Global-News.co.id
Secangkir Kopi Utama

KemendikbudRistek Harus Tegas

ERFANDI PUTRA
PEMIMPIN REDAKSI

HEBOH “profesor bodong” disertai kasus plagiarisme yang dilakukan oknum guru besar. Isu lama ini kembali mencuat. Kasus berulang karena Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dinilai tidak tegas. Kasus ini kembali mencuat saat Forum Dosen Peduli Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pattimura (Unpatti), Ambon, mendesak agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menindaklanjuti laporan mereka tentang seorang guru besar di kampusnya yang diduga melakukan plagiarisme. FEB melaporkan dugaan plagiarisme seorang guru besar, berinisial TCL, ke Kementerian Pendidikan pada Mei lalu.

Kuasa Hukum Forum Dosen Peduli FEB Unpatti, Woro Wahyuningtyas, menduga TCL melakukan plagiarisme dalam satu karyanya yang diajukan untuk mendapat gelar guru besar. Hasil penelusuran FEB, kata Woro, buku TCL tentang Teori Ekonomi Mikro diduga telah menjiplak buku Teori Ekonomi Mikro I karangan Rusmijati, seorang pengajar di Universitas Tidar, Magelang, Jawa Tengah. Kemiripan kedua buku itu mencapai 90 persen.

Sebelumnya guru besar Universitas Nasional (Unas) juga sempat mendapat tuduhan yang sama. Namun profesor yang bersangkutan membantah telah melakukan plagiat jurnal. Dan kasus ini bukan yang pertama.

Bukan hanya plagiasi, tapi juga ada perjokian menulis karya ilmiah untuk menjadi guru besar. Bahkan, hasil investigasi Kompas tahun lalu, pernah banyak dosen hingga calon guru besar tertipu karena menggunakan jasa pengelola jurnal ilmiah internasional yang diduga abal-abal Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI) yang diketahui ternyata berkantor di pinggiran Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Para pihak sepakat menulis karya ilmiah untuk dimuat di jurnal yang terindeks di Scopus. Karya yang bisa terindeks di Scopus sebenarnya sangat sulit, tapi dengan adanya perjokian, semua bisa dilakukan secara instan bersama dengan joki dari kampus tertentu.

Mereka ini tim khusus dari kalangan dosen muda dan mahasiswa, sementara peneliti utama dari kalangan dosen senior. Keuntungannya, kampus dapat menambah jumlah profesor, sementara dosen senior dapat kenaikan angka kredit. Praktik semacam itu juga terkait budaya kita yang terlalu berlebihan memandang tinggi gelar khususnya gelar profesor. Selain itu, harus diakui, bahwa gelar memang menjadi persyaratan untuk menaikkan status lembaga termasuk status diri seseorang. Namun, seharusnya, cara-caranya tetap ditempuh secara halal. Bukan gelar haram. (*)

baca juga :

BNI Java Jazz Festival 2023 Kembali Hadir, Rasakan Pengalaman Digital Tak Terlupakan

Liga 1: Jelang Kontra Madura United, Persebaya Fokus Tingkatkan Kondisi Fisik Pemain

Redaksi Global News

Cegah Polemik Pemilu 2024, KPU Sampang Gelar Rapat Koordinasi dan Sosialisasi 

gas