LONDON (global-news.co.id) – Muslim di ibukota Inggris, London, memulai ibadah puasa Ramadhan 1442 Hijriyah sama dengan saudaranya di Indonesia pada Selasa 13 April 2021. Ibadah Ramadhan dalam suasana pandemi Covid-19 harus mereka lakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Misalnya saat salat Tarawih di The London Central Mosque atau Masjid Agung London yang disiarkan secara langsung via Zoom pada Rabu (14/4/2021) pagi. Jumlah jamaah dibatasi dengan jarak shaf 1,5 meter.
Ketua PCI Muslimat NU United Kingdom, Yayah Indra, mengatakan, jamaah salat Tarawih di London Central Mosque hanya beberapa orang saja. Semua laki-laki. Tidak ada jamaah perempuan. Diaspora asal Indramayu yang kini tinggal di Kota London ini kadang membayangkan bisa kembali bisa beribadah Ramadhan di masjid tersebut.
“Saya tidak Tarawih di Masjid London, cuma kantor saya dekat masjid tersebut. Saya lihat di Central Mosque London hanya beberapa orang saja jamaahnya, itu juga laki-laki semua. Kantor saya di samping masjid. By the law , kita memang belum boleh kumpul-kumpul indoor. Hanya out door saja, itu juga terbatas hanya 6 orang,” kata Yayah kepada Global News Rabu (14/4/2021).
Meski kondisi terbatas, namun WNI muslim di London tetap berusaha melakukan ibadah dan tradisi Ramadhan. Termasuk ibu-ibu Muslimat NU di Inggris yang tetap melakukan kegiatan Ramadhan, seperti pengajian dan mengumpulkan sadaqah dan zakat. Namun sebagian kegiatan itu dilakukan secara virtual.
“Kegiatan Ramadhan tetap ada, Alhamdulillah Khataman Al Quran dan pengajian tiap bulan secara virtual selama pandemi ini. Kami khususnya dari Muslimat NU juga mendatangkan penceramah dari ulama atau kiai Indonesia, seperti Buya Shakur, lalu dari Mubadhalah, dan lain-lain. Dan MNU UK juga kerja sama dengan Lazis-NU UK untuk zakat. Sebagian rezekinya anggota Muslimat di sini disalurkan melalui Lazis-NU UK. Dan Lazis-NU yang mendistribusikannya ke Indonesia seperti untuk membantu korban bencana alam recently. Juga ada beberapa mahasiswa di Indonesia, di mana saat ini ada 4 mahasiswa yang dibiayai oleh Lazis-NU UK. Selain itu kajian-kajian fikih lewat virtual juga tiap bulan. Insya Allah istiqomah. Amin. Zakat juga kita salurkan melalui Lazis NU UK. Kebetulan Lazis-NU UK baru lahir selama pandemic ini,” kata Yayah Indra.
Suka dukanya berpuasa Ramadhan di London sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Sama dengan perantau WNI di negara lain. Umat Islam di kota London ini menjalani puasa selama sekitar 16 jam. Imsak pukul 04.23 dan berbuka puasa saat Maghrib pukul 07.54 malam.
“Dukanya jauh dari keluarga di kampung dan belum bisa Tarawih atau ifthar di masjid. Apalagi saya baru di-vaccine sekali,” katanya.
Namun semua kondisi itu harus tatap disyukuri. Apalagi Yayah bisa berkumpul dengan keluarga kecilnya. Bersama anak-anak dan suami. Bisa sahur bareng. Bisa sahur atau buka puasa bersama tema-teman sesama orang Indonesia yang tinggal di London.
“Teman -teman asal Indonesia di sekitar saya juga banyak. Jadi bisa saling berbagi makanan. Saling kirim sebelum berbuka. Sebelum ada Covid 19 selama saya 24 tahun di London biasanya ada buka bersama di rumah dengan temen-temen dan Tarawih berjamaah di rumah kalau pas weekend. Tapi ya tetap bersyukur. Alhamdulillah dinikmati saja, dengan happy saja, biar ibadah kita bisa khusyuk dan lancar InsyaAllah aaamiin,” katanya.
Yayah Indra mengaku bahwa saling mengunjungi dan berbagi makanan merupakan tradisi muslim khas Indonesia di Inggris. Namun, suasana lockdown membuat interaksi mereka menjadi berbeda. Untuk lockdown sesi tiga yang berlangsung hingga 12 April 2021, Pemerintah Inggris membatasi pertemuan di luar ruangan hanya untuk dua keluarga atau maksimal enam orang, serta membatasi pertemuan di dalam ruangan.
“Kalau tidak sedang penguncian, acaranya makan-makan. Jadi kami saling bawa makanan sendiri-sendiri di satu tempat, entah itu di rumah saya, di rumah teman saya, jadi gantian. Nah, setelah lockdown ini kita tidak lagi ngumpul-ngumpul sesama orang Indonesia. Tapi, kemarin kita saling bagi-bagi makanan, istilah bahasa Jawanya itu munggahan begitu,” ungkap Yayah dikutip dari Antara.
Selama ini Yayah merupakan penggerak pengajian ibu-ibu Muslimat di London dan Inggris Raya. Ia juga aktif menggerakkan kegiatan-kegiatan sosial dan kemasyarakatan untuk warga diaspora Indonesia di Inggris.
Yayah lalu menyampaikan salam kepada Ketua Umum Muslimat NU yang juga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. “Salam saja buat Ibu Khofifah Pak,” katanya.
Berlibur Jelang Ramadhan
Cerita berbeda disampaikan oleh Suwondo, warga Indonesia yang bermukim di Southampton, kawasan pesisir selatan Inggris. Ia datang ke Inggris untuk kuliah master bidang Public Administration di University of Southampton. Bagi Suwondo, Ramadhan tahun ini merupakan pengalaman yang kedua di Inggris. Ia datang pertama kali ke Southampton pada akhir 2019 lalu.
“Kami mengisi waktu menjelang Ramadhan tahun ini dengan berlibur bersama keluarga. Ini juga sekaligus liburan Easter Break di Inggris, jadi anak-anak libur sekolah selama dua pekan, lumayan untuk jalan-jalan sekaligus menyegarkan pikiran. Jadi liburan dan menyenangkan keluarga menjelang Ramadhan,” kisah Suwondo, yang merupakan ASN di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Suwondo mengajak keluarganya untuk berkunjung ke beberapa kota yang dekat dengan tempat tinggalnya di Southampton. “Kami kemarin berkunjung ke taman wisata Badbury dan Kota Reading, mengunjungi taman-taman kota di kawasan itu. Kemudian, menelusuri Jurrasic Coast di kawasan Exmouth, East Devon, Dorset. Alhamdulillah, anak-anak senang dan pikiran menjadi segar. Semoga ketenangan jiwa dan perasaan bahagia menjadi bekal ibadah Ramadhan tahun ini,” terangnya.
Annisa Romadhona, muslimah Indonesia di Southampton, juga menikmati waktu Ramadhan untuk silaturahmi sesama orang Indonesia di Inggris. “Sedih juga suasana lockdown seperti sekarang ini. Biasanya kami sering berkumpul di satu tempat untuk berbagi makanan dan saling bertukar cerita, kangen-kangenan, nah sekarang ini tidak bisa mengundang banyak orang. Kami kemudian mengajak beberapa teman hanya enam orang untuk makan-makan di taman, di Riverside park yang tempatnya bagus,” jelas Annisa.
Bagi Annisa, momen berkumpul sesama orang Indonesia merupakan sesuatu yang berharga. “Iya, kami biasanya sibuk bekerja dari Senin hingga Jumat. Terkadang kalau akhir pekan juga ada tambahan kerja, over time. Nah, mumpung ini barengan dengan liburan Easter Break, jadi kami manfaatkan. Di Riverside park, bersama teman-teman, kami saling membawa makanan. Nah, meski sedikit orang, kami bisa menikmati, jadi happy,” kisah Annisa yang lahir di Palembang. Di antara sesama orang Indonesia di Inggris, Annisa dikenal jago membuat Pempek, kuliner khas tanah kelahirannya.
Idham Effendy punya cerita yang berbeda. Mahasiswa di The University of Sheffield itu merasakan aura pandemi yang sedih. Idham merupakan penyintas COVID-19 di Inggris, ia baru saja sembuh setelah beberapa pekan menjalani perawatan. “Alhamdulillah sekarang sudah sembuh, sudah segar kembali. Pandemi jadi pelajaran berharga bagi saya dan keluarga. Tinggal jauh di negeri orang, terkena COVID-19, tapi untungnya banyak teman yang membantu, seperti keluarga” terangnya.
“Ramadhan di tengah lockdown juga merupakan hal yang sulit, masjid-masjid dan tempat ibadah masih belum terbuka sepenuhnya. Banyak aktifitas komunitas muslim di Sheffield yang tertunda, tidak seperti Ramadhan seperti biasanya,” jelas Idham. (gas, ant)