
SURABAYA (global-news.co.id) – Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur ingin segera menuntaskan permasalahan stunting dan pernikahan anak di wilayah kerjanya. Terbaru, BKKBN Jatim menggandeng Kepolisian Daerah (Polda) Jatim.
Menyikapi masih tingginya angka stunting di Indonesia, Kapolda Jatim Inspektur Jenderal Polisi drs Imam Sugianto MSi meminta jajarannya untuk mendukung BKKBN dengan memasifkan berbagai bentuk kegiatan yang implementatif dalam menuntaskan masalah stunting.
“Berdasarkan data, salah satu penghambat dan kekurangan generasi muda kita yaitu masalah stunting yang masih ada ternyata sebesar 21,5% di tahun 2023. Dan angka tersebut hanya turun 0,1 dari tahun 2022. Ini miris,” kata Irjen Pol Imam Sugianto dalam rilis penandatanganan naskah perjanjian kerjasama dengan Kepala Perwakilan BKKBN Jatim, Maria Ernawati, terkait dukungan pelaksanaan Program Bangga Kencana serta Percepatan Penurunan Stunting di Jatim yang diterima Kamis (26/7/2024).
Imam menyayangkan kalau kepala daerah yang disebutkan wilayahnya ada bayi-bayi yang masih stunting menganggapnya sebagai aib.
“Padahal realitasnya, kita dapatkan di lapangan anak-anak kita yang masih bayi-bayi masih terdampak. Ini sebenarnya tugas kita bersama. Jadi terima kasih Ibu Maria, mari kita tekankan lagi, dengan ditandatanganinya kerjasama ini, Kapolres dengan jajarannya, Kepala BKKBN Jatim dengan jajarannya di kabupaten/kota untuk segera memprogramkan kegiatan yang betul-betul implementatif, menyentuh pada kantong-kantong kasus stunting yang sudah dipetakan. Kurang lebih 6 bulan ke depan program itu bisa dimasifkan, kita laksanakan,” lanjutnya.
Menyongsong Indonesia Emas tahun 2045, Imam menyebut mempersiapkan generasi unggul bukan hal mudah. Diperlukan dukungan otoritas yang berwenang karena investasi dalam menyiapkan SDM tidak bisa dirasakan serta merta.
“Memang menyiapkan generasi unggul itu tidak mudah, kita mungkin banyak mengambil contoh di negara-negara maju. Yang paling mendasar dalam menyiapkan generasi unggul, para pemimpin para otoritas yang diberi wewenang di saat itu harus berkorban. Karena investasi di SDM, memerbaiki akhlak, moral dan kualitas itu hasilnya tidak kita rasakan hari ini. Itu baru bisa kita rasakan setelah kita meninggal. Kalau kita tidak ada, wujud karya kita akan menggantikan posisi kita nanti pada 20 atau 30 tahun yang akan datang, mereka menjadi pemimpin yang meneruskan cita-cita kita saat ini,” sambung Imam.
Dia mencontohkan salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah dalam menyiapkan SDM yang berkualitas ialah dengan memberikan asupan makanan berprotein tinggi sejak usia dini.
“Di 2013 saya mendengar pembicaraan presiden saat itu, Pak Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Argentina sebelum acara resmi. Beliau tanya, bagaimana bisa mencetak atlet-atlet bola kelas dunia,” kata Imam.
“Ibu presiden (Argentina, red) waktu itu memberikan jawaban, di negaranya memporsikan asupan makanan dari generasi pemula, bayi-bayi kita setelah tumbuh kembang atau balita asupan proteinnya dimaksimalkan dari asupan yang lain. Sekitar 60 atau 80 persen, terus disiapkan seperti itu asupan makannya. Sehingga yang tercipta sekarang seperti Lionel Messi, kemudian tokoh-tokoh lainnya karena memang dari kecil sudah disiapkan makanan yang cukup gizi,” lanjutnya.
“Manakala kita cukup menyiapkan porsi masakan yang bergizi untuk anak-anak kita, keluarga kita berbagi dengan masyarakat, ya ini sebenarnya tanggungjawab negara. Itu memang tidak populer, saat itu tidak ada rasakan hasilnya, tapi begitu dia tumbuh kembang menjadi dewasa, menjadi generasi unggul yang mampu bersaing, maka negara ini yang akan merasakan dampaknya,” sambung Imam.
Kepala Perwakilan BKKBN Jatim, Maria Ernawati, menyampaikan terima kasih bisa berkolaborasi dengan dengan Polda Jatim dalam upaya meningkatkan kualitas SDM di masa depan. Khususnya dalam upaya penanganan stunting, pelayanan KB dan persoalan perkawinan anak.
Terkait mewujudkan keluarga yang berkualitas, Maria mengungkap, masih ada isu stunting yang merupakan ancaman bagi SDM Indonesia di masa depan. Karenanya pencegahan stunting perlu melibatkan multisektoral baik Lembaga/kementerian, LSM bahkan masyarakat itu sendiri.
“Tentu saja saya berharap dengan MoU ini, di lini lapangan dari kepolisian punya Babinkamtibmas, kami punya Penyuluh KB yang bisa saling berkoordinasi di lapangan mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat, khususnya terkait stunting. Dengan MoU ini saya berharap bisa dibantu kegiatan pelayanan KB mungkin di rumah sakit-rumah sakit Bhayangkara yang ada di Jatim yang Insyaallah nanti alat dan obat kontrasepsinya dari kami,” kata Erna.
Tingginya perkawinan anak di Jatim, diakui juga menjadi faktor penyebab stunting, KDRT karena usia masih muda belum stabil dari sisi emosi.
“Ini yang perlu nanti kita lihat di lapangan. Banyak dari hasil perkawinan anak, hampir 80% bercerai. Jadi di Jawa Timur ini angka absolutnya sekitar 3.000 Janda Usia Sekolah, kami menyebutnya JUS, karena masih belum 19 tahun sudah menjadi janda. Kami harapkan kita bisa kerjasama untuk mencegah terjadinya JUS dan pernikahan anak,” pungkasnya. (ret)

