Global-News.co.id
Kesehatan Utama

Parkinson, Penyakit Yang Angka Penderitanya Semakin Banyak

Dr dr Achmad Fahmi SpBS saat memberikan paparan tentang penyakit Parkinson di National Hospital, Rabu (19/4/2023).

SURABAYA (global-news.co.id) – Meningkatnya angka harapan hidup di suatu negara menjadikan angka kasus Parkinson semakin besar. Namun hingga kini belum diketahui dengan pasti apa yang menjadi penyebab penyakit yang melekat pada petinju legendaris Moh Ali tersebut.

Parkinson merupakan penyakit pada sistem saraf yang mengganggu kemampuan tubuh dalam mengontrol gerakan dan keseimbangan tubuh. “Ini merupakan penyakit neurodegenerative yang menyebabkan kurangnya produksi dopamin di pabriknya di otak. Dopamin ini cairan di otak yang berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan kita supaya stabil. Parkinson ini akan mengganggu kualitas hidup pasien,” ujar ahli bedah saraf, Dr dr Achmad Fahmi SpBS (K) FINPS dalam rangka Hari Parkinson Sedunia yang diperingati setiap 11 April.

Dr Fahmi menyebut, gejala umum yang terjadi pada Parkinson meliputi TRAP yaitu tremor, rigidity atau kekakuan anggota gerak tubuh, akinesia atau kelambatan dalam melakukan aktivitas, dan postural imbalance atau gangguan keseimbangan.

“Tremor itu getaran yang tidak dapat dikendalikan dan biasanya diawali di satu sisi tangan,” ujarnya dalam peringatan hari kesadaran Parkinson Sedunia sekaligus peringatan 10 tahun layanan Parkinson & Movement Disorder di National Hospital (NH) Rabu (19/4/2023).

Dijelaskan, akibat getaran-getaran yang spektrumnya makin lama semakin lebar itu, penderita akan mengalami kesulitan bila dihadapkan pada pekerjaan yang menggunakan gerakan motorik halus, seperti mewarnai. Kekakuan anggota gerak kerap membuat pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari. Dan karena takut jatuh membuat langkah pasien jadi kecil-kecil. “Komplikasinya pasien mengalami depresi dan gangguan mood,” lanjutnya.

Apa penyebab Parkinson? Menurut Fahmi sejauh ini belum diketahui secara pasti, bisa karena benturan atau trauma pada kepala, faktor degeneratif, paparan zat kimia, atau karena sesuatu yang lain. “Jadi sampai sekarang masih idiopatik,” terang dokter yang mempelopori tindakan operasi Parkinson di Indonesia ini.

Selain gejala motorik, Parkinson yang bisa memberikan efek 360 derajat pada kebutuhan sosial pasiennya ini juga memunculkan gejala non motorik. Di antaranya depresi, gangguan mood mudah marah, sensitif, sehingga mengganggu komunikasi yang berdampak pada keharmonisan keluarga.

“Jadi gejalanya bukan motorik saja, tapi juga non motorik seperti mudah kembung, mual, muntah, mengalami gangguan fungsi BAB, buang air kecil,” ujar dr Andreas Soejitno SpN EDPM CIPS yang bersama dr Fahmi tergabung dalam Parkinson Movement Disorder Center yaitu layanan medis untuk penanganan Parkinson dan gangguan gerak di NH.

Disebutkan, banyak pasien yang malu karena tremor dan ngomongnya tidak jelas. Mereka memilih mengisolasi diri. “Kalau menyendiri begini akan semakin depresi, penyakitnya makin berat. Ini jadi semacam lingkaran setan,” kata Andreas.

CEO National Hospital, Ang Hoey Tiong, mengatakan, Parkinson Movement Disorder Center yang ada di rumah sakitnya sejak April 2013, telah melayani 11.202 kunjungan pasien. “Dari angka itu, sebanyak 234 pasien menjalani operasi stereotaktik brain lesion, 44 pasien operasi Deep Brain Stimulation (DBS), dengan total tindakan untuk penggunaan alat stereotaktik sebanyak 305 tindakan operasi,” ujarnya.

Penanganan Parkinson adalah dengan konsumsi obat secara teratur agar kondisi pasien lebih baik. Namun bila penggunaan obat sudah tidak optimal lagi –misalnya setelah enak 1 jam kemudian kumat lagi dan harus konsumsi obat– atau mengalami alergi obat, disarankan tindakan operasi.

“Ada yang bisa mengonsumsi sampai 10 kali dalam sehari, normalnya minum obat kan 3 kali sehari. Karena setelah minum obat, pasien biasanya terus merasa nyaman. Kalau konsumsi obat berlebih akan menimbulkan diskinesia atau goyang-goyang,” ujar Fahmi.

Tindakan operasi yang bisa dilakukan, dengan memasang deep brain stimulation (DBS) atau dengan stereotaktik brain lesioning. DBS yaitu semacam alat pacu jantung yang dipasang di dada sebelah kanan atas yang akan dihubungkan dengan semacam kabel ke otak. Alat ini akan menghantarkan listrik ke otak untuk menstabilkan neurotransmitter di ruang-ruang otak yang kondisi dopaminnya turun.

Sedang stereotaktik brain lesioning bertujuan untuk mengurangi bagian otak yang hiperaktif yaitu dengan dilesi atau dipanasi ujungnya. Ketika dopamin menurun ada bagian otak yang jadi hiperaktif.
Operasi ini akan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, tapi dengan operasi bukan berarti bisa menghentikan pemakaian obat. “Obat tetap harus dikonsumsi tapi dosisnya berkurang. Pedoman Perhimpunan Dokter Saraf, sehari maksimal 8 obat,” terang Fahmi.

Mencegah Parkinson bukanlah hal yang mudah karena penyebabnya yang idiopatik. Namun setidaknya ada 5 hal yang harus diperhatikan, pertama always happy (selalu senang). ”Happy adalah bagian dari obat. Yang paling penting support dari keluarga,” ujar dokter lulusan FK Unair ini.

Kedua hindari benturan di kepala, ketiga hindari makanan yang mengandung zat kimia (aditif) seperti sayuran mentah karena dikhawatirkan mengandung pestisida, hindari polusi, keempat olahraga yang teratur. “Yang penting bergerak.”
Kelima, kalau sudah kena Parkinson, minum obat secara teratur. “Jangan takut karena obat Parkinson sudah diplaning untuk puluhan tahun. Kalau distop, kondisi akan menurun dan gangguan tremor malah muncul. Jadi obat harus tetap diminum supaya kondisi jadi lebih baik,” kata Fahmi. (ret)

baca juga :

Pembangunan JLLT Diharapkan Jadi Prioritas Urai Kemacetan Surabaya Timur

Redaksi Global News

Kolaborasi dengan Pemprov Jatim, Pemkot Surabaya Bantu Biaya Pendidikan Pelajar SLTA

Pemberantasan Rokok Ilegal Sukses, DBHCT 2023 Naik Jadi Rp 134 Miliar

gas