Global-News.co.id
Utama

Semua Tercengang Sang Raja Jadi Tersangka

GN/Ikhsan Mahmudi RAJA TERSANGKA: Dimas Kanjeng Taat Pribadi (baju putih) saat jumenengan menjadi Sri Raja Prabu Rajasanagara. Foto lain, Taat Pribadi yang kini tersangka kasus pembunuhan, saat ditangkap polisi.
GN/Ikhsan Mahmudi
RAJA TERSANGKA: Dimas Kanjeng Taat Pribadi (baju putih) saat jumenengan menjadi Sri Raja Prabu Rajasanagara.

Praktik perdukunan dengan modus bisa menggandakan uang bukan hanya dilakukan di Padepokan Dimas Kanjeng pimpinan Taat Pribadi di Probolinggo saja, tapi juga di sejumlah daerah lain di Jawa Timur. Praktik sesat ini menjamur karena banyak warga masih saja “keblinger” ingin kaya raya secara instan tapi akhirnya dipedaya oleh sang dukun.

SAAT ini aparat Polda Jawa Timur juga mengendus adanya praktik sesat ala Taat Pribadi  di wilayah Pasuruan. Sejumlah sumber menyebut ada pula di Pare Kediri. Sebelumnya polisi malah sudah menangkap pria yang mengaku “gus” alias anak seorang kiai,  yang juga mengaku bisa menggandakan  uang di Nganjuk.

Hanya saja, praktik mereka ini tak sebesar yang dilakukan Taat Pribadi yang memiliki cabang di sejumlah daerah di Tanah Air. Pengikut Taat Pribadi juga ada dari kalangan tokoh masyarakat. Korbannya juga sempat melapor ke Mabes Polri dengan kerugian miliaran rupiah.

Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji saat dikonfirmasi wartawan di sela-sela acara di Hotel Singgasana, Surabaya, Rabu (28/9/2016) dinihari, mengatakan, polisi sudah mendeteksi praktik dengan modus penggandaan uang di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Namun  skalanya tidak sebesar yang dilakukan Taat Pribadi. “Yang di Pasuruan itu kecil-kecilan,” katanya.

Anton mengingatkan kepada masyarakat agar tidak terbujuk rayu dengan segala iming-iming uangnya bisa dilipatgandakan berkali-kali lipat oleh sang dukun. Logikanya kalau uang yang sama dilipatgandakan berarti nomor serinya pasti kembar, sehingga sama dengan uang palsu. “Kalau berbeda berarti uang itu nyuri milik siapa,” kata Anton.

Namun sayang Anton tidak membeberkan secara detail pelaku penggandaan uang di Kabupaten Pasuruan. “Informasinya yang kita dapat begitu, ada kecil di Pasuruan,” kata Anton.

Yang pasti, kata Anton, polisi tetap melakukan penyelidikan sekecil apa pun informasi yang dilaporkan masyarakat. “Kita tetap selidiki,” katanya.

 Taat Pribadi yang kini tersangka kasus pembunuhan, saat ditangkap polisi.
Taat Pribadi yang kini tersangka kasus pembunuhan, saat ditangkap polisi.

Munculnya pihak-pihak yang mengaku bisa menggandakan uang ini terjadi setelah polisi menangkap Pengasuh Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo  karena diduga terlihat pembunuhan dua orang pengikutnya. Taat diduga membunuh korban karena khawatir kedoknya sebagai orang yang pura-pura “sakti” dibongkar oleh dua pengikutnya tersebut.

Dalam video yang beredar, Taat Pribadi terlihat bersama tumpukan uang di padepokannya. Tak hanya itu, dari balik badannya dia memamerkan bisa mengeluarkan uang pecahan Rp 100 ribu dalam jumlah besar.

Ribuan pengikutnya juga menyetor uang mahar dengan nilai miliaran rupiah. Mereka ingin uangnya yang disetor melalui anak buah Dimas Kanjeng Taat Pribadi berlipatganda. Saat penggerebekan pada Kamis 22 September 2016 lalu, polisi menemukan 3 bungker berisi uang di bawah padepokannya yang berada di RT 22 RW 08, Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading.

Para pengikutnya ini tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi. Bahkan mereka yang dari luar pulau hingga kini masih bertahan di sekitar padepokan meski sang guru sudah ditahan oleh polisi di Mapolda Jatim bersama dengan para eksekutor yang melakukan pembunuhan secara sadis terhadap Abdul Gani dan Ismail. Karena itu, polisi sangat hati-hati saat menangkap Taat Pribadi.

