JAKARTA (global-news.co.id)-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menjadi korban terror. Pagi hari ini, Selasa (11/4/2017), seusai shalat subuh di dekat rumahnya, penyidik kasus korupsi E-KTP ini disiram air keras hingga membuat sebagian wajahnya melepuh.
Taufik Baswedan, salah satu anggota keluarga, mengatakan aksi teror itu terjadi sesudah Novel Sholat Subuh berjamaah di masjid dekat rumahnya, daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Sekarang Novel masih dirawat di Unit Gawat Darurat RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, dengan kondisi sadar.
Sekadar diketahui, Novel sudah beberapa kali mendapat teror. Tahun lalu, dia ditabrak mobil waktu naik sepeda motor menuju kantornya, di Kuningan, Jakarta Selatan.
Novel juga sempat dipidanakan atas kasus meninggalnya tahanan sekitar tahun 2004, waktu dia jadi penyidik di Bengkulu.
Rangkaian teror itu terjadi sesudah Novel memimpin penyidikan berbagai kasus besar, di antaranya kasus korupsi Simulator SIM di Kepolisian, dengan tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Ia juga menjadi penyidiki kasus korupsi yang menjebloskan mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron.
Saat ini Novel sedang menyidik perkara dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik yang ditaksir merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun.
Novel juga pernah bersaksi di pengadilan Tipikor saat dikonfrontir dengan Miryam S Haryani politisi Hanura yang kini juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, akhir-akhir ini Novel juga terlibat persoalan di internal KPK. Novel yang mewakili Wadah Pegawai KPK menolak dengan tegas rencana pengangkatan langsung anggota Polri yang belum pernah bertugas di KPK menjadi Kepala Satuan Tugas (Kasatgas).
Akibat permasalahan internal di KPK tersebut, Novel bahkan sempat mendapat Surat Peringatan kedua (SP2). Tetapi SP2 itu akhirnya dicabut oleh Pimpinan KPK.
Menanggapi peristiwa ini, Ketua Komisi III yang membidangi hukum DPR RI, Bambang Soesatyo minta polisi segera bergerak cepat melakukan penangkapan terhadap si pelaku dan mengungkap motif penyiraman tersebut.
“Semua komponen masyarakat harus bergerak melawan bersama-sama atas tindakan ini. Penyiraman air keras kepada penegak hukum adalah tindakan teror dan intimidasi. Polisi harus gerak cepat mengungkapnya,” kata Bambang di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, mengatakan, pihaknya hingga kini masih melakukan berbagai upaya penyelidikan untuk mengusut siapa pelaku penyiraman air keras.
“Masih terus kami selidiki, masih kita periksa jenis air keras apa, semua masih kita analisis di laboratorium forensik,” ujar Argo di lokasi sidang penuntutan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kementerian Pertanian Jakarta Selatan, Selasa (11/4/2017).
Argo menjelaskan, ada saksi mata yang memang melihat kejahatan tersebut.
“Ada saksi yang melihat, dan masih kita dalami. Ini juga masih kita dalami apa bersangkutan dengan kasus yang tengah diusut, saat ini korban (Novel) masih menjalani perawatan,” pungkas Argo.
Kapolres Jakarta Utara Kombes Pol Dwiyono mengakui adanya saksi yang melihat aksi teror. Pelakunya berjumlah dua orang ke Novel Baswedan berboncengan menaiki satu motor. Motor yang digunakan jenis matic. “Dari keterangan korban dan saksi, tersangka diduga ada 2 orang dengan menggunakan motor matic jenis bebek,” ujar Dwiyono kepada wartawan usai menjenguk Novel di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (11/4/2017).
Dwiyono menjelaskan kedua pelaku kabur usai menyiram air keras kepada Novel. Sejauh ini ada dua barang bukti yang diamankan. “Di mana pada saat melakukan, tersangka langsung melarikan diri menggunakan motor yang dipakai,” ujar Dwiyono.
Sementara belum ada keterangan resmi terkait motif teror air keras, Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga, teror ini terkait dengan upaya pembongkaran kasus mega proyek e-KTP yang sedang dilakukan KPK. “Teror terhadap Novel sudah beberapa kali dilakukan. Diduga kuat, aksi serangan terhadap Novel kali ini berkaitan erat dengan kasus korupsi E-KTP yang tengah diusut KPK,” ujar Koordinator ICW, Adnan Topan, di Jakarta, Selasa (11/4/2017).
ICW menegaskan, kasus teror tersebut tidak boleh dipandang sepele. Menurutnya, hal itu menunjukan sebagai ancaman agenda utama terhadap pemberantasan korupsi. “Teror terhadap Novel harus dilihat sebagai ancaman terhadap agenda pemberantasan korupsi,” paparnya.
“Orang atau kelompok yang melakukan teror punya tujuan utama, yakni bagaimana supaya proses hukum atas kasus tertentu berhenti,” jelas tambah Adnan.
Karena praktek kekerasan atas personel KPK telah dilakukan berulang kali, ICW menuntut kepada Presiden Jokowi dan Kapolri untuk mengambil sikap tegas dengan mengusut pelakunya serta menyeretnya ke proses hukum. “Masyarakat Indonesia perlu tahu siapa dalang di balik aksi teror yang dilakukan kepada Novel Baswedan. Presiden Jokowi dan Kapolri juga harus meningkatkan upaya untuk memberikan rasa aman dan perlindungan bagi siapapun yang bekerja untuk melawan korupsi di Indonesia,” tegas Adnan. (mar/nta/len/ssn)