SURABAYA (global-news.co.id)-Rencana penurunan nilai pajak hiburan di Surabaya yang dimasukkan dalam draft raperda pajak daerah, mendapat sorotan berbagai kalangan anggota DPRD Surabaya. Mereka pun mempertanyakan usulan penurunan pajak terhadap sejumlah acara hiburan dan bisnis Rekreasi dan Hiburan Umum (RHU).
Misalnya, untuk kontes kecantikan dari nilai awal 35 persen diusulkan menjadi hanya 10 persen. Demikian juga dengan pajak untuk discotik, karaoke dewasa, panti pijat, club malam dan sejenisnya, dari nilai awal 50 persen, akan diturunkan menjadi 20 persen.
Padahal kabar yang beredar, usulan draf penurunan nilai pajak hiburan ini merupakan Raperda inisiatif dari DPRD Surabaya. Anehnya lagi, sejumlah anggota dewan terutama di Komisi A DPRD Surabaya yang membahas Raperda tersebut justru ramai-ramai membantahnya.
Sikap yang sama juga diperlihatkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Bahkan, Pemkot sendiri mengakui jika ide adanya penurunan tariff pajak hiburan tersebut berasal dari kalangan anggota DPRD Surabaya.
Irwanto Limantoro anggota Komisi A DPRD Surabaya asal partai Demokrat mengatakan, langkah penurunan pajak RHU dinilai aneh, dan dianggap sikap yang nanggung. “Kalau memang niatnya seperti itu, ya nanggung, kenapa tidak dibebaskan sekalian, supaya Kota Surabaya menjadi Kota Hiburan,” ucap Irwanto, Sabtu (15/7/2017).
Menurut Irwanto, jika niatnya membantu masyarakat, harusnya yang diturunkan itu pajak makanan dan minuman, karena dampaknya akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi. “Ya ini memang aneh, karena kita mengetahui bahwa hasil PAD dari sektor hiburan cukup besar, karena kalau niatnya membantu masyarakat, kenapa bukan pajak makanan dan minuman yang diturunkan, agar bisa menumbuhkan pengusaha baru,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan dan Keuangan Kota Surabaya, Yusron Sumartono menegaskan, bahwa Pemkot tidak ada rencana untuk menurunkan besaran pajak untuk RHU. Pasalnya, pajak dari RHU selama ini termasuk menjadi penyumbang signifikan bagi besaran PAD Kota Surabaya.
Karenanya, tidak ada alasan bila kemudian pajak dari sektor tersebut diturunkan. “Tidak ada penurunan tarif (pajak RHU) seperti yang selama ini diberitakan. Untuk pajak hiburan, setelah dibahas di Pansus Raperda pajak daerah, kita sepakat dikembalikan ke tarif sesuai Perda IV,” tegas Yusron.
Yusron mencontohkan, untuk pajak bioskop sebesar 10 persen, lalu untuk tempat hiburan malam seperti tempat karaoke dewasa, klub malam, panti pijat maupun diskotek, besaran pajaknya masih tetap 50 persen. Menurutnya, sedari awal Pemkot tidak mengusulkan apa-apa (penurunan besaran pajak RHU).
“Kami hanya mengakomodir ada Raperda pajak online, ada kajian akademis. Kalau untuk yang membahas RHU tetap, sudah clear. Sekarang (draft Raperda pajak daerah) masih dalam pembahasan di Pansus. Dan dalam prakteknya, sekarang ini masih berlaku Perda Nomor 4 itu,” sambung Yusron.
Selama ini, sambung Yusron, potensi dari pajak daerah untuk RHU nilainya cukup besar. Khusus untuk pajak hiburan, dia menyebut besarannya sekitar Rp 60 miliar pertahun. “Kalau ada penurunan tarif kan potensi nya jadi berkurang, sementara kami sedang menggali PAD. Kalau pajak hiburan menyumbang PAD sekitar 60 miliar per tahun. Kalau PAD dari pajak sekitar Rp 3 triliun,” sambung Yusron. * nas