SURABAYA (global-news.co.id) – Keberadaan desa devisa di Jawa Timur (Jatim) penting sekali. Terutama bila dikaitkan dengan kebangkitan ekonomi provinsi ini pasca covid-19. Mengapa? Karena dengan semakin banyaknya desa devisa, akan berdampak pada kinerja ekspor. Ujung-ujungnya akan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
“Menurut catatan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), per 1 November 2022, di Jatim sudah terdapat 22 desa devisa. Ini (Jatim) merupakan provinsi terbanyak yang memiliki desa devisa. Kenyataan ini harus diapresiasi, karena keberadaannya mempunyai nilai positif kepada kesejahteraan masyarakat,” kata Hj. Anik Maslachah, S.Pd., M.Si., Wakil Ketua DPRD Jatim kepada Koran Global News, Rabu (30/11/2022) sore.
Potensi untuk bertambahnya desa devisa itu sangat mungkin sekali. Pasalnya, Jatim mempunyai 1.490 desa mandiri dan desa yang punya sumber daya alam yang potensial (Ikonik). Desa-desa inilah yang mempunyai potensi untuik menjadi desa devisa berikutnya yang siap menyusul Desa Devisa Agrowisata Ijen Banyuwangi, Desa Devisa Tenun Gresik hingga Desa Devisa Rumput Laut, Desa Kupang, Jabong, Sidoarjo.
“Desa Devisa Rumput Laut menjadi pilot project di Jatim tahun ini. Desa ini merupakan penghasil rumput laut, dimana produksinya juga untuk pasar ekspor,” kata Anik yang juga politisi PKB tersebut.
Lebih lanjut Anik mengatakan, agar desa mandiri dan desa ikonik yang selanjutnya menjadi desa devisa perlu mendapat supporting. Karena itu, campur tangan pemerintah, baik kota, kabupaten hingga provinsi mempunyai peran penting untuk mencetak desa devisa berikutnya. Ini merupakan langkah positif untuk meningkatkan perekonomian di jalur peningkatan ekspor.
Tiga Hal Penting
Anik mengatakan, bagi desa devisa, terutama yang baru mempunyai predikat tersebut diperlukan supporting agar keberadaannya benar-benar maksimal dalam bertindak ekonomi. Khususnya yang terkait dengan kegiatan ekspor hasil produksi maupun jasa desa tersebut.
Karena itu, Anik mengusulkan agar desa devisa tersebut diberi kemudahan dalam permodalan. “Untuk mereka ini, pertama saya berharap ada kemudahan dan keringan dalam mendapatkan modal untuk terus mengembangkan usahanya. Misalnya, mereka ini mendapat kredit lunak seperti yang dikeluarkan Bank Tani (menyalurkan kredit untuk petani dengan bunga dibawah KUR),” katanya.
Dengan mendapat suntikan modal, diharapkan mereka dapat meningkatkan produksinya, sehingga barang ekspor terus meningkat. Modal itu juga diperlukan meningkat alat produksi. Kalau produksi meningkat, jumlah ekspornya akan meningkat pula, sehingga perolehan devisa meningkat.
Kedua, kata Anik, pelatihan bagi mereka sangat penting. Terutama terkait dengan produksi maupun jasa. Sebagai pelaku ekspor (eksportir) pemula sudah barang tentu membutuhkan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan produksi maupun jasa yang ada di desa yang bersangkutan. Ini menjadi penting, karena kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha.
Ketiga, yakni pasar. Di sini, kata Anik, bagaimana caranya desa devisa itu mengenal pasar untuk produknya atau jasanya di manca negara secara terang benderang. Dengan langkah ini, pada akhirnya dapat membantu untuk mengetahui kebutuhan berbagai negara hingga harga jual dari hasil desa devisa tersebut, baik produksi maupun jasa.
“Ketiga sangat penting untuk perjalanan desa devisa di Jatim. Karena itu, pemerintah dalam hal ini pemerintah kota, kabupaten hingga provinsi haru mempunyai komitmen untuk itu. DPRD Jatim, sepenuhnya mensuport akan lahirnya desa devisa baru ke depannya. Mengapa? Karena hal tersebut mendatangkan devisa, sehingga pada akhirnya bermanfaat bagi masyarakat. Khususnya bagi masyarakat dimana desa devisa itu berada,” katanya.
Ke depan, Anik berharap kuota desa devisa di Jatim dari LPEI semakin ditambah, karena secara tidak langsung merupakan jembatan produk lokal untuk menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Jatim, bahkan nasional. “Ini ikhtiar bersama dalam mendukung agar bisa tercapai perluasan pasar dan peningkatan daya saing dari produk-produk UKM dan IKM kita hingga ke pasar global,” katanya.
Jatim Optimis
Awal November 2022 lalu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyebut desa devisa di provinsi yang dipimpinnya terbanyak se-Indonesia. “Kami berharap dengan bertambahnya desa devisa di Jatim bisa meningkatkan kinerja ekspor, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Khofifah melalui keterangan tertulisnya di Surabaya, waktu itu.
Sehari sebelumnya Mantan Menteri Sosial itu bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) meresmikan enam desa devisa baru di Jatim meliputi Desa Parengan yang memproduksi tenun ikat di Kabupaten Lamongan, Desa Punjung (Olahan Jahe) di Kabupaten Pacitan, Desa Minggirsari (Kendang Jimbe) di Kabupaten Blitar, Desa Ngubalan (Kerajinan Akar Jati) di Kabupaten Ngawi.
Selain itu dua desa di Kabupaten Tuban, yang masing-masing memproduksi batik di Desa Margorejo dan Tenun Gedog di Desa Kedungrejo.Sebelum penambahan enam desa devisa tersebut, telah ada pendampingan LPEI pada 22 desa devisa di Jatim.
Gubernur mengaku optimistis akan mampu meningkatkan kinerja ekspor di Jatim, utamanya dari pengusaha yang berbasis UMKM, yang dampaknya meningkatkan kesejahteraan para perajin. “Tujuan utama desa devisa adalah untuk mengeskalasi pasar produk lokal untuk bisa ekspor,” ujar dia.
Untuk itu, lanjut dia, di setiap desa devisa disediakan mentor-mentor ahli yang akan mendampingi pelaku usaha agar bisa meningkatkan daya saing sehingga produknya laku di pasar ekspor. “Melalui program desa devisa, bisa kami petakan dan prioritaskan wilayah yang memiliki produk unggulan sejenis, atau produk komplementer. Dengan begitu dapat saling memperkuat dan menguatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Khofifah. (Erfandi Putra)