Global-News.co.id
Nasional Politik Utama

DUA TAHUN JOKOWI-JK, ANTARA JANJI DAN BUKTI: Politik Stabil, Soal Pencitraan ‘Disorot’

TBN TURUN LANGSUNG: Presiden Joko Widodo berusaha menaiki pesawat pengangkut BBM Air Tractor AT-802 yang sedang mendarat di Bandara Nop Goliat Dekai di Kabupaten Yahukimo, Papua, Selasa (18/10/2016).
TBN
TURUN LANGSUNG: Presiden Joko Widodo berusaha menaiki pesawat pengangkut BBM Air Tractor AT-802 yang sedang mendarat di Bandara Nop Goliat Dekai di Kabupaten Yahukimo, Papua, Selasa (18/10/2016).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla (JK) genap dua tahun memimpin pemerintahan RI pada Kamis 20 Oktober 2016 ini. Tentu ada pujian dan kritik yang sama-sama harus diperhatikan oleh Jokowi-JK.

Kritik tajam wajar, biasanya, datang dari politisi oposisi. Sedang pujian disampaikan kalangan dekat Jokowi-JK. Khususnya politisi dari parpol anggota koalisi pimpinan PDI Perjuangan. Kalangan pengusaha melihat lebih logis persoalan yang dihadapi Jokowi-JK mengingat mereka pelaku pasar di lapangan.

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, misalnya, menilai, arah pemerintahan Jokowi-JK sejauh ini belum jelas. Kolega Fahri yang juga menjabat Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, pun menyebut senada. Untuk itu Fadli meminta Jokowi berhenti hanya melakukan pencitraan.

Paling terlihat mencolok saat Jokowi turun langsung dalam operasi tangkap tangan (OTT) kasus pungutan liar (pungli) di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) beberapa hari lalu. Selain itu juga gaya Jokowi yang merakyat dengan blusukannya masih sebatas untuk mempertahankan popularitasnya saja.

Misalnya ketika Kepala Negara tampil  membawa payung sendiri di tengah hujan. Ini tentu tidak seperti pejabat negara lain yang kerap dipayungi ajudan.  Saat turun dari pesawat kepresidenan di Bandara Internasional Supadio Pontianak, Jumat (14/10/2016)  lalu, misalnya, Jokowi terlihat memegang payung sendiri di tengah hujan gerimis.

Bahkan saat meninjau pembangunan  Gardu Induk (GI) Wamena Sentani di Papua, Senin (17/10/2016), Jokowi justru terlihat memayungi Gubernur Papua Lukas Enembe. Video Jokowi berpayung ini pun viral di media sosial.

Setelah itu Presiden memanfaatkan pula waktu senggang dengan blusukan ke mal Manado Town Square di Manado, dalam kunjungannya ke daerah itu Selasa (18/10/2016) malam. Seperti biasa warga pun heboh.  Begitu iring-iringan Jokowi tiba di lokasi, warga di lobi mal sudah berkumpul dan langsung menyambut antusias.

Jokowi  berkeliling ke penjuru mal sambil terus dibuntuti oleh pengunjung. Ia ditemani oleh Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Wali Kota Manado Vicky Lumentut, dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki.

Jokowi mendapat pengawalan cukup ketat. Lebih dari 10 orang pasukan pengamanan presiden terus berada di sekitar Jokowi. Belum lagi pengamanan tambahan yang dikerahkan dari pihak mal.  Meski demikian, Jokowi tetap memberi kesempatan kepada warga untuk berfoto bersama.

Blusukan memang sudah jadi trade mark sejak Jokowi masih menjabat Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Pasar tradisional, permukiman kumuh, rumah sakit, dan beberapa tempat lain seperti mal disambangi Jokowi dalam menjalankan kepemimpinannya. Dia pun lebih longgar dalam pengawalan.

“Wong namanya paspampres, kan kita yang mengatur. Masak saya yang diatur paspampres? Masa saya yang diatur protokol? Enggak kebalik?” kata Jokowi ketika itu.

Kepala Staf Presiden, Teten Masduki, pernah menyatakan, Presiden melakukan hal tersebut untuk menambah energi dalam menjalankan tugasnya memimpin negara. “Kalau saya pribadi melihat, presiden itu energinya kan kalau sudah bertemu masyarakat, jadi semacam re-energize, ini berdeda dengan presiden-presiden yang lahir dari kalangan elite,” kata Teten.

Selain itu, Jokowi juga melakukan blusukan ketika dia melakukan lawatan ke luar negeri. Seperti saat ke Belanda, dirinya menyempatkan blusukan ke Pelabuhan Rotterdam, di mana kompleks pelabuhannya merupakan hasil dari reklamasi.

