Global-News.co.id
Laporan Keuangan Sosok Utama

Laporan dari Amerika (1): Joice Bangga Bisa Promosikan Seni Budaya RI di Negeri Paman Sam

Joice Ardina Henny dan Scott suaminya.

Bisa Promosikan Seni Budaya RI di Negeri Paman SamPara diaspora Indonesia sebagian sudah ada yang menjadi warga negara Amerika Serikat (AS). Salah satunya perempuan asal Bandung ini. Meski demikian, cinta Joice Ardina Henny pada Indonesia tidak pernah padam. Berikut penuturannya kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (16/4/2025).

Oleh Gatot Susanto

SAYA Joice Ardina Henny. Saya anak ke-7 dari 8 bersaudara dari Kota Bandung Jawa Barat. Saya sekarang tinggal di Portsmouth New Hampshire, satu jam perjalanan dari Boston, Amerika Serikat.

Orang tua kami adalah guru. Karena itu kami dididik dengan penuh kedisiplinan, di mana masing-masing anak mempunyai tugas sendiri untuk saling membantu dan mendukung di keluarga. Kakak-kakak saya bekerja di urusan ticketing & tour/ travel yang tentu saja mereka sering pergi ke luar negeri.

Dari sini saya mulai ada ketertarikan untuk bepergian ke luar negeri. Ya dari melihat cara kerja kakak-kakak saya tersebut. Saya pun akhirnya ikut meniru mereka, berusaha mencari pengalaman dengan bekerja di negeri Paman Sam.

Maka, selesai menempuh pendidikan SMA tahun 1989, saya kuliah di PAAP (Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan) Universitas Padjadjaran atau Unpad jurusan Accounting. Selesai kuliah, keinginan saya untuk ke luar negeri semakin kuat, sampai suatu hari keinginan ini saya sampaikan kepada orang tua. Dan ternyata mereka mendukung.

Saya pun mulai mengurus visa, paspor, dan lain -lain yang berkaitan dengan dokumen keimigrasian serta kebutuhan perjalanan lintas negara. Selain itu, sebelumnya saya juga mencari informasi dulu soal tempat untuk bekerja dan pemondokan untuk menginap selama saya di Amerika. Setelah cukup lama berjuang, akhirnya saya bekerja di sebuah toko retail, lalu bank, dan kemudian di Department of State.

Saya sangat bersyukur, sebab dari penghasilan bekerja itu bisa membantu keluarga di Indonesia. Saya juga bersyukur, selain rezeki dari Tuhan yang bisa menopang kehidupan keluarga di Tanah Air, ternyata masih ada rezeki lain. Ya, pada suatu kesempatan, saya dipertemukan Tuhan dengan dengan jodoh saya. Namanya Scott.

Dalam beberapa kali pertemuan itu rupanya kami ada saling ketertarikan. Kami pun berpacaran. Hingga pada tahun 2002 kami menikah di Indonesia. Setelah menikah, kami pun kembali lagi ke Amerika.

Selama berumah tangga dengan Scott, saya dan suami saling mendukung, baik dalam pekerjaan maupun rumah tangga. Kami memiliki dua orang putri sehingga melengkapi kebahagiaan keluarga ini.

Di samping bekerja dan mengurus keluarga, saya pun aktif dalam berkesenian, terutama tari dan menyanyi. Saat ini saya tergabung dalam grup Nusantara Kreasindo yang kerap kali mengadakan pentas kebudayaan di sejumlah kota di Amerika dan Kanada.

Dan tanpa ragu saya pun sering mengajak suami yang bekerja sebagai polisi di Amerika untuk tampil menari dalam berbagai pementasan seni budaya tersebut. Bahkan anak-anak pun sering ikut tampil dalam acara kesenian ini. Anak-anak suka menari tari- tarian tradisional Indonesia.

Tentu hal ini membuat saya bangga karena suami ikut pula belajar menari tari-tarian Indonesia. Bahkan dia senang sekali tampil dalam pementasan seni Indonesia. Hal ini secara tidak langsung dapat mempererat hubungan Indonesia dan Amerika dalam masalah seni budaya.

Namun, merantau ke negeri orang bukan melulu cerita indah saja. Siapa pun pasti menghadapi berbagai kendala. Ketika pertama masuk Amerika, saya pun banyak mengalami kesulitan terutama saat berkomunikasi dengan orang dari negara lain. Maklum saat itu penguasaan bahasa asing saya, khususnya Bahasa Inggris, masih terbatas.

Selain itu, lingkungan yang masih asing serta adat kebiasaan yang jelas jauh berbeda antara Indonesia dengan orang-orang di Amerika. Namun saya selalu ingat pesan orang tua, “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Artinya, di mana pun kita tinggal, maka di sanalah kita harus pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan tempat kita berdomisili tersebut.

Sekarang saat tinggal di rantau, selalu ada rasa dukanya mana kala teringat dengan saudara-saudara kandung di Indonesia. Rasa rindu. Apalagi menghadapi hari-hari besar seperti hari raya Idul Fitri yang baru saja kita rayakan bersama atau Idul Adha.

Saya tidak bisa hadir bergabung bersilahturahmi langsung di momen Idul Fitri tahun ini. Tidak bisa bercengkerama dan bersenda gurau dengan saudara-saudara sambil bercerita soal pengalaman indah di masa kecil kami. Tapi kami tetap bersyukur saat momen Idul Fitri masih bisa sambung rasa, berkomunikasi memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Kami pun bisa melepas rindu melalui video call WhatsApp (WA).

Namun demikian, sebelumnya sesekali saya juga sempat ajak suami dan anak-anak mudik ke Bandung. Suami saya, Scott, mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap keluarga saya di Indonesia. Pulang kampung untuk sekadar melepas rindu ini selama beberapa hari saja tapi cukup membahagiakan saya, Scott, maupun anak-anak.

Sekarang saya sudah menetap di Amerika Serikat dan telah menjadi warganegara tetap negeri yang sekarang dipimpin Presiden Donald Trump ini. Berkomunikasi dan saling menyapa sanak saudara di Indonesia masih tetap berjalan dengan baik dan ini bagaikan vitamin dalam jiwa saya.

Meski demikian, jiwa nasionalis dan cinta tanah air Indonesia, juga masih tetap ada di dada saya dan para diaspora Indonesia lain di negeri Paman Sam. Karena itu, kami tidak akan lelah mempromosikan seni budaya Indonesia di Amerika. (*)

 

 

baca juga :

Kukuhkan Kepala Kanreg II BKN, Gubernur Khofifah Tekankan Inovasi Digitalisasi Sistem Kepegