SURABAYA (global-news.co.id) – Meski berlangsung di tengah pandemi Covid-19, sebanyak 41 lembaga pendidikan jenjang SD, SMP dan MTs di Kota Pahlawan tetap antusias mengikuti seleksi penilaian Calon Sekolah Adiwiyata Kota Surabaya Tahun 2021. Dari puluhan peserta itu, sebanyak 31 lembaga pendidikan akhirnya dinyatakan lolos setelah melalui proses penilaian tiga komponen.
Tiga komponen penilaian yang dilakukan di tahun 2021 ini, yakni aspek perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan atau monitoring evaluasi. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. P52 dan P53 Tahun 2019.
Kasi Peningkatan Kualitas dan Penyuluhan Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya Dyan Prasetyaningtyas mengatakan, sistem penilaian Calon Sekolah Adiwiyata Tahun 2021 dengan Tahun 2020 masih sama, yakni dilakukan melalui daring atau online. Namun, di Tahun 2021 penilaian dilakukan mencakup tiga komponen.
“Kalau tahun 2020 itu masih dua komponen, yakni perencanaan dan pelaksanaan. Kalau sekarang 2021 sudah full lengkap ada tiga komponen, yakni pelaksanaan, perencanaan dan pemantauan atau monitoring evaluasi,” kata Dyan, Senin (15/3/2021).
Menurut dia, karena di tahun 2020 penerapan Permen LHK No. P52 dan P53 masih baru, sehingga untuk komponen penilaian Calon Sekolah Adiwiyata Kota pada aspek pemantauan, baru dapat dilaksanakan di Tahun 2021. Meski begitu penilaian di Tahun 2020 sebelumnya sudah sesuai dengan Permen LHK No. P52 dan P53.
“Tahun 2020 sudah sesuai P52 dan P53, cuma karena masih baru, sehingga untuk yang aspek pemantauan kita skip dulu. Mulai tahun 2021 ini, sudah full penilaian,” terang Dyan.
Dyan mengungkapan, meski berlangsung di tengah pandemi Covid-19, namun antusias peserta Sekolah Adiwiyata Kota Surabaya Tahun 2021 terbilang tinggi. Ini terbukti berdasarkan data DLH Surabaya, ada 41 lembaga pendidikan di Surabaya yang mengajukan.
“Total tahun ini ada 41 sekolah yang mengajukan, dan yang dinyatakan lolos 31 sekolah. Jadi penambahan untuk Sekolah Adiwiyata Kota Surabaya Tahun 2021 ini sebanyak 31 lembaga pendidikan,” ungkap Dyan.
Dyan menjelaskan, sekolah yang dinyatakan tidak lolos itu mayoritas dikarenakan kelengkapan administrasinya belum memenuhi persyaratan. Karenanya, Tim Penilai Adiwiyata Kota Surabaya tidak dapat melanjutkan penilaian ke tahapan verifikasi teknis.
“Karena pada penilaian Adiwiyata, yang awal sendiri adalah administrasi. Begitu administrasi sudah tidak bagus, sudah tidak memenuhi kriteria, kita tidak bisa melanjutkan ke verifikasi teknis. Memang kebanyakan lepasnya diverifikasi administrasi, khususnya di perencanaan,” kata dia.
Pihaknya berharap, ke depan sekolah yang belum lolos dapat mengikuti di tahun berikutnya. Demikian pula lembaga pendidikan yang belum pernah mengikuti seleksi Calon Sekolah Adiwiyata Kota Surabaya. Sebab, banyak sekali manfaat yang bisa diambil, dan salah satu satunya adalah menjadikan sekolah itu tak hanya mengajarkan hal-hal yang sifatnya umum, tapi ada juga penerapan-penerapan lingkungan.
“Tentu saja nantinya sejak dini anak-anak sudah diberikan pemahaman bahwa kita perlu untuk bisa peduli terhadap lingkungan hidup di sekitar kita. Itu intinya yang paling penting di Sekolah Adiwiyata,” tutur Dyan.
Namun demikian, bagi Dyan, yang paling utama adalah adanya kemauan dari sekolah itu sendiri. Jika sudah ada kemauan, dia optimis lembaga pendidikan itu mampu menjadi Sekolah Adiwiyata. Meski mayoritas sekolah itu sudah melakukan, namun dalam Adiwiyata ini semua yang dilakukan juga harus teradministrasi. “Jadi semua yang dilakukan, semua yang direncanakan harus sifatnya tertulis, terus kemudian terdokumentasikan, ada bukti pendukungnya. Kalau sudah menjadi Sekolah Adiwiyata, kalau mau dipakai sekolah sehat, sekolah budaya mutu atau sekolah-sekolah lain, maka akan lebih mudah. Karena administrasinya sama,” imbuhnya.
Sementara itu, salah satu Tim Penilaian Sekolah Adiwiyata Kota Surabaya Tahun 2021, Ria Ayni menambahkan, berdasarkan penilaian yang dia lakukan, kelengkapan administrasi dokumen pendukung pada beberapa sekolah masih kurang. Terutama dalam folder dokumen pendukung pada poin publikasi yang dia nilai.
“Contoh ada sekolah yang mencantumkan website, tapi ketika kita cek masih berupa draf. Ada juga yang dokumen pendukung harusnya ditaruh pada folder publikasi, namun ada di folder lain. Tapi kalau seperti itu masih kita masukkan penilaian,” kata Ria sapaan lekatnya.
Ria menyatakan, mayoritas lembaga pendidikan yang kelengkapan administrasi kurang itu ada pada lembaga pendidikan jenjang SD. Sementara untuk jenjang SMP, dia menilai bahwa kelengkapan administrasinya sudah lumayan bagus. “Ada pula SD yang dokumen pendukung publikasi itu dalam folder hanya berupa surat tugas, tidak ada bukti foto, screenshot, atau link. Ketika kita cek di instagram atau sosial medianya sekolah itu, ternyata juga tidak ada,” pungkasnya. pur