Global-News.co.id
Indeks Metro Raya

10 Juta Lebih Anak di Jatim Divaksin Difteri Serentak, Usia 1-19 Tahun Wajib Imunisasi

Pelaksanaan imunisasi difteri (DPT) di Jawa Timur menarget 10 juta lebih anak-anak berusia 1-19 tahun.

SURABAYA (global-news.co.id)-Imunisasi difteri akan dilaksanakan serentak di 38 kabupaten di Jawa Timur. Sebanyak 10.717.765 anak akan menjadi target imunisasi massal.

“Seluruh anak di Jawa Timur harus diimunisasi, baik di daerah yang ditemukan kasus difteri maupun tidak ada. Seperti di Lamongan tidak ada kasus difteri, tapi ada anak usia 1-19 sebanyak 300 anak, tetap dilakukan imunisasi,” kata Pakde Karwo saat memimpin Rapat Koordinasi Pemantapan ORI Difteri Se Jawa Timur bersama Sekjen Kemenkes, Untung Suseno, Rabu (17/1) di Kantor Dinkes Jatim.

Rencananya, pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) atau imunisasi massal dan serentak di Jawa Timur dilakukan sebanyak tiga putaran yaitu periode Februari-Maret, April-Mei dan Oktober-November.  “Untuk mensukseskan ORI Difteri, membutuhkan dana hingga Rp 98 miliar. Biayanya nanti kepala dinas akan rapat dengan bagian keuangan agar hisa mencairkan biaya untuk 10.717.765 orang usia 1 sampai 19 tahun,” tandasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Pakde Karwo, sapaan akrab Soekarwo, mengungkapkan, Provinsi Jawa Timur pernah dinyatakan dalam status kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2012, namun dinilai tidak tuntas. Akibat ketidaktuntasan tersebut tetap terjadi penularan.

Kalau dibandingkan dengan jumlah kasus difteri selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2015, jumlah kasus difteri yang dilaporkan mencapai ‘hanya’ 319 kasus dan pada tahun 2016, mencapai 343 kasus. Sedangkan pada tahun 2017, jumlah kasus di Jawa Timur menempati porsi paling besar di antara provinsi di Indonesia yakni 48 persen.

Sekadar diketahui, Outbreak Response Immunization (ORI) memiliki pengertian suatu kegiatan imunisasi secara massal sebagai upaya memutuskan transmisi penularan penyakit difteri pada anak usia 1 tahun sampai dengan 19 tahun yang tinggal di daerah KLB tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

Penanganan difteri, sambung Pakde, tidak bisa ditangani hanya oleh Kemenkes dan Pemerintah Provinsi (Pemprov). Peran  Pemerintah Kabupaten/Kota sangat dibutuhkan karena lebih menguasai kultur dan kondisi psikologis masyarakat di daerahnya masing-masing.

Dengan peran kabupaten dan kota, bisa dengan mudah melakukan pendekatan kepada masyarakat mengenai pentingnya mengikuti imunisasi sebagai upaya pencegahan dan menangkal virus penyakit.

Gubernur Jatim, H Soekarwo (tengah), dan Sekjen Kemenkes Untung Suseno Sutarjo (kiri) serta Kepala Dinas Kesehatan Jatim dr Kohar Hari Santoso  menghadiri rakor pemantapan ORI di Kantor Dinkes Jatim. GN/F. AL AZIZ

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur (Kadinkes Jatim) Kohar Hari Santoso mengungkapkan tingginya kasus difteri di Jawa Timur. Selama tahun 2017, ditemukan sebanyak 460 kasus dengan 16 kasus kematian. “Kasus difteri yang kita temukan tergolong yang tertinggi. Ini berkat surveillance yang kita lakukan berjalan dengan sangat baik,” ungkap Kohar Hari Santoso di hadapan peserta rapat yang dihadiri bupati dan walikota serta pejabat instansi terkait.

Dalam kesempatan tersebut, Sekjen Kemenkes Untung Suseno Sutarjo mengungkapkan, KLB difteri ini hampir terjadi pada 30 provinsi pada tahun 2017. Sedangkan pada awal tahun 2018, kasus baru mengalami penurunan. Saat ini hanya 5 provinsi yang masih terdapat kasus difteri.

“Setelah dua kali masa inkubasi atau dua minggu tidak ada lagi kasus baru di sebuah daerah, maka KLB dinyatakan berhenti. Penanganan difteri yang sangat krusial adalah pencegahan melalui imunisasi di setiap daerah. Untung di Jatim ini segera tanggap akan itu,” tuturnya.

Ia menjelaskan, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak merupakan yang paling mudah terserang difteri. “Ternyata imunitas anak-anak ini hanya 60 persen, jadi paling rendah. Karena itu, pelaksanaan imunisasi ini lebih ditargetkan kepada anak-anak,” ujar Untung Suseno.

Dalam penjelasannya, Prof Ismudianto SpaK menjelaskan penyakit difteri yang disebabkan bakteri bakteri Coryne ini sudah lama di beberapa negara termasuk Indonesia, yang cakupannya cukup tinggi. Penyakit yang ditandai dengan adanya membran di beberapa bagian tubuh seperti tenggorok, telinga hidung, dan vagina ini menular lewat percikan ludah penderita langsung.

“Ketika merasakan tubuh tidak enak, demam, dan tenggorokan terasa sakit disarankan menggunakan masker. Sementara itu bakteri ini tidak seperti virus influenza yang ada diudara, tapi melalui percikan ludah penderita, yang oleh karena itu di rumah sakit akan diisolasi untuk menghindari penularan,” terangnya.

Ia menambahkan, apabila membran terjadi di tenggorok dan menutupinya, maka akan dilakukan pembukaan lubang ditenggorok penderita agar biasa bernafas. Pada tingkat berat, maka bisa terjadi pendarahan di panca indera.  “Penyakit ini ada obatnya, namun obatnya seharga Rp 20 juta. Oleh karena itu, pencegahan yang dilakukan oleh pemerintahan melalui imunisasi adalah yang terbaik,” tandasnya.

Diketahui, kasus Difteri di Jawa Timur, tertinggi terjadi di Sampang, Gresik, Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, yakni kasus lebih dari 21 penderita. Sementara itu, daerah dengan kasus antara 10-20 penderita berada di Bojonegoro, Sidoarjo, Jombang, Batu, Kota Malang, Kab. Malang, Lumajang, Kab. Blitar, dan Kota Blitar.  * faz

baca juga :

Kesatu & Kedua Belum Sempurna, Seleksi Direksi PD RPH Surabaya Tahap Ketiga Dibuka

Redaksi Global News

KH. Chumaidy: Jangan Sekali-kali Meninggalkan Silaturrahim

gas

Di Hari Pahlawan, Walikota Eri: Tetap Semangat Hadapi Pandemi Covid-19

Redaksi Global News