
SURABAYA (global-news.co.id) – Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur (YLPK Jatim) merespon temuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kehalalan peredaran produk Obat dan Makanan. Koordinasi dua lembaga ini didasarkan pada Perjanjian Kerja Sama (PKS) Nomor 10 Tahun 2024 (BPJPH) dan Nomor KS.01.01.2.06.24.05 (BPOM) tentang Pengawasan Jaminan Produk Halal di Bidang Obat dan Makanan.
Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo, saat dikonfirmasi, menjelaskan, bahwa pihaknya sudah menghubungi BPOM terkait temuan itu. Dia lalu memberikan jawaban dari BPOM terkait detail 9 produk yang memiliki izin edar (ML dan MD). Pertama, kata dia, dari 9 produk berdasarkan hasil uji BPOM dan BPJPH terdeteksi parameter uji DNA dan/atau peptida spesifik porcine/unsur babi.
“Saya sudah klarifikasi ke petugas BPOM. Dari 9 batch produk, dari 7 produk yang sudah bersertifikat halal, dan 2 batch produk dari 2 produk yang tidak bersertifikat halal. Terhadap 7 produk yang telah bersertifikat dan berlabel halal, BPJPH telah memberikan sanksi berupa penarikan barang dari peredaran. Hal ini sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal,” katanya.
Sementara untuk 2 produk lain tak tersertifikasi halal, kata dia, Badan POM telah menerbitkan sanksi berupa peringatan dan menginstruksikan pelaku usaha untuk segera menarik produk dari peredaran, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Said juga menunjukkan siaran pers Nomor 242/KB.HALAL/HM.1/04/2025 Tanggal 21 April 2025 dari BPJPH. “Kami dukung langkah BPOM dan BPJPH memberi sanksi pelaku usahanya dan menarik produk tak halal itu dari peredaran,” katanya.
Said juga mendesak aparat penegak hukum–Polri dan Jaksa–turun tangan mengusut kasus ini hingga tuntas agar tidak terjadi lagi di masa mendatang. “Ya, harus diusut tuntas oleh aparat penegak hukum,” katanya.
Terkait hal itu Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan mengimbau kepada semua pihak agar menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab, sertifikasi halal bukanlah sekadar mekanisme pemenuhan kewajiban administratif semata, melainkan sebagai wujud komitmen terhadap regulasi yang wajib ditaati dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Sertifikat halal adalah representasi standar halal yang tertuang dalam Sistem Jaminan Produk Halal yang harus diimplementasikan dalam proses produk halal secara konsisten, sehingga produk benar-benar terjaga kehalalannya dari waktu ke waktu,” kata Ahmad Haikal Hasan dalam siaran pers tersebut.
BPJPH dan BPOM juga menegaskan bahwa pihaknya terus melaksanakan pengawasan produk di lapangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. BPJPH dan BPOM juga mengimbau masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dalam pengawasan produk yang beredar. Siapa saja yang menemukan produk yang mencurigakan di peredaran atau diduga tidak memenuhi ketentuan regulasi yang berlaku, dapat menyampaikan laporan/aduan melalui email layanan@halal.go.id. Partisipasi publik ini sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. BPJPH dan BPOM juga mengimbau agar masyarakat selalu merujuk informasi kehalalan dan kemasan produk pada kanal resmi pemerintah melalui website www.bpjph.halal.go.id dan www.pom.go.id serta akun sosial media (instagram) @halal.indonesia dan @bpom_ri.
Produk bersertifikat halal yang ditemukan mengandung unsur babi itu adalah Corniche Fluffy Jelly Marshmallow (rasa leci, jeruk, stroberi, anggur), Corniche Marshmallow Rasa Apel Bentuk Teddy, ChompChomp Car Mallow, ChompChomp Flower Mallow, ChompChomp Mini Marshmallow, Hakiki Gelatin (bahan tambahan pangan), Larbee-TYL Marshmallow Isi Selai Vanila. Sementara dua produk yang belum bersertifikasi halal namun juga terdeteksi mengandung unsur babi adalah AAA Marshmallow Rasa Jeruk dan SWEETME Marshmallow Rasa Cokelat.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, juga menyerukan agar seluruh pelaku usaha, baik besar maupun kecil, menjunjung tinggi transparansi, etika, serta tanggung jawab dalam menjamin kehalalan produk. “Kami serahkan persoalan sertifikasi halal pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) karena otoritasnya memang di sana. Harapan kami, seluruh pelaku usaha menjunjung transparansi, kehalalan, dan kebaikan,” ujar Haedar Nashir, Selasa (22/4/2025).
Haedar mengungkapkan keprihatinan atas masih ditemukannya praktik tidak etis dalam industri pangan, termasuk kasus makanan yang dicampur dengan bahan berbahaya seperti plastik. Menurutnya, hal tersebut tidak hanya merusak kesehatan masyarakat, tetapi juga mencederai nilai-nilai spiritual dan sosial bangsa yang mayoritas religius.
Ia berharap proses pemberian sertifikasi halal tidak hanya menjadi formalitas, tetapi juga dapat mengembangkan ekosistem bisnis yang sehat di masyarakat. “Jadi, untuk apa sih berusaha, berniaga, berbisnis yang mengandung unsur-unsur tidak halal dan tidak baik secara sembunyi-sembunyi, apalagi itu berakibat fatal pada kehidupan orang banyak,” tambahnya.
Haedar juga menyoroti perlunya pengawasan dan pembinaan terhadap produk-produk makanan, tidak hanya terkait kehalalan, tetapi juga kelayakan makanan sebelum dijual kepada konsumen. “Bahkan dalam hal sehari-hari kita kan sedih, kalau ada makanan-makanan gorengan dicampur plastik, gitu kan, hal-hal seperti ini harus dihentikan dan perlu pembinaan juga,” ucapnya.
Dia mengajak seluruh pelaku usaha dan masyarakat untuk membangun ekosistem ekonomi yang sehat, berbasis nilai moral, dan bertanggung jawab terhadap publik. Dalam pandangannya, kehalalan produk bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga cermin dari integritas bangsa. (gas)