SURABAYA (global-news.co.id) – Untuk mengejar target menurunkan kasus Tuberkulosis (TBC), Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur me-launching aplikasi E-TIBI berbasis website. Aplikasi E-TIBI ini bertujuan memudahkan tenaga kesehatan dan masyarakat melakukan skrining Tuberkulosis secara mandiri (self assessment) baik secara aktif atau pasif guna percepatan eliminasi TBC di Jatim.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim, Dr dr Erwin Astha Triyono SpPD, mengatakan, keunggulan yang ditawarkan dalam aplikasi E-TIBI antara lain, masyarakat mudah mengakses aplikasi tanpa harus login terlebih dahulu, akses ke link aplikasi mudah disebarkan melalui media sosial, cepat dalam pengisian (±1 menit setelah pengguna mengisi identitasnya), menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, dan masyarakat bisa langsung mengetahui status pemeriksaan (terduga/bukan terduga).
“Setelah mengetahui status pemeriksaannya, masyarakat terduga TBC diharapkan segera datang ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat, sehingga dapat segera ditindaklanjuti oleh tenaga kesehatan,” ujarnya pada peluncuran Aplikasi E-TIBI di Surabaya, Rabu (27/4).
Masyarakat dapat mengakses aplikasi E-TIBI kapanpun dan di manapun. “Aplikasi E-TIBI didesain untuk memudahkan dan mendorong masyarakat agar mau datang ke fasilitas layanan kesehatan sedini mungkin. Sehingga semakin cepat diperiksa maka semakin cepat diobati dan dapat segera memutus rantai penularan di masyarakat,” tambahnya dalam launching yang dihadiri Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan RI, dr Tiffany Tiara Pakasi MA, Koalisi Organisasi Profesi (KOPI) TBC Jatim, Dr dr Soedarsono SpP(K), serta Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof Dr dr Budi Santoso SpOG(K).
Dalam paparannya, Erwin menyebut terdapat lebih dari 90 ribu kasus TBC di Jatim dan yang teridentifikasi baru 45%. Melalui aplikasi ini temuan kasus TBC bisa semakin ditingkatkan. “Kalau kasusnya ditemukan, kita punya 2 kesempatan. Pertama intervensi perilaku supaya tidak menular pada yang lain. Kedua, intervensi pengobatan supaya lebih sederhana. Kalau ketemu lebih dini pengobatannya akan lebih mudah ketimbang sudah stadium tinggi,” terangnya.
Implementasi self assessment melalui E-TIBI tidak hanya bertumpu pada kemandirian masyarakat, namun perlu dukungan berbagai pihak. Edukasi oleh tenaga kesehatan, kader dan komunitas menjadi penting untuk dilakukan. Hal ini akan mengurangi stigma sekaligus memberikan dukungan kepada mereka untuk mau melakukan self assessment/skrining mandiri.
Sebagai langkah awal, implementasi self assessment melalui E-TIBI dilakukan pada kelompok ODHA. Dinkes Jatim akan mengevaluasi dan menyempurnakannya sehingga bisa diterapkan kepada seluruh masyarakat Jatim.
“Melalui momen peresmian pada hari ini, kami mengajak seluruh pihak antara lain organisasi profesi, akademisi perguruan tinggi, organisasi masyarakat, komunitas peduli TBC, dan insan media untuk terlibat dalam menyukseskan program ini dalam rangka mencapai Eliminasi TBC di Jatim tahun 2030,” ujarnya.
Form skrining mandiri gejala TBC itu antara lain berisikan pertanyaan yang mudah diisi masyarakat dengan menjawab “Ya” atau “Tidak”. Di antaranya pada poin Gejala Utama, pertanyaannya “Apakah pernah mengalami batuk lebih dari 2 minggu”, “Batuk berdahak”, “Batuk kurang dari 2 minggu”.
Untuk menyukseskan implementasi inovasi E-TIBI ini juga dilakukan MoU dengan berbagai lintas sektor, antara lain dengan FK Unair, Koalisi Organisasi Profesi (KOPI) TBC, Dinas Komunikasi dan Informatika Jatim, USAID, dan Yayasan Mahameru. (ret)