SIDOARJO (global-news.co.id) – Ibadah puasa beda dengan ibadah lainnya. Salah satu parameter keberhasilan dalam ibadah puasa, yakni ada perubahan ketaqwaan pada diri seseorang. Bila setelah bulan puasa seseorang semakin baik ibadahnya, maka seseorang itu diterima amalaan puasànya.
“Orang yang berhasil dalam puasanya, ditandai dengan berbagai kebiasaan jeleknya hilang. Berganti dengan kebaikan-kebaikan. Berbagai ibadah yang dikerjakan selama Ramadahan, terus berlanjut seuasai Ramadhan. Sholat tahajut dan amalan lainnya dilaksanakan seuasai Ramadhan. Apalagi kebiasaan merokoknya ditinggalkan, itu bagus sekali. Merokok itu kan membahayakan kesehatan kata Ustad Taufiq AB dalam Kuliah Subuh di Masjid Raudhatul Jannah, Perum Wisma Permai, Pepelegi, Waru, Sidoarjo, Minggu (24/6/2018).
Kuliah Subuh yang dikemas dalam acara Halal Bihalah tersebut dihadiri sekitar 250 jemaah laki-laki dan perempuan. Acara digelar seusai sholat subuh tersebut diakhiri dengan salaman dan sarapan bersama.
Lebih lanjut Ustad Taufiq AB mengatakan, tujuan puasa itu kan untuk mencapai tujuan agar ibadah kita lebih baik. Ketaqwaan kita semakin meningkat. Kalau setelah puasa kita kembali seperti sebelum puasa, apalagi lebih buruk lagi, ya itu namanya bahwa yang bersangkutan tidak mencapai tujuan.
“Kita dianjurkan dalam puasa banyak-banyak membaca Al-Quran. Jangan hanya dibaca, tetapi Al-quran itu diamalkan,” kata ustad.
Lalu Taufiq berbagi pengalaman saat dirinya diundang berceramah. Ketika ustad Taufiq menghadiri undangan tersebut, ternyata undangan akad nikah. Yang mengejutkan dalam akad tersebut, maharnya Al-Quran. Setelah akad dilanjutkan dengan resepsi. Yang membuat kaget sang ustad, saat akad maharnya Al-Quran, resepsinya pengantinnya menggunakan baju adat yang ada buka auratnya.
“Nah ini kan bertolak belakang. Yang ini gak bener. Jangan ditiru,” katanya.
Dikisahkan, kata Taufiq, pada zaman Nabi Muhammad ada pemuda yang belum menikah. Nabi bertanya mengapa belum menikah. Sang pemuda menjawab tak punya mahar. Nabi mengatakan berikan mahar meskipun cincin dari besi. Pemuda itu menjawab tak punya. Akhirnya Nabi menganjurkan pemuda yang pandai membaca Al-Quran tersebut dengan mengajarkan Al-Quran kepada calon instrinya.
Jadi, jangan asal memberika mahar Al-Quran dalam akad nikah kalau yang bersangkutan tak dapat “menjaganya” dalam kehidupan sehari-sehari. “Mahar yang benar, yakni mahar yang bernilai ekonomis. Seperti uang, tanah dan lainnya. Baru setelah itu ditambahi Al-Quran dan sajadah tak apa,” pungkasnya. (Erfandi Putra).