JAKARTA (global-news.co.id) – Wakil Presiden Ma’ruf Amin, selaku Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), meminta NU mulai mengambil peran di tingkat internasional dengan prinsip ukhuwah Islamiyah, ukhuwah insaniyah dan ukhuwah wathaniyah.
Hal itu disampaikan Wapres Ma’ruf saat mengikuti acara Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Jakarta, Sabtu. “Kita sudah saatnya mengambil peran global. Banyak yang mengharapkan peran NU di tingkat global karena NU memiliki prinsip yang disebut ukhuwah insaniyah, disamping ukhuwah Islamiyah dan wathaniyah,” kata Ma’ruf Amin di kediaman resmi wapres Jakarta.
Peran NU di tingkat nasional, lanjut Wapres, telah mendapat pengakuan dari banyak pihak, khususnya yang berkontribusi dalam menciptakan kerukunan dan perdamaian.
“Memang peran NU secara nasional, yang dianggap memiliki kontribusi besar di dalam menciptakan kerukunan dan perdamaian, ini menarik banyak pihak,” tambahnya.
Oleh karena itu, di tengah masih terjadinya konflik di sejumlah negara, Ma’ruf Amin meminta warga nahdliyin mulai terlibat dengan menggunakan pendekatan moralitas keagamaan dan kemanusiaan.
“Prinsip-prinsip NU itu yang diperlukan ketika dunia kita masih banyak terjadi konflik dimana-mana dan belum bisa teratasi, baik melalui jalur diplomasi politik apalagi jalur militer,” ujarnya.
Ajaran Ahlusunnah dan Proliferasi
Sementara itu, M. Mas’ud Said, Ketua Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Jawa Timur, mengusulkan ke PB NU memperkuat ajaran ahlusunnah di ranah publik. Termasuk di wilayah lembaga kenegaraan dan pemerintahan pusat maupun daerah.
Tokoh yang juga telah menyumbangkan pemikiran Peta Jalan NU Menuju Abad Kedua itu lantas mengingatkan agar proliferasi atau pengembangan ideologi yang dianggap sebagai salah satu penangkal radikalisme dan pemahaman Islam yang lebih damai dan sejuk, ditopang kodifikasi ajaran melalui penulisan buku Aswaja yang dapat dipelajari di kalangan umum dan sebagai bahan pendidikan keagamaan di masyarakat.
“Jadi saat NU sudah memasuki abad kedua, Aswaja yang mengajarkan Islam Wasthiyah dan akhlak keberagamaan yang pas dalam konteks bernegara dan berpemerintahan, sudah harus bisa menjadi bagian kurikulum pendidikan kenegaraan dan keagamaan dengan memodernisasi lembaga-lembaga pendidikan,” katanya.
M. Mas’ud Said, cendekiawan profesional yang hadir sebagai Dewan Pakar PP ISNU ini juga menekankan pentingnya aplikasi mindset atau cara berfikir Aswaja dan akhlak. Atau cara bertindak Aswaja bagi pengurus dan dan aktifis NU di jajaran publik pemerintahan, warga NU di kalangan bisnis – korporasi, kader NU di jajaran pimpinan perdagangan dan industri serta cendekiawan di kampus harus berperilaku sesuai kaidah sebagaimana diajarkan ulama.
“Ke depan PB NU bersama ulama dan cendekiawan seharusnya bisa memimpin dan menguasai mainstream ideologi kenegaraan dan cara keberagamaan yang wasthiyah, membawa keramahan hubungan antar-pemeluk agama yang kuat di kancah internasional. Terutama pada saat dunia sudah hampir kehilangan keadilan karena ideologi hubungan antar negara dan corak keagamaannya cenderung menimbulkan peperangan antar pemeluk agama,” ujarnya.
Munas Alim Ulama dan Konbes NU diselenggarakan di Grand Sahid Hotel Jakarta, Sabtu dan Minggu (26/9), dengan mengundang 250 pengurus dan anggota, guna membahas persoalan dalam negeri di bidang kesehatan, politik, hukum dan keamanan (polhukam), pendidikan hingga kesejahteraan rakyat.
Forum tertinggi kedua setelah Muktamar NU itu akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah terkait berbagai persoalan yang dihadapi Indonesia. (ins, jef)