“Kami hindari adanya korban, prosedur kita lakukan dan tentunya harus hati-hati,” kata Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji.  Bahkan awalnya disiapkan skenario menangkap Taat Pribadi saat di luar padepokan untuk menghindari perlawanan dari pengikutnya. “Dia kan punya semacam pengikut yang kayak garda gitu,” katanya.

Namun, Taat Pribadi sepertinya mencium gelagat jika dirinya akan diringkus saat tidak di padepokan. Ia pun memilih di dalam padepokan selama beberapa hari terakhir sebelum akhirnya ditangkap juga.

Anton menyatakan operasi penangkapan ini dilakukan secara diam-diam agar tidak bocor. Sebanyak 1.200 personil polisi, termasuk satuan Brimob, dikerahkan. Apel pasukan digelar malam hari pada pukul 21.00 WIB, Rabu (21/9/2016) di Mapolda Jatim, Jl. Ahmad Yani, Surabaya. Memang aneh, apel pasukan lengkap digelar malam hari.

Namun, wartawan yang mengetahui tak menyangka jika pasukan itu akan meringkus Taat Pribadi yang fenomenal karena berhasil menjaring miliaran rupiah dari pengikutnya yang menginginkan uangnya berlipat ganda. “Saya banyak pertanyaan soal itu, saat itu saya jawab untuk pengamanan dangdutan di Probolinggo. Bahkan saat minta Brimob di Malang geser untuk bantu ini pun saya bilang sama, pengamanan dangdutan di Probolinggo,” ungkap Anton, sembari tertawa.

Namun meski sukses, tetap saja polisi yang hanya dilengkapi senjata berpeluru karet ini sempat mendapat perlawanan dari pengikut setia Taat Pribadi. “Proses penangkapannya 20 menit, sempat dilawan dengan dilempari batu juga,” kata Anton.

 

Yang menarik, Polda Jatim juga berkoordinasi dengan Kodam V Brawijaya, Komandan Marinir hingga TNI AL untuk menyampaikan rencana penangkapan tersangka kasus pembunuhan Abdul Gani dan Ismail itu. Taat Pribadi, kata Anton, cukup fenomenal karena memiliki ribuan orang pengikut yang berasal dari berbagai daerah. Informasi yang didapat, uang miliaran rupiah mengalir ke pondok itu.

“Sebelumnya saya sudah lapor Kapolri serta Pangkotama. Saat penangkapan kita tidak sendiri, Denpom maupun Gartap juga ikut. Lancar semua, tidak ada korban meski ada perlawanan. Taat bisa dibawa ke Polda Jatim untuk diperiksa,” katanya

Yang juga menarik,  Taat Pribadi  dikenal memiliki ‘kesaktian’ tapi yang lucu dia tak berkutik saat ditangkap polisi. Dimas Kanjeng hanya mengenakan kaos warna ungu dan bersembunyi di balik pintu ruang fitnesnya saat dibekuk polisi.

“Dia ditangkap saat sembunyi di belakang pintu ruang fitnes di padepokannya,” kata anggota Polda Jatim yang enggan disebutkan namanya, Rabu (28/9/2016).

Bahkan polisi tak kesulitan saat sudah menemukan Taat yang sedang bersembunyi di balik daun pintu. “Hayo…mau ke mana kamu…, ayo ikut,” kata petugas. Dimas Kanjeng pun tak berkutik. Ya, dia sama sekali tak memiliki kesaktian seperti yang digembar-gemborkan pengikutnya.

Salah satu pengikutnya, Marwah Daud Ibrahim, sebelumnya memang sempat  mengakui kalau dirinya adalah santri di padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo, Jatim. Diajak teman pada 2011 lalu, akhirnya Marwah Daud yang juga pendiri ICMI ini bergabung dengan Dimas Kanjeng.

Marwah butuh proses lama sebelum akhirnya ikut pengajian Dimas Kanjeng. Dia istikharah dan mempelajari sosok Dimas Kanjeng.  “Datang pengajian, khataman Al Quran, bisa sebulan sekali,” kata Marwah yang juga Ketua Yayasan Dimas Kanjeng.

Dia mengaku tahu sendiri Taat bisa menarik uang dari balik tubuhnya. “Saya melihat sendiri, dan ini mungkin yang disebut karomah,” terangnya.