 

Tax Amnesty Dewa Penolong

 

Namun blusukan saja tidak cukup sebab masyarakat akan tahu bila hanya sekadar pencitraan. Karena itu anggota Komisi Keuangan DPR RI, Heri Gunawan, lebih menyoroti kinerja perekonomian pada dua tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut Heri, selama dua tahun terakhir, ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat belum tampak. Perekonomian pun tidak menunjukkan tanda-tanda adanya peningkatan.

“Perekonomian Indonesia, sejak dipimpin Joko Widodo dan Jusuf Kalla, mengalami stagnasi serius. Bahkan, perekonomian cenderung menurun. Indikatornya, pada 2014 lalu, ekonomi tumbuh 5,02 persen. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi turun menjadi 4,8 persen,” kata politikus dari Partai Gerindra itu dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 19 Oktober 2016.

Menurut Heri, stagnasi tersebut berdampak pada meningkatnya angka pengangguran, yakni hingga mencapai 6,81 persen. Inflasi juga meningkat sebesar 5,73 persen. Cadangan devisa pun terus tergerus oleh utang. Pada Oktober 2014, utang pemerintah hanya Rp 2.600 triliun. Per Mei 2016, utang sudah melonjak menjadi Rp 3.320 triliun.

Padahal, cadangan devisa pada Mei lalu hanya sebesar US$ 103,56 miliar atau cukup untuk membiayai 7,9 bulan impor atau 7,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. “Ini bisa dikualifikasikan sebagai posisi kritis di tengah nilai ekspor yang menurun dan tuntutan pembayaran utang plus bunga utang yang membengkak,” katanya.

Kondisi utang tersebut, menurut Heri, memberikan kontraksi pada nilai tukar rupiah yang saat ini berada di kisaran Rp 13 ribu. Di sektor pajak, struktur penerimaan juga semakin menurun.

“Kita memang tertolong dengan tax amnesty. Namun, itu belum maksimal. Sebab, selain repatriasi yang belum memenuhi target, dampak pada ekonomi riil juga belum terukur,” katanya.

Program pengampunan pajak atau tax amensty sampai pekan ketiga Oktober 2016 ini mampu membawa masuk dana dari luar negeri (repatriasi) mencapai Rp 143 triliun. Berdasarkan data dashboard Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, (18/10/2016), pukul 10.54 WIB, nilai pernyataan harta berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) mencapai Rp 3.847 triliun.

Komposisi nilai pernyataan berdasarkan SPH itu antara lain deklarasi dalam negeri mencapai Rp 2.722 triliun. Kemudian deklarasi luar negeri sebesar Rp 982 triliun, dan dana repatriasi sekitar Rp 143 triliun. Sedangkan uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan tembus Rp 93,7 triliun.

Komposisinya antara lain wajib pajak orang pribadi non UMKM mencapai Rp 80,1 triliun, badan non UMKM sebesar Rp 10,3 triliun, OP UMKM sebesar Rp 3,09 triliun, dan badan UMKM sebesar Rp 201 miliar.

Selain itu, komposisi realisasi berdasarkan surat setoran pajak (SSP) mencapai Rp 97,6 triliun. Komposisinya antara lain pembayaran tebusan Rp 94,1 triliun, pembayaran tunggakan Rp 3,06 triliun, pembayaran bukti permulaan (bukper) Rp 386 miliar.

Sebelumnya pada 15 Oktober 2016, Pengamat Perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, juga mengungkapkan, ada WNI yang ingin mengalihkan dananya (repatriasi) dari Swiss ke Indonesia sebesar Rp 150 triliun. Sayangnya, grup usaha ini takut Financial Action Task Force (FATF) mencurigai uang yang dipindahkan dari Swiss.

“Kenapa belum ada dana repatriasi dari Swiss? Padahal banyak orang Indonesia simpan dana di Swiss, terutama pejabat Orde Baru,” ujar Yustinus di Malang, Sabtu (14/10/2016) lalu.

Namun itu masih gambaran umum saja. Yang jelas, Heri mengatakan, nilai tukar petani kini menurun dari indeks 102,87 pada 2014 menjadi 101,64 pada 2016. Menurut Heri, hal itu menandakan bahwa kualitas kehidupan dan kesejahteraan petani belum terjamin secara maksimal. “Inilah sisi minus perekonomian nasional selama dua tahun pemerintahan berjalan di bawah Presiden Joko Widodo,” tutur Heri.

