Global-News.co.id
Opini Utama

Demokrasi Tanpa Oposisi Suburkan Korupsi

Masdawi Dahlan
Masdawi Dahlan

Oleh Masdawi Dahlan*

ATMOSFER perpolitikan di Indonesia pasca ditetapkannya pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres oleh KPU RI, masih dipenuhi dengan kecemasan. Banyak faktor yang membuat masyarakat dilanda kekhawatiran tentang kondisi bangsa ini pasca Pemilu tahun 2024.

Setidaknya ada tiga sudut pandang yang bisa menjadi petunjuk tentang munculnya kekhawatiran tersebut. Pertama terlalu beratnya beban pasangan Prabowo-Gibran untuk memenuhi janjinya membawa Indonesia melaju cepat menuju Indonesia emas. Karena banyak persoalan krusial pemerintahan Jokowi yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum Prabowo-Gibran membuat terobosan guna merealisasikan janji-janji politiknya.

Saat wawancara dengan Hersubeno Arief yang ditayangkan Chanel Youtube FNN, pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan Prabowo akan mengalami kesulitan besar membawa Indonesia menuju perbaikan. Karena dia menilai pemerintahan Jokowi meninggalkan banyak masalah, baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum dan lainnya. Masalah yang ditinggalkan pemerintahan Jokowi harus diselesaikan lebih dahulu sebelum Prabowo melangkah menjalankan program baru yang akan dilakukannya.

Kekhawatiran yang kedua muncul terkait langkah Prabowo yang berusaha kuat merangkul partai politik agar bergabung dengan pemerintahan yang dipimpinnya. Sebagian besar partai politik telah berhasil dikuasai dan hingga kini hanya tinggal PKS dan PDIP yang belum menerima ajakan Prabowo.

Sekalipun PKS dan PDIP tidak bisa dirangkul, atau bahkan kedua partai tersebut menyatakan sebagai oposisi, tampaknya posisi partai politik yang bergabung dengan Prabowo sudah sangat kuat. Dengan kondisi ini pemerintahan Prabowo Gibran nanti tidak memiliki oposisi yang kuat untuk menjadi pengontrol dan penyeimbang dalam menjalankan pemerintahannya.

Prabowo berupaya merangkul semua kekuatan partai politik tujuannya menerapkan politik rekonsiliasi. Perlunya kebersamaan dalam membangun dan memperbaiki kondisi bangsa. Perbedaan politik yang terjadi sebelum hingga pemilu tuntas, harus diselesaikan dengan bersama meluruskan tekad untuk membangun negeri dengan penuh kebersamaan.

Tidak seimbangnya kekuatan antara pemerintah dan oposisi diyakini oleh para pengamat akan menjadi penyebab tidak jalannya demokrasi di Indonesia. Padahal bangsa ini telah menganut sistem demokrasi, bahkan mengklaim sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, dengan ditunjukkan melalui pelaksanaan pemilu presiden secara langsung yang diikuti ratusan juta warganya.

Ketidakseimbangan kekuatan antara pemerintah dan oposisi, akan membuat demokrasi timpang. Bahkan para pengamat politik meyakini jika hal ini terjadi akan muncul diktator dan otoritarian baru, komunikasi politik satu arah sesuai dengan kepentingan rezim dan partai politik penyokong yang ada di dalamnya. Di sinilah demokrasi hanya tinggal nama sebagai ornamen hiasan sebuah pemerintahan.

Dalam sebuah diskusi yang digelar DPP PKB, Peneliti sekaligus Direktur Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai manuver yang dilakukan Prabowo merangkul semua keuatan politik sebagai upaya politik rekonsiliasi. Namun, kata dia, tidak semua politik rekonsiliasi itu berdampak baik. Rekonsiliasi yang sekadar hanya untuk memperkuat posisi eksekutif, bisa menimbulkan dampak negative.

Oposisi, kata Karyono, diperlukan guna menjadi penyeimbang bagi pemerintah. Pemerintahan tanpa oposisi memiliki kecenderungan korup dan otoriter dan melakukan abuse of power. Oposisi perlu agar ada check and balance. Karena itu dia berharap sebaiknya partai dari lawan politik partai pemenang tetap berada di luar pemerintahan.

Calon Presiden nomor urut 01 Anies Rasyid Baswedan dalam wawancara di sebuah stasiun TV swasta nasional juga menilai oposisi merupakan bagian integral dan tidak terhindarkan dari sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Kata dia ada tiga prinsip yang harus ditegakkan dalam sebuah pemerintahan demokrasi, antara lain hadirnya oposisi, pemerintahan yang konsisten dijalankan berdasar pada hukum perundangan dan harus dibukanya kebebasan pers.

Oposisi adalah mitra pemerintah yang berfungsi memberikan pandangan yang berbeda dan bisa memperkaya pilihan alternative yang bisa dijadikan dasar pemerintah dalam membuat keputusan. Antara pemerintah dan oposisi sama memiliki tugas mulia merumuskan dan menawarkan konsep kebijakan pembangunan nasional agar terencana tepat dan efektif untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.

Konsistensi menjalankan tugas pembangunan berdasarkan pada aturan perundang undangan, akan menjadikan pelaksanaan pembangunan berada dalam on the track, yang bisa menghindarkan praktek korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) atau bentuk penyalahgunaan lainnya.

Begitu pula dengan keberadaan pers. Pers akan menjadi lembaga politik yang bermakna bagi perjalanan pemerintahan. Sesuai fungsi pokoknya pers menjadi lembaga informasi, edukasi dan kontrol bagi pemerintahan. Pers bisa melakukan sosialisasi pembangunan sehingga bisa dilaksanakan secara tepat, dan pada saat yang bersamaan pers bisa mengontrol pemerintah agar tidak salah jalan. (*)

*Penulis adalah wartawan Global News di Pamekasan.

baca juga :

Songsong Libur Sekolah, KAI Surabaya Tambah Operasional Dua Kereta

Jembatan KaRe Dikebut, Pemancangan Rampung Akhir Agustus

Redaksi Global News

Kejar Implementasi Perda CSR Jatim, BPJamsostek Ajak Perusahaan Bersedekah Lindungi Pekerja Rentan

Redaksi Global News