ada yaitu Temukan Obati Sampai Sembuh (TOSS).

Terdapat lima poin bidang kesehatan yang perlu diperkuat dalam Program Prioritas Kesehatan Tahun 2023. Di antaranya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), stunting, pencegahan dan tindakan penyakit tuberkulosis paru (TBC), serta penyakit katastropik (penyakit yang mengancam nyawa dan membutuhkan biaya pengobatan yang besar serta proses yang lama).

Penurunan AKI, AKB dan stunting juga merupakan prioritas pembangunan kesehatan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2020 -2024. Untuk tiga hal ini, puskesmas bersama posyandu berperan aktif dalam menurunkan angka kasusnya.

“Secara berkala kami mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah tentang kesehatan reproduksi, bahaya Napza, karena para siswa nantinya akan menjadi calon orangtua dan agar tidak melahirkan generasi stunting,” ujar Ani.

Berdasarkan data Pusdatin Kemenkes, AKI di Jawa Timur tahun 2022 sebanyak 499 kasus. Jumlah tersebut menurun per Januari-Juni 2023 sebanyak 203 kasus. Sedangkan jumlah AKB pada tahun 2022 sebanyak 3.172 bayi dan data per 1 Juli 2023 sebanyak 1.502 bayi. Upaya pencegahan AKI dan AKB juga diikuti dengan sosialisasi masif mengenai stunting. Mengingat ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan prioritas penanganan  yang  tidak terpisahkan.

Secara logika, mencegah jangan sampai sakit  memang jauh lebih baik ketimbang menyembuhkan sakit (kuratif). Apalagi secara biaya, kuratif akan membutuhkan dana yang lebih besar. Mengutip data yang dirilis Kementerian Kesehatan, pembiayaan kesehatan untuk penyakit tidak menular seperti jantung, kanker, diabetes, penyakit paru kronik, stroke, hipertensi pada 2022 total mencapai Rp24,05 triliun atau meningkat sepertiga dari tahun sebelumnya Rp17,92 triliun.

Untuk biaya pengobatan pasien penyakit jantung dan stroke saja, menghabiskan dana Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebesar Rp15,37 triliun pada 2022. Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti, penyakit tersebut  umumnya dipicu oleh perilaku hidup tidak sehat mulai dari kurang aktivitas fisik, konsumsi makanan tidak sehat, kebiasaan merokok, hingga faktor stres.

Dengan memfokuskan pelayanan kesehatan ke arah pencegahan atau promotif preventif, dana kesehatan yang selama ini banyak terkuras untuk kegiatan kuratif,  diharapkan akan memberikan dampak  yang nyata yaitu masyarakat yang sehat.  (Retno Asri Lestari)

baca juga :

Jangan Campur Garam Beryodium Saat Proses Memasak

Redaksi Global News

Dispendik Surabaya Siapkan Kelas Khusus Pelajar SD-SMP Ber-IQ di Atas Rata-rata

Redaksi Global News

Cegah Risiko Keparahan, BPJS Kesehatan Maksimalkan Fitur Mobile Screening untuk Peserta JKN-KIS

Titis Global News