Pemerintah telah menunjuk Perum Bulog untuk melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton pada akhir bulan Januari ini. Beras akan diimpor dari Thailand, Vietnam, dan Pakistan. Sementara sejumlah daerah sudah mulai panen. Sejumlah daerah juga menolak masuknya beras impor tersebut, karena merasa stol di daerah sudah mencukupi.
Pertanyaannya kalau impor dilaksanaan, petani akan terpukul dua kali. Pertama turunnya harga akibat sudah mulainya panen. Kedua dengan masuknya beras impor juga akan menurunkan harga berasa di tingkat petani. Sudah jatuh dihimpit tangga. Mungkin begitulah nasib petani.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah telah menugaskan Bulog untuk menggantikan PPI sebagai pengimpor beras. Nantinya beras yang akan diimpor ialah beras umum dengan tingkat kepecahan 0-5% (premium) dan 0-25% (medium). “Pemerintah menugaskan Bulog untuk melakukan impor beras, sampai dengan 500 ribu ton,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, di kantornya.
Hanya saja datangnya impor tersebut menjadi “petaka” bagi petani. Karena itu sejumlah kepala daerah sudah mengingatkan agar beras impor tersebut tidak masuk daerah. Alasannya, karena di daerah yang bersangkutan sudah cukuo stok berasnya. Misalnya Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang kembali menegaskan komitmennya untuk menolak impor beras. Alasannya, produksi beras di Jatim sangat melimpah. Bahkan, sejak 2013, Soekarwo telah mengeluarkan Peraturan Gubernur yang melarang dilakukannya impor beras karena produksi di wilayah yang dipimpinnya memang melimpah.
Terkait stok beras di Jatim, pada akhir 2017, ketersediaan surplus beras Jatim, sebanyak 200 ribu ton. Pada Januari 2018, produksi beras mencapai 295 ribu ton dengan kebutuhan konsumsi mencapai 297 ribu ton.
Keadaan serupa juga diserukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang menggelar rapat dengan jajaran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Usai rapat, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, mengatakan sebentar lagi harga beras di DKI Jakarta turun. “Setelah kami rapat, kami sekarang mendeclare harga beras sebentar lagi turun di Jakarta,” kata Sandiaga di Gudang Beras Food Tjipinang Jaya, Jalan Pisangan Lama, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2018).
Tak ketinggalan Sulawesi Selatan. Meski pemerintah pusat tetap melakukan impor beras sebanyak 500.000 ton, Divisi Regional (Divre) Bulog Sulsel akan menolaknya lantaran stok beras di Sulsel banyak. Kepala Divre Bulog Sulsel, Dindin Syamsuddin kepada wartawan mengatakan, persediaan stok beras di Sulsel melimpah. Bahkan, persediaan stok beras saat ini bisa mencukupi kebutuhan selama 20 bulan.”Stok kita banyak kok di Sulsel, bisa bertahan sampai 20 bulan. Apalagi di depan mata, petani akan melakukan panen. Bulog pun sudah melakukan pembelian dari petani hingga 178.000 ton. Dimungkinkan akan melebihi target serapan nantinya,” katanya.
Melihat kenyataan ini, kebijakan impor yang dilakukan pemerintah menjelang panen raya ini akan sangat merugikan petani. Apalagi beras jenis khusus yang diimpor pemerintah itu akan dijual dengan harga medium sehingga berpotensi merusak harga beras di pasar. Enny juga mempertanyakan alasan pemerintah yang mengimpor beras jenis khusus padahal menurutnya mayoritas masyarakat Indonesia mengkonsumsi beras medium.
Normalnya barang beras tiba di pelabuhan mungkin akhir Januari (itu juga dengan proses yang kilat) artinya beras itu menambah pasokan yang ada di pasar beras itu baru pertengahan Februari, dua minggu kemudian akhir Februari sudah panen raya. Yang menjadi persoalan di dalam pasar beras itu adalah beras medium. Di beras medium lah pemerintah perlu hadir menstabilkan harganya. Bagaimana mungkin ketika petani panen, ada beras premium yang harganya medium sementara beras para petani pada umumnya kebanyakan beras medium. Siapa yang mau membeli beras petani? (*)