JAKARTA (global-news.co.id) – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyoroti hasil investigasi soal perusahaan Korea Selatan yang diduga membakar hutan di Papua untuk membuka perkebunan kelapa sawit. LaNyalla meminta agar ada penyelidikan terkait hal tersebut.
“Pihak berwajib bekerjasama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) harus segera melakukan penyelidikan. Pembakaran hutan tidak bisa dibiarkan,” ujar LaNyalla, Jumat (13/11/2020).
Investigasi soal pembakaran hutan itu dilakukan Forensic Architecture dan Greenpeace Indonesia, yang diterbitkan pada Kamis (12/11/2020) lalu. Mereka menemukan bukti Perusahaan asal Korsel, PT Korindo Group melakukan pembakaran hutan di Papua untuk membuka perkebunan kelapa sawit.
PT Korindo merupakan konglomerasi perusahaan sawit yang menguasai lebih banyak lahan di Papua dibandingkan konglomerasi lainnya. Diketahui, perusahaan ini telah membuka hutan Papua lebih dari 57.000 hektare atau hampir seluas ibukota Korsel, Seoul.
Dari hasil investigasi itu ditemukan pola pembakaran sengaja secara konsisten selama beberapa tahun belakangan. Akibatnya, masyakarat Papua dari Suku Mandobo dan Malind yang tinggal di pedalaman Papua terancam kehilangan hutan adat mereka.
“Jika terbukti benar perusahaan ini melakukan pembakaran di hutan adat, harus segera ditindak. Hutan harus dilindungi karena merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat adat Papua,” tegas LaNyalla.
Hutan adat Papua merupakan salah satu hutan hujan yang tersisa di dunia. Hutan adat Papua memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Bahkan 60% keragaman hayati Indonesia ada di papua. Oleh karena itu, LaNyalla meminta kepada pihak-pihak terkait untuk segera mengambil langkah atas hasil investigasi ini. “Kita nggak bisa tinggal diam saja kalau kekayaan alam kita dirusak,” kata Senator asal Dapil Jawa Timur itu.
LaNyalla mengingatkan mengenai hak ulayat masyarakat Papua terhadap hutan adat. Hak ulayat diatur dalam UU No 5 Tahun 1960 atau UU Pokok Agraria (UUPA). Selain itu terdapat juga Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua Nomor 23 tahun 2008 soal hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah.
Berdasarkan hal tersebut, masyarakat adat bisa mengambil manfaat atas tanah hutan di Papua, termasuk hak guna oleh perusahaan. Meski begitu, Ketua DPD itu meminta agar hal tersebut diulas kembali, sehingga dapat diketahui apakah masyarakat adat di Papua sudah betul-betul mendapatkan haknya. Sebab ada laporan mengenai ganti rugi yang tidak sesuai kepada warga oleh perusahaan atas penggunaan hutan adat.
“Harus dicek lagi apakah proses ganti rugi atas hak ulayat warga Papua atas hutan adat yang dijadikan kebun kelapa sawit sudah seperti semestinya,” kata LaNyalla.
Pemerintah pusat juga diharapkan turun tangan untuk menyelidiki dugaan pembakaran hutan adat di Papua ini. Selain itu, kata LaNyalla, pihak kepolisian juga harus memantau anggotanya yang turut membantu pengamanan di kebun kelapa sawit tersebut.
“Semua harus bekerjasama untuk bisa mengungkap permasalahan ini. Saya harapkan senator-senator Papua juga mengawal kasus ini,” sebut LaNyalla.
Ada 4 anggota DPD RI periode 2019-2024 dari Dapil Papua. Mereka adalah Yorrys Raweyai, Octopianus P. Tebai, Herlina Murib, dan Pdt. Ruben Uamang. dja, tri