Global-News.co.id
Indeks Nasional Pendidikan Utama

MK: SMA-SMK Tetap Dikelola Provinsi

GN/Ilustrasi
Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengikuti sidang MK beberapa waktu lalu.

JAKARTA (global-news.co.id)-Setelah menunggu cukup lama, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membuat keputusan terkait uji materi (judicial review) terhadap pasal pengelolaan SMA-SMK yang diatur dalam Undang-undang (UU) nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).

Dalam amar putusannya, MK menolak gugatan dari pihak pemohon uji materi dalam hal ini orangtua siswa sekolah di Surabaya dan Walikota Blitar. Sehingga dengan putusan MK tersebut membuat pengelolaan SMA/SMK tetap ditangani oleh provinsi sesuai dengan UU yang berlaku.

Ketua MK Arief Hidayat  mengungkapkan pertimbangan majelis hakim MK yang menolak gugatan pemohon. “Menolak permohonan seluruhnya,” ucap Arief Hidayat sebagaimana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

MK berpendapat yang menjadi persoalan selanjutnya adalah apa yang dijadikan kriteria bahwa suatu urusan pemerintahan konkuren kewenangannya akan diberikan kepada daerah (baik provinsi atau kabupaten/kota) atau akan tetap dipegang oleh Pemerintah Pusat.

Terhadap persoalan ini, UU Pemda menyatakan bahwa prinsip yang dijadikan dasar adalah prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. “Menurut MK, pendidikan masuk dalam urusan pemerintah yang wajib dipenuhi karena terkait dengan pendidikan dasar,” demikian putusan MK.

“Oleh karena itu apabila berdasarkan keempat prinsip tersebut pembentuk undang-undang berpendapat bahwa pendidikan menengah lebih tepat diserahkan kepada daerah Provinsi, maka hal itu tidaklah bertentangan dengan UUD 1945. Hal itu merupakan kebijakan hukum pembentuk undang-undang,” demikian pertimbangan majelis.

Kasus bermula saat Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar menggugat Lampiran UU Nomor 23/2014 tentang Pemda Anka I huruf A Nomor 1 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Pendidikan. Dalam peraturan itu, kewenangan mengelola pendidikan menengah (SMA/SMK) diserahkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov), di mana sebelumnya menjadi tanggung jawab Pemkot/Pemkab.

Padahal, di Kota Blitar, pendidikan menengah gratis. Dengan aturan itu maka siswa SMA/SMK tidak mendapatkan bebas biaya sekolah itu. Atas hal itu, Samanhudi menggugat ke MK. Menurutnya, UU terkait bertentangan dengan Pasal 18 ayat 5, Pasal 18A dan Pasal 28C ayat 2 UUD 1945.

Tidak hanya Kota Blitar, tiga warga Surabaya juga menggugat hal serupa yang didukung Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

Serangkaian sidang pemeriksaan pun dilakukan MK termasuk menghadirkan dari pihak pemohon dan termohon. Termasuk dari Pemprov Jatim dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.

Dalam sidang sebelumnya, Risma memaparkan kelayakan Pemkot Surabaya untuk mengelola jaminan pendidikan sampai tingkat menengah, khususnya di daerah. Dalam sidang, Risma meminta Pemkot Surabaya bisa mengelola dengan pertimbangan sudah mampu melaksanakan jaminan pendidikan sampai tingkat menengah, khusus di daerahnya. Risma menilai Surabaya lebih mengetahui mengenai membangun sekolah negeri dan swasta.

“Sekali lagi saya mohon dengan hormat Yang Mulia, bukan apa-apa. Surabaya itu kota terbesar kedua di Indonesia bahkan harusnya nomor 1, Jakarta itu kan provinsi. Penduduk saya 3,2 juta, luas wilayahnya separuh DKI. DKI wali kotanya lima, bupati satu, saya sendiri separuhnya wilayah itu,” pungkasnya.(ins)

baca juga :

Pertama Memilih, Pemain Persebaya Tony Firmansyah Akui Gemetar

Redaksi Global News

FGD Menuju Pamekasan Kabupaten Literasi 2022

gas

Ke Arab Saudi, Menag Pastikan Layanan Jamaah Haji Siap