Namun Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar tidak mengaitkan kasus Dimas Kanjeng dengan urusan karomah. MUI menilai, apa yang dilakukan Dimas Kanjeng Taat Pribadi patut diduga tipuan. “Itu bukan karomah,” kata Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis, kemarin.

Menurut Cholil, karomah itu sebutan lain bagi mukjizat. “Dan mukjizat itu untuk Nabi dan karomah untuk waliyullah. Karomah itu untuk pertolongan Allah bagi pejuang di jalan-Nya. Biasanya tidak bisa dihadirkan sendiri. Karomah tidak bisa untuk main-main apalagi untuk menipu,” katanya.

Cholil juga mengungkapkan, karomah dimiliki orang baik yang berjuangan di jalan Allah.  “Orang yang memiliki karomah itu tidak silau dengan kemegahan, cari rezeki yang halal dan sesuai dengan keadaan,” tegas dia.

Ketua Komite Hukum MUI, HM. Baharun juga mengaku heran karena sudah berkali-kali umat Islam sering tertipu dengan janji penggandaan uang tanpa berdagang. “Hari gini masih ada saja korban berjatuhan. Secara hukum sudah jelas menggandakan uang itu melanggar hukum, karena memalsukan uang. Kok masih ada yang berani melakukan kejahatan ini lagi. Rasanya dakwah kita belum berhasil untuk menyadarkan umat dari tipuan-tipuan yang menjanjikan kaya secara instan melalui orang yang mengaku dapat wahyu dan boleh menabrak syariat. Tugas ulama di daerah harus menyadarkan ajaran apapun yang bertentangan dengan aqidah dan syariah itu,” ungkap Baharun.

 

Menurut dia, apa yang disebut padepokan Dimas Kanjeng itu bukan pesantren. Jadi bukan santri di dalamnya tapi mungkin yang cocok dan lazim disebut ‘cantrik’ (anggota). “Pesantren itu tempat pendidikan santri agar taat kepada Allah dan patuh hukum. Bukan malah mendidik orang melanggar hukum. Saya kira dalam sejarah pesantren tidak ada kiai mengajarkan penggandaan uang. Memotivasi santri berdagang yang halal itu ajaran yang semestinya di pesantren,” katanya.

Dimas Kanjeng Taat Pribadi memang memiliki banyak pengikut. Di Makassar, dia punya padepokan. Warga masih merekam jelas kedatangan Dimas Kanjeng ke padepokan yang berada di Jalan Bontobila I nomor 18, Kecamatan Manggala, Makassar. Saat wartawan berkunjung ke padepokan, kemarin, bangunan beraksen cokelat itu sepi. Menurut warga, tidak ada aktivitas di tempat tersebut sejak awal tahun ini.

Radiah, warga setempat, hanya teringat kedatangan Dimas Kanjeng beberapa tahun lalu. “Seingat saya, si Kanjeng itu pernah dua kali datang kemari, dan padepokannya dihias pakai umbul-umbul sama spanduk kayak acara-acara besar gitu. Ibu Marwah (Marwah Daud Ibrahim) juga ada,” ujar Radiah.

 

Gelar Raja Anom

Kini kotak pandora di lingkungan Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi (PDKTP) sudah terbuka. Beragam misteri termasuk dugaan kasus pembunuhan dan penggandaan uang meruyak ke permukaan.

Kasus pembunuhan dua cantrik padepokan menjadi pengungkit terbukanya penutup kotak pandora. Disangka menjadi otak pelaku pembunuhan, Sang Raja (Dimas Kanjeng) pun ditangkap polisi.

Penangkapan Dimas Kanjeng bermula dari dua kasus penemuan mayat. Yakni, jenazah Ismail Hidayah, warga Kabupaten Situbondo dan Abdul Ghani, warga Kelurahan Semampir, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo.

Jenazah Ismail ditemukan di Desa Tegalsono, Kecamatan Tegalsiwalan, Kabupaten Probolinggo, 4 Februari 2015. Awalnya, jenazah ini masih disebut Mr X karena tanpa identitas. Belakangan diketahui setelah ada warga yang mengaku kehilangan anggota keluarganya.

Ismail termasuk cantrik sekaligus pengurus di Padepokan Dimas Kanjeng sejak 2010. Di padepokan itu, Ismail memegang jabatan cukup penting. Kemudian pada 14 April 2016, Abdul Gani (40), ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan. Mayat yang dikenal sebagai bos perhiasan batu mulia itu, ditemukan di bawah Jembatan Kedung Areng, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

Gani juga anggota sekaligus pengurus Padepokan Dimas Kanjeng. Bahkan, ia dikenal sebagai salah satu orang dekat Dimas Kanjeng. Berdasarkan penyelidikan Polda Jatim dan Polres Probolinggo, pembunuhan pada dua korban diduga diotaki orang yang sama. Sementara tersangka yang menjadi eksekutor berjumlah 22 orang—75% merupakan anggota padepokan.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, Dimas Kanjeng ditetapkan menjadi tersangka tiga kasus. Kasus pembunuhan Ismail Hidayah dan Abdul Ghani.

Selain itu, Dimas Kanjeng juga dibidik dalam kasus penipuan. Bahkan muncul dugaan, ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) seperti diungkapkan Kapolres Probolinggo, AKBP Arman Asmara Syarifuddin saat menyisir padepokan di RT 22/RW 08, Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Senin (26/9) lalu.

Sebab, penangkapan Dimas Kanjeng oleh tim gabungan Polda Jatim dan Polres Probolinggo, juga disertai penyitaan barang bukti yang berupa uang dalam jumlah besar. Yakni, 10 kantong berisi uang yang jumlahnya diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Uang itu menurut Kapolres, diamankan dari rumah tersangka Dimas Kanjeng. ”Uangnya ada di ruang belakang lantai bawah dan lantai dua,” ujar Kapolres.

Di luar kasus hukum yang kini menjeratnya, Dimas Kanjeng dikenal sebagai sosok yang dermawan. Ia sering membagi-bagikan sedekah kepada ribuan warga sekitar padepokan.

Bahkan pada 11 Januari 2016 lalu, Dimas Kanjeng dinobatkan menjadi Raja Anom bergelar Sri Raja Prabu Rajasanagara. Gelar tersebut diperolehnya secara resmi dari Asosiasi Kerajaan dan Kesultanan Indonesia (AKKI).

Raja Anom adalah jabatan kebangsawanan yang sebelumnya turun-temurun didapatkan oleh raja-raja Majapahit. Prosesi jumenengan Dimas Kanjeng sebagai Raja Anom digelar di pendopo agung, Padepokan Dimas Kanjeng. Sebanyak 24 raja dan sultan dari penjuru Indonesia dan Asia Tenggara menghadiri acara tersebut. Penobatan dilakukan oleh Sri Lalu Gedhe Parmanegara selaku Eksekutif Nasional AKKI.

 

“Gus” Ditangkap

Sebelumnya polisi juga menangkap dua pelaku penipuan penggandaan uang. Pelaku ditangkap Tim Buser Reskrim Polsek Bagor di Desa Paron Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Salah satu pelaku diduga merupakan pemilik salah satu pondok pesantren di Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri.

Kedua pelaku bernama Bahrudin (36), asal Dusun Bangkerep Desa/Kecamatan Tarokan Kabupaten  Kediri dan Markus Abadi (46), warga  Kelurahan Bogo Kecamatan/Kabupaten Nganjuk. Keduanya diduga telah melakukan aksi penipuan dengan modus penggandaan uang pada Amsari Dinar Asrianto (31), warga Desa Paron Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Korban mengaku ditipu sebesar Rp 38 juta oleh kedua pelaku.

Sama dengan Taat Pribadi, awalnya pelaku mengaku sebagai tokoh spiritual dan biasa dipanggil “Gus”, yang bisa menggandakan uang dalam waktu singkat. Pelaku, diketahui merupakan pemilik salah satu ponpes yang ada di Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri. Untuk meyakinkan korbannya, pelaku memutarkan rekaman CD tentang cara dan bukti bisa menggandakan uang.

Rupanya pelaku berhasil meyakinkan dan mempedayai korban. Lalu korban menyerahkan uang sebesar 38 juta rupiah kepada pelaku untuk digandakan. Saat itu pelaku berjanji akan menggandakan uang tersebut dalam waktu singkat.

Selang beberapa lama ditunggu, pelaku tidak menunjukkan batang hidungnya. Setiap dihubungi oleh korban, pelaku selalu berkelit dengan berbagai alasan. Akhirnya korban yang merasa tertipu ini melapor ke Polsek Bagor. * isa/det

 

 

 

 

baca juga :

Dirut BNI Siap Lanjutkan Prestasi Positif di 2024

Redaksi Global News

Warga Mariupol Ukraina Dipaksa Pergi ke Rusia

Redaksi Global News

Kalah dari Persebaya, Pelatih Persita Tetap Apresiasi Pemain

Redaksi Global News