JAKARTA (global-news.co.id) – Isu reshuffle Kabinet bergulir lagi. Hal itu menyusul keinginan Presiden Jokowi mengubah dan meningkatkan peran Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi. Isu semakin santer setelah jubir Wapres membenarkan bahwa Wapres KH Ma’ruf Amin telah diajak bicara oleh Presiden soal reshuffle kabinet tersebut.
Khusus adanya Kementerian Investasi mendapat sambutan positif kalangan pengusaha dan pelaku pasar. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani misalnya berharap, dengan BKPM menjadi Kementerian Investasi, peran terhadap perekonomian nasional menjadi lebih besar. Selain itu, Hariyadi juga menilai perubahan BKPM menjadi Kementerian Investasi tidak hanya pada perubahan nama atau nomenklatur saja, melainkan harus disertai kewenangan dan fungsi yang lebih besar dibandingkan BKPM.
Pasalnya, beberapa isu terkait proses penanaman modal saat ini cukup banyak yaitu tumpang tindih regulasi, insentif tak kompetitif dengan negara lain, kecepatan menanggapi niatan investor, serta kepastian investasi untuk jangka panjang.
“Investor global hanya mau misalnya dia investasi sekarang tidak ada hambatan dan ada kepastian hasil investasinya bisa berjalan dalam jangka panjang. Sehingga mereka akan menunggu apakah perombakan ini efektif atau tidak, mereka hanya melihat fakta lapangan, bukan cuma perubahan nomenkaltur,” kata Hariyadi, seperti dikutip dari Antara, Selasa 13 April 2021.
Untuk itu, Haryadi berharap, percepatan pembentukan Kementerian Investasi dengan tambahan fungsi dan kewenangan ini dapat segera direalisasikan. Sehingga mempermudah calon investor menanamkan modal ke Tanah Air. Terlebih saat ini antrean investor masuk ke Indonesia sudah sangat panjang dengan nilai yang besar.
Senada disampaikan Kepala Departemen Ekonomi Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri. Dia mengatakan, Kementerian Investasi harus memiliki jangkauan yang lebih luas, termasuk ke dalam kebijakan ekonomi lain.
“Apakah Kementerian Investasi ini memiliki peran untuk menentukan kebijakan perdagangan? Perindustrian? Ketenagakerjaan? Ini yang paling penting, karena fungsi ini yang sebelumnya tidak ada di BKPM,” katanya.
Selama ini, kata Yose, BKPM hanya punya dua fungsi utama yaitu menarik investasi, serta mengurus perizinan investasi. Sedangkan hal utama yang dibutuhkan investor adalah kepastian investasi dapat berjalan dalam jangka waktu yang panjang tidak melekat pada lembaga itu. Oleh karena itu, Yose berharap Kementerian Investasi harus memiliki jangkauan kebijakan yang luas. Ditambah lagi, kebijakan-kebijakan investasinya juga harus memiliki visi jangka panjang, tidak hanya sekadar menarik investasi melainkan sampai memastikan usaha investor beroperasi.
Dengan kewenangan BKPM yang terbatas selama ini, maka seringkali pengurusan investasi hingga usaha dapat beroperasi pun mandek karena tumpang tindih regulasi pada kementerian teknis terkait yang mengakibatkan realisasi investasi molor.
“Fungsinya harus ditambah. Tidak akan ada perubahan iklim investasi yang signifikan tanpa perubahan fungsi. Sebab investor akan melihat secara jangka panjang, bukan cuma kemudahan maupun kecepatan dalam perizinan,” kata Yose.
Sementara itu, Hariyadi menambahkan, terkait dengan target investasi tahun ini sebesar Rp900 triliun, ia yakin angka tersebut tercapai. Dengan catatan, berubahnya BKPM menjadi Kementerian Investasi disertai dengan tambahan fungsi dan kewenangan.
Meski demikian, ia berharap kelak Kementerian Investasi tidak hanya fokus pada mendorong realisasi investasi dengan nilai yang besar, tapi juga harus menarik investasi yang berkualitas. (ant/nas)