SURABAYA (global-news.co.id) – Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya memberlakukan pengetatan pengawasan dan monitoring di lapangan untuk mencegah masuknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak sapi di Surabaya.
Kepala DKPP Surabaya, Antiek Sugiharti, menyatakan, virus ini telah ditemukan di empat daerah di sekitar Surabaya. Sehingga, pihaknya telah mempunyai langkah-langkah yakni melakukan pengawasan di Rumah Potong Hewan (RPH) dengan para jagal.
“Ini untuk memastikan bahwa (hewan ternak) yang masuk ke RPH itu memiliki surat keterangan sehat dari daerah asal,” kata Antiek, Selasa (10/5).
Selain di RPH, kata Antiek, pengawasan juga dilakukan DKPP Surabaya pada daerah keberangkatan. Termasuk melakukan monitoring kepada setiap hewan ternak yang ada di Surabaya.
Setidaknya, ada sekitar 600 peternak sapi daging dan sapi perah di Surabaya. Sedangkan peternak kambing dan domba ada sekitar 996.
“Yang lebih penting adalah arus masuk hewan ternak yang dari luar Surabaya, khususnya yang dari daerah terjangkit itu sebisa mungkin kita hindari,” ujarnya.
Kata dia, saat ini DKPP Surabaya sedang menyiapkan Surat Edaran (SE) kepada masyarakat agar turut serta memiliki kepedulian yang sama dalam mencegah masuknya virus PMK.
“SE tersebut bakal disebar ke RPH, para jagal, hingga pasar-pasar tradisional.Ini untuk memastikan ternak yang masuk ke Surabaya tidak terjangkit. Jadi harus ada surat keterangan sehat dari daerah asal,” ujarnya.
Para camat di Surabaya diharapkan bisa membantu pengawasan, jika ada hewan ternak yang keluar masuk mereka harus memastikan surat sehat itu.
Sejumlah tanda klinis virus PMK pada hewan ternak di antaranya yakni, mengalami demam tinggi (39-41 derajat celcius), keluar lendir berlebihan dari mulut dan berbusa, serta terdapat luka-luka seperti sariawan pada rongga mulut dan lidah.
Kemudian, hewan ternak tidak mau makan, kaki pincang, luka pada kaki dan diakhiri lepasnya kuku, sulit berdiri, gemetar, nafas cepat, produksi susu turun drastis dan menjadi kurus.
Antiek pun mengimbau kepada masyarakat, apabila di wilayahnya menemukan hewan ternak yang memiliki tanda-tanda klinis tersebut, supaya segera melaporkan. “Karena sampai saat ini belum ada vaksin, hanya pengobatan dan isolasi terkait itu,” ujarnya.
Ia menegaskan virus PMK ini tidak menular kepada manusia. Sedangkan untuk dagingnya, juga masih aman untuk dikonsumsi. Hanya saja yang tidak dibolehkan dimakan yaitu pada sisi kepala hewan, kaki, dan jeroan atau organ dalam.
“Tetapi kalau proses dia (hewan) yang terjangkit ketika dipotong, airnya untuk mencuci itu bisa menularkan kepada ternak yang lain. Makanya dia (hewan) harus aman masuk RPH untuk dipotong,” paparnya.
Di sisi lain, setelah hewan ternak dipotong dan direbus secara matang, maka virus PMK juga mati. Akan tetapi, dalam proses pemotongan tersebut, virus PMK bisa saja menyebar ke hewan lain melalui pakaian manusia.
“Sehingga kalau di peternakan itu harus menggunakan pakaian yang aman (APD), dan petugas juga mengantisipasi itu. Jadi, masyarakat diimbau supaya lebih hati-hati terutama yang memiliki ternak,” tuturnya. (jnr, ati)