Minggu lalu, Mat Tadji ngopi bareng dengan sohibnya, Gassanto. Keduanya, lama tak bertemu, sehingga banyak hal yang diobrolkan. Dari pekerjaan hingga informasi-informasi terkini. Tak lupa hal-hal lucu terselingi di acara ngopi tersebut, yang akhirnya membuat mereka terbahak-bahak. Keduanya, juga tak lupa menyentil kehidupan masing-masing.
“Saya ingatkan kamu jangan hanya bekerja saja. Jaga kesehatanmu. Aku dengar kau sekarang sudah jadi “Bang Toyyib” yang gak pulang-pulang. Kasihan badanmu. Manusia pasti ada batasnya, artinya, kita tak bisa bekerja terus, sementara istirahat tak dihiraukan. Kalau kamu sukses, tapi mengorbankan kesehatan hingga keluarga apa arti kesuksesanmu,” kata Gassanto mulai membuka pembicaraan yang agak serius.
“Ya, benar kau. Pekerjaanku ini gak usai-usai. Selesai satunya, yang lain sudah antre. Sebenarnya saya menyadari hal itu semua tak baik, tapi bagaimana lagi ya. Namanya tugas harus dikerjakan. Ini kan tanggungjawab. Aku sebenarnya ingin bekerja normal, tapi aku punya tanggungjawab,” kata Mat Tadji.
Gassanto menyadari keadaan sohibnya ini. Pada zaman sekarang, biaya dan tuntutan hidup semakin tinggi. Ini yang membuat seringkali orang pusing tujuh keliling. Biaya transport, makan sehari-hari, rekening telepon, listrik, telepon selular, biaya pendidikan anak-anak, dan masih banyak lagi. Kalau mau merincinya satu persatu mungkin tidak akan cukup satu buku agenda.
“Satu-satunya solusi untuk menutupi semua kebutuhan itu adalah dengan bekerja keras. Ada yang menuntut kerja keras karena usaha atau perusahaannya memang membutuhkan demikian. Ada pula, seseorang dituntut kerja keras, karena penghasilan yang didapatnya tidak mencukupi, banyak yang melakukan kerja sampingan untuk mendapat uang tambahan,” guman Gassanto.
Lalu Gassanto lebih mendekatkan tempat duduknya ke Mat Tadji. Gassanto berkata, di kota-kota besar seperti Surabaya, Jakarta dan kota lainnya, ada sejumlah orang yang kekurangan waktu untuk dirinya pribadi. Waktu istirahat berkurang, waktu untuk tidur pun cuma sebentar. Nggak ada lagi waktu untuk main-main atau sekedar santai. Pokoknya seluruh waktu dihabiskan untuk mencari satu benda, uang..!
“Mungkin karena semangat bekerja, cari penghasilan tambahan, kamu merasa tidak menemui masalah. Mungkin kamu berpikir yang penting apa yang kamu lakukan adalah halal dan tidak merugikan orang lain. Ini salah prent,” kata Gassanto. Sementara Mat Tadji semakin serius mendengarkan “petuah” sahabatnya ini.
Ingat, kata Gassanto, jika dirimu terlalu keras bekerja, ada dampak lain selain bertambahnya penghasilan. Kesehatan yang semula fit akan terganggu. Karena kerja keras membuat kehilangan waktu untuk beristirahat. Bahkan yang paling mengganggu kesehatan, waktu makanpun sering dikorbankan untuk mengejar setoran. Akibatnya akan terserang sakit magg, sakit kepala, bahkan bisa kita jantung hinga stroke.
“Waktu untuk berkumpul dengan keluarga dan orang-orang terdekat pun harus rela terpangkas. Waktu untuk rekreasi bersama, bercanda dan bercerita menjadi hal yang sangat langka karena kesibukan kamu mencari uang. Itu pikirkan ya. Kamu umurnya sudah tua. Apa yang kau cari sampek-sampek jarang pulang. Minggu lalu, istrimu (Anna Ombenina) telpon aku bahwa kau jarang pulang sekarang. Malah sering tidur di kantor sekarang. Cilakak kau,” kata Gassanto sambil menepuk bahu Mat Tadji.
Mat Tadji terhentak. Dalam hatinya berkata, apa yang dikatakan sohibnya benar semua. Hanya saja, dia tidak tahu semuanya bahwasanya dirinya begini, untuk kebahagiaan orang banyak. Untuk keluarga, untuk family hingga untuk teman-temannya. Aku yang dikerjakan sudah berada garis benar kalau dilihat dari garis hukum, tetapi kalau dilihat garis kesehatan, memang amburadul.
“Sakalangkong (terima kasih, Madura Red) atas peringatanmu. Apa yang kau omongkan benar semua. Saya saja yang hidup ngawur, tapi semuanya ini saya mempunyai tujuan agar keberadaan saya ini bermanfaat bagi yang lainnya,” kata Mat Tadji sambil menyeruput kopinya. Sementara Gassanto menyalakan rokok kreteknya.
Mereka berdua, lalu beganti topik pembicaraan. Macem-macem yang dibicarakan. Dari nostalgia, politik hingga ekonomi. Setelah hampir 2 jam mereka ada di warung kopi, akhirnya pada bubaran. “Ingat. Jaga kesehatan. Ojok golek duwit tok,” kata Gassanto sambil menstater motornya.
“Siap bos,” sahut Mat Tadji. (*)