Global-News.co.id
Opini Utama

Krismuha, Musa dan Munu, Mengapa Tidak?

Oleh Masdawi Dahlan*
JAGAT media social belakangan diramaikan dengan perbincangan istilah Krismuha, akronim dari Kristen/Katolik dengan Muhammadiyah. Krismuha bukan istilah teologis, melainkan istilah sosiologis. Krismuha sama statusnya dengan istilah lain seperti Munu (Muhammadiyah-NU), Musa (Muhammadiyah-Salafi).
Krismuha adalah identitas sosiologis yang muncul sebagai tangkapan atas fenomena mesranya komunikasi sosial antara penganut Kristen dengan orang Islam warga Muhammadiyah. Fenomena ini bukan berarti orang Kristen masuk Muhammadiyah, lalu kemudian melakukan peribadatan bersama warga Muhammadiyah.
Identitas ini merupakan fenomena positif sebagai wujud keberhasilan dialog atau komunikasi social yang intensif terjadi antar pemeluk agama dalam menghayati  dan memahami dinamika sosial keagamaan yang dilakukan oleh para penganut agama, khususnya warga Kristen dan warga muslim Muhammadiyah.
Dialog yang berjalan rutin dan intens dalam kehidupan sehari-hari membukakan kesadaran tentang perlunya memberikan apresiasi positif antar pemeluk agama. Karena pada hakikatnya sekalipun berbeda dalam masalah teologi namun mereka melihat dan meyakini ajaran agama mereka memilik kesamaan dalam memahami dinamika dan problem sosial sehari-hari.
Dalam ajaran Islam fenomena Krismuha ini merupakan realisasi dari nilai-nilai ajaran Islam sebagai agama rahmatan lilalamin, yaitu agama yang ajarannya mengajarkan penganutnya untuk memberikan kemanfaatan dan kebaikan kepada semua umat manusia bahkan hingga kepada seluruh isi semesta alam.
Fathurrahman Kamal Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah dalam Seminar Nasional Risalah Islam Berkemajuan LPPIK UMS, 31 Mei 2023 lalu menceritakan pengalamannya ketika memberikan materi dalam acara orientasi studi di beberapa Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) kawasan timur Indonesia.
Menurut dia, PTM di Indonesia Timur lebih banyak diisi oleh anak-anak non-muslim, bahkan mahasiswa muslimnya terkadang hanya 10 persen. Kondisi itu tetap  membuat mereka anak-anak non muslim nyaman dengan Islam yang mereka temukan di kampus, karena tidak ada intimidasi, pemaksaan, tidak ada bully hanya karena beda kepercayaan. Mereka nyaman dengan toleransi Muhammadiyah.
Terkait dengan munculnya  penilaian  negatif atas femomena Krismuha ini, Fathurrahman menilai hal itu terjadi karena lemahnya literasi, yang kemudian dihadapkan dengan realitas yang begitu rupa. Padahal istilah Krismuha ini, kata dia, biasa saja dan sudah lama ada di Muhammadiyah. Itu istilah sosiologis, dan tidak ada kaitannya dengan teologis atau akidah. Karena itu dia menilai warga Muhammadiyah tidak perlu  menilai bahwa Muhammadiyah telah menyelisihi khittah-nya. Yang perlu dilakukan adalah memperkuat literasi mereka.
Sementara Sekjen PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti melihat bahwa Krismuha merupakan istilah sosilogis yang menggambarkan para pemeluk agama Kristen/Katoplik yang bersimpati dan memiliki kedekatan dengan Muhammadiyah. Mereka bukan anggota Muhammadiyah. Mereka tetap sebagai pemeluk agama Kristen/Katolik yang teguh menjalankamn ajaran agamanya. Krismuha bukan sinkretisme agama di mana seseorang mencampuradukkan ajaran agama Kristen/Katolik dengan Islam Muhammadiyah.
Pembahasan tentang Krismuha ini sangat lengkap terdapat dalam buku yang berjudul Kristen Muhammadiyah Mengelola Pluralitas Dalam Pendidikan, karya Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ul Haq. Dalam buku ini ada pengantar dari almarhum, Prof Dr Azumardi Azra, dan Prof Dr Haidar Nasir MSi.
Krismuha, Munu dan Musa
Fenomena Krismuha sama dengan fenomena Musa ( Muhammadiyah-Salafi) dan Munu (Muhammadiyah-NU), yang telah lama muncul. Hanya Musa dan Munu tidak  begitu populer, karena istilah itu menggambarkan hasil dialog antar penganut agama Islam yang hanya berbeda dalam organisasi atau manhaj keagamaan saja.
Musa adalah istilah yang dilekatkan kepada warga Muhammadiyah yang memiliki kedekatan atau bahkan mengamalkan manhaj keagamaan yang dimiliki oleh kelompok Salafi, atau sebaliknya. Bagi warga Muhammadiyah yang memiliki keterbatasan literasi, maka akan melihat Musa ini sebagai hal yang berbahaya karena telah tercerabut dari manhaj Muhammadiyah dan menerima manhja Salafi dalam menjalankan ajaran agamanya.
Padahal tidak semestinya antara Muhammadiyah dan Salafi dibenturkan. Mereka memang memiliki perbedaan  dalam masalah tertentu, tapi tetap mereka kuat bersatu dalam masalah lainnya yang lebih urgen dalam agama. Umat Islam dan kelompok kelompok yang ada tidak mungkin disamakan atau disatukan, namun yang perlu dilakukan adalah bagaimana seharusnya kelompok keagamaan itu mau menerima dan menghargai perbedaan dan akhirnya bisa bersatu dalam satu ruang besar ukhuwah dan dakwah Islamiyah.
Begitu juga hasil dialog antara Muhammadiyah dan NU yang kemudian melahirkan istilah Munu atau Muhammad-NU. Di Indonesia Munu itu lebih lama muncul dibandingkan dengan Krismuha dan Musa. Dan hingga kini Munu ini telah banyak diterima sebagai kenyataan perkembangan dialog pemikiran keagamaan yang telah banyak membawa manfaat terciptanya  ukhuwah Islamiyah dalam banyak hal.
Masyarakat kini telah biasa menemukan kedekatan  bahkan kebersatuan antara warga Muhammadiyah dengan warga NU dalam banyak hal. Dalam masalah fiqh ibadah, politik, hingga masalah kebangsaan. Bahkan kebersatuan itu merambah dalam ranah domestik rumah tangga. Ada warga Muhammadiyah yang menjadi menantu orang NU, begitu sebaliknya. Itu sebuah fenomema yang biasa. Lebih dari itu juga banyak ditemukan intelektual NU yang bekerja dalam lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah. Bahkan ada juga warga NU yang kemudian menjadi warga Muhammadiyah dan menjadi petinggi di Muhammadiyah, yakni Prof Dr Din Syamsuddin, mantan Ketua PP Muhammadiyah dua  periode. (*)
* Penulis adalah wartawan Global News di Pamekasan.

baca juga :

PKB Optimistis Suara di Sidoarjo Tetap Utuh Pasca Penangkapan Saiful Ilah

Redaksi Global News

Tempat Wisata Sidoarjo Dihimbau Disiplin Prokes dan Terapkan Aturan Vaksin

Redaksi Global News

Wawali Sebut Bonus Atlet Surabaya Peraih Medali Porprov Segera Cair

Redaksi Global News