JAKARTA (global-news.co.id) – Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menegaskan perkembangan internet yang selama beberapa dekade terakhir sangat masif tidak boleh sampai merubah karakter bangsa dan nilai-nilai luhur yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
“Dugaan saya, internet mengubah dunia. Tetapi yang tidak boleh berubah adalah karakter bangsa, tata nilai kita Indonesia,” katanya saat menjadi Keynote Speaker pada Webinar Pemanfaatan Internet untuk Pendidikan, Rabu (6/4) lalu.
Hadir sebagai pembicara Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel A. Pangerapan BSc, Dosen STIE Jayakarta Saprudin dan Kepala Pusat Studi Komunikasi Program Pasca Sarjana Universitas Sahid Algoot Putranto.
“Saya ingat internet ini sekitar tahun 1997 sudah mulai masif. Saat itu, kalau mau kirim berita, saya saat itu jadi grand master, Undangan datang melalui fax. Setelah internet, prosesnya dipangkas,” kata Utut.
Dia menjelaskan seringkali terjadi di mana setiap terjadi perubahan teknologi, orang barat yang memperoleh duitnya, sedangkan masyarakat kita di Indonesia hanya mendapatkan dampaknya. “Padahal, tidak ada satu pun bangsa yang kuat dengan karakter yang lemah,” katanya.
Dia menjelaskan internet untuk mendukung pendidikan adalah suatu keniscayaan. Tetapi ada tiga hal yang harus dijaga. Pertama, soal kontennya. Kedua, mengakselarasi tetapi tidak menghancurkan tata nilai atau budaya yang hidup, baik local wisdom atau hal-hal yang berkaitan dengan tata nilai bangsa. Ketiga, selalu setiap perbaikan, ada konsep efisiensi dan konsep lebih ekonomis.
Dosen STIE Jayakarta, Saprudin, mengatakan mau tidak mau, suka tidak suka, masyarakat harus menyesuaikan dengan perkembangan internet yang sudah terjadi. Sulit bagi masyarakat untuk melawan arus internet.
“Walau ada sisi negatif dari perkembangan internet, tetapi yang sisi positifnya harus diambil dan negatifnya dihilangkan. Kunci keberhasilan ada di tangan kita sendiri dan peluang untuk lebih maju dan berkembang sangat terbuka lebar karena internet,” katanya.
Kepala Pusat Studi Komunikasi Program Pasca Sarjana Universitas Sahid Algoot Putranto mengatakan digital memang mempercepat proses. Sampai tahun 2030 nanti, akan ada 23 juta pekerjaan yang digantikan dengan teknologi otomasi. Hal ini dibarengi dengan munculnya peluang 27 juta sampai 46 juta pekerjaan baru, di mana 10 juta di antaranya belum pernah ada sebelumnya.
“Ini tandanya kita semua harus bertransformasi. Kita tidak bisa lagi menerapkan cara pembelajaran yang sama seperti puluhan tahun lalu untuk mahasiswa kita yg menghadapi disrupsi digital. Kampus-kampus di Indonesia harus lebih semangat dan tanggap dengan perubahan ini,” katanya. (jef)