Heri menyimpulkan, kepuasan masyarakat yang disebut-sebut selama ini hanyalah bagian dari pencitraan. “Kalau kita turun ke daerah, berbagai masalah masih muncul. Semuanya bersumber dari mundurnya perekonomian yang cukup serius. Apalagi pemerintah telah memangkas anggaran transfer daerah sehingga beberapa program pembangunan di daerah batal,” tuturnya.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Syarief Hasan, malah menilai kondisi perekonomian Indonesia masih lebih baik di era Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jika dibandingkan dengan era Presiden Joko Widodo. Menurut Syarief hal itu terlihat dari predikat investment grade yang berhasil diraih semasa pemerintahan SBY, tepatnya pada 2012.  Investment grade merupakan predikat yang disematkan kepada Indonesia oleh lembaga pemeringkat dunia di mana negara yang menyandang predikat investment grade layak menjadi tujuan investasi.

“Kalau sekarang kan Indonesia predikatnya hanya positif. Itu lebih rendah dari investment grade, di era Jokowi status invenstment grade sudah dicabut,” kata Syarief kemarin.

Ia juga mengkritik program kerja Jokowi yang lebih memfokuskan pembangunan infrastruktur dibandingkan yang lain. Padahal, kata Syarief, rakyat juga membutuhkan program pemberdayaan ekonomi agar bisa keluar dari jurang kemiskinan.

Syarief menganggap program pemberdayaan masyarakat seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri semestinya bisa kembali digencarkan untuk membantu rakyat keluar dari kemiskinan.

“Saya harap ke depannya perekonomian Indonesia di era Jokowi bisa lebih baik lagi, saat ini sudah cukup kondusif meski belum stabil benar, semoga terus meningkat,” tutur Syarief.

Lain politisi lain pula kalangan pengusaha. Mereka di lapangan melihat kesulitan Jokowi-JK menata sektor ekonomi. Ketua‎ Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi B. Sukamdani menilai kondisi ekonomi global yang dipenuhi ketidakpastian mempengaruhi kepemimpinan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam dua tahun ini.

“Saya lihat Pak Jokowi lagi tidak beruntung karena dia memerintah saat ekonomi terpuruk, jadi tidak bisa terlalu kelihatan dan konsolidasi internal sendiri juga lamban. Jadi, itu yang saya lihat menghambat beliau‎,” kata Haryadi di Jakarta kemarin.

Secara kepribadian, Haryadi menganggap Jokowi sebenarnya memiliki kinerja dan misi yang bagus. Namun, hal itu belum diteruskan oleh para birokratnya hingga ke lapangan.

Dia memberi contoh mengenai dwelling time atau waktu bongkar muat di pelabuhan. Saat awal menjabat, Jokowi sudah menginginkan untuk menurunkan angka dwelling time. Nyatanya sampai saat ini hal itu belum terwujud secara keseluruhan.

Dalam dua tahun memimpin, satu hal yang menjadi catatan positif kinerja Jokowi di mata pengusaha adalah pembangunan infrastruktur. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi salah satu kementerian yang patut mendapatkan apresiasi. “PUPR bagus, Pak Basuki menurut saya menteri yang memiliki kinerja paling bagus,” ujar dia.

Hanya saja yang berkaitan dengan infrastruktur yang sampai saat ini masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah, menurut Haryadi, adalah soal listrik.  “Secara keseluruhan yang belum mendukung ya listrik. Listrik itu belum beres-beres sampai sekarang. Yang lain kayak pelabuhan, airport mungkin karena perhitungan agak spesifik investornya mungkin tidak banyak minat, tapi kalau listrik banyak yang mau, over malah,” ujar dia.

 

Meredam Politik

 

Bisa jadi Jokowi-JK sedang menata lagi pondani bangsa dan negara sehingga terkesan lambat. Hasil penataan itu baru terlihat di bidang politik dan sekarang reformasi hukum serta fokus di bidang ekonomi.

Politikus PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari, menilai kondisi politik sekarang stabil. Sikap parlemen yang menyetujui program-program pemerintahan selama dua tahun merupakan bentuk keberhasilan Presiden Joko Widodo – Jusuf Kalla memimpin negeri ini.

Presiden Jokowi melakukan konsolidasi dengan partai-partai politik yang berujung mendapatkan dukungan yang kuat. “Logis, ketika di pendukung (DPR) tidak mengritik,” kata anggota Komisi XI DPR itu Rabu kemarin.

Eva juga menduga situasi adem di parlemen dalam menyikapi program pemerintah karena partai-partai politik sedang menghadapi persoalan internal. Bagi Eva Sundari, sulit mengkritik Presiden Jokowi dengan dukungan masyarakat sebanyak 60 persen. “Energinya berat ke dalam daripada keluar,” kata Eva.

Pendapat Eva Sundari diamini Peneliti Formappi Lucius Karus yang menilai situasi internal parpol rawan konflik. Beberapa parpol selama setahunan terakhir terlibat dalam konflik yang melahirkan kepengurusan ganda.

“Ini membuat soliditas visi dan misi partai-partai sulit dikonsolidasikan di parlemen. Bagaimana mau melakukan pengawasan maksimal kepada pemerintah, jika di internal mereka saja masih belum bersatu?” tanya Lucius.

Persoalan itu, kata Lucius, membuat partai politik menjadi mudah untuk dipengaruhi atau diintervensi. Dan kekuatan untuk itu ada di pemerintah. Oleh karena itu pemilihan pimpinan partai-partai selalu dekat dengan dugaan intervensi pemerintah.

“Calon pimpinan yang didukung pemerintah umumnya akan bisa menang. Dan sebagai balasannya, partai-partai seolah-olah berada di bawah bayangan pemerintah,” kata Lucius.

Sementara Eva Kusuma Sundari menilai dukungan kuat masyarakat kepada Presiden Jokowi membuat politikus menjadi kikuk. “Kalau kita berhadapan dengan rakyat jadi tidak nyambung,” kata Eva.

Eva juga melihat situasi politik di era Jokowi berbeda dengan SBY. Saat itu, geliat oposisi yang diwakili PDIP dan Gerindra menarik perhatian masyarakat.

 

Mengapa Pungli?

 

Jokowi juga diminta serius dalam penegakan hukum. Sebab kata Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar,  pembenahan hukum termasuk pemberantasan korupsi selama dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) masih sangat lemah.

Kelemahan tersebut, mulai dari sistem hingga orang yang menduduki atau berwenang dalam penegakan hukum. Salah satunnya dalam penunjukan pejabat yang duduk pada lembaga penegakan hukum yang cenderung berorientasi politik.

“Kritik saya pada pilihan kabinet Jokowi-JK yang tidak serius di ranah hukum. Terlihat Jokowi-JK menyerah di hadapan politik,” ujar Zainal Arifin Mochtar dalam diskusi di kantor ICW, Kalibata, Jakarta‎, Selasa (18/10/2016).

‎Contohnya, menurut Zainal, jabatan Menteri Hukum dan HAM dan Jaksa Agung yang diisi oleh orang politik, bukannya orang yang benar-benar profesional pada bidang hukum.

Menkumham Yasonna Laoly merupakan keder PDIP dan Jaksa Agung HM Prasetyo yang merupakan kader Partai NasDem yang pernah menjabat sebagai anggota DPR meskipun singkat.  “Bahkan Kapolri kalau tidak ribut bisa jadi dari Parpol juga,” kata Zainal Arifin Mochtar.

Sementara itu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menilai, Presiden berhasil memperbaiki pertumbuhan ekonomi.  Selain itu, sistem pemerintahaan juga semakin baik. Terbukti, fokus saat ini, ada pada pemberantasan pungutan liar.

“Kamu lihat saja sekarang pertumbuhan ekonomi maupun sistem-sistem yang dilakukan. Pungli kecil saja disikat kok. Kamu lihat pembangungan infrastruktur berapa banyak (yang dibangun) Pak Jokowi,” ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, kemarin.

Ahok berpendapat, akan lebih baik jika Jokowi menjabat selama dua periode. Dengan begitu, diyakininya dapat memangkas utang Indonesia di luar negeri.  “Saya yakin korupsi akan turun, karena akar semua masalah korupsi dan transparansi dan profesionalitas birokrat,” ucap Ahok.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, juga  mengapresiasi kinerja Jokowi. Djarot memandang, Jokowi merupakan seorang presiden yang memahami permasalahan.

“Kenapa? Karena beliau turun ke bawah, tidak hanya di belakang meja. Tidak hanya mendapat laporan, asal bapak senang,” kata Djarot, di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta Pusat, Selasa (18/10/2016).

Djarot menyebutkan, Presiden Jokowi sigap dalam mengambil keputusan. Contohnya dalam pembagian tugas penyelenggaraan Asian Games 2018. Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi mendapat porsinya masing-masing.

“Sama seperti ini (rehabilitasi SUGBK), beliau ambil keputusan, tek! (Pemprov DKI) Jakarta tanggungjawabnya ini, pemerintah pusat tugasnya ini. Beliau bilang Oktober (rehabilitasi Senayan) harus selesai, dan November bisa digunakan,” kata Djarot.

Banyaknya pembangunan yang dilakukan dapat mengharumkan nama Indonesia di mata internasional. “Dengan begitu nama Indonesia juga semakin baik,” kata Djarot. * jef/bam/kcm

————————————————————————————–

 

Oposisi Siapkan Kabinet Bayangan

 

SUHU politik memang tidak lagi mendidih di era Jokowi-JK. Meski demikian sempat muncul isu kabinet bayangan. Adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono yang  mengungkap adanya kabinet bayangan dan APBN tandingan bagi pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun ternyata shadow cabinet itu bukan sesuatu yang resmi atau struktural.

“Tidak menempatkan orang per orang, semangatnya untuk mengkritisi sebagai oposisi,” ungkap Ferry saat dikonfirmasi mengenai maksud ‘Kabinet Bayangan’ yang sempat dia lontarkan, Rabu (19/10/2016).

Kabinet Bayangan yang dia maksud adalah kritikan dari Gerindra dan PKS sebagai pihak oposisi pemerintah. Ferry juga memastikan Gerindra belum menyusun APBN tandingan dari APBN milik Kabinet Kerja Jokowi-JK.

“Kabinet Bayangan belum, baru sebatas mengkritisi APBN. Menolak beberapa usulan APBN pemerintah. Kalau model oposisi di banyak negara selain memiliki kontra budget, biasanya memiliki shadow kabinet. Ada beberapa negara seperti itu. Partai Gerindra baru counter budget,” jelasnya.

Wacana soal Kabinet Bayangan ini muncul menurut Ferry menjelang dua tahun pemerintahan Jokowi-JK. Pihak oposisi masih merasa kecewa dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK yang dianggap masih jauh dari kata ideal.

“Dari masing-masing bidang kan sebagian besar itu jelek. Misalkan bidang hukum kan makin tumpul ke atas, tajam ke bawah. Beberapa kasus besar seperti reklamasi dan kebakaran hutan, kasus korupsi besar mandek di tangan KPK. Pemerintah dalam beberapa hal memiliki potensi intervensi,” beber Ferry.

Istana, kata dia, justru memprioritaskan soal pungli. Apalagi pungutan liar di Kemenhub dan Polri sudah lama terjadi sehingga kurang menggambarkan semangat pemerintah pusat memberantas korupsi mengingat banyak kasus besar mandek di jalan. “Seharusnya membongkar kasus yang lebih besar. Bidang politik, istana jelas intervensi lewat Menkum HAM. Di kasus PPP dan Golkar,” sambungnya.

Ferry pun membeberkan beberapa kekurangan pemerintah Jokowi-JK lain. Termasuk dalam bidang ekonomi. Pemerintah saat ini disebutnya banyak menabrak aturan yang berlaku.

“UU yang dilanggar banyak. Mengenai keuangan negara, UU Lingkungan Hidup, Kereta Api Cepat. Lalu kasus Archandra Tahar. Pemerintah anarkis menabrak aturan dan hukum,” kata Ferry.

Dengan berbagai kekurangan yang disebutnya itu, ‘Kabinet Bayangan’ menjadi penting eksis di partai oposisi. Namun kritik bukan datang dari salah satu tokoh yang dianggap ‘menteri tandingan’ di masing-masing bidang, namun bisa dari siapa saja.

“Perlu ditujukan ke masing-masing bidang kabinet bayangan untuk mengkritisi. Kabinet yang membayangi harus mengkritisi bidang di kabinet. Kalau soal pergantian menteri itu kan prerogatif presiden,” ujar dia.

Ferry sudah mengungkap soal ‘shadow cabinet’ ini Sabtu (15/10) lalu. Sebagai oposisi, Gerindra diakuinya memiliki kabinet bayangan yang dimaksud.  “Sebagai oposisi, kami juga punya ‘shadow cabinet’. Jadi di seluruh dunia, oposisi itu punya kabinet bayangan, karena harus siap mengambil alih baik secara konstitusional maupun tidak, karena kita harus mempersiapkan diri mana tahu kekuasaan itu harus digantikan,” kata Ferry. * det/bam

 

baca juga :

Liga1: Tren Positif 15 Laga Persib Terhenti di Tangan PSM

Redaksi Global News

BI Minta Perbankan Segera Turunkan Suku Bunga Kredit

Redaksi Global News

Masih Terikat Kontrak, Persija Umumkan Pemain Baru di Bulan Mei

Redaksi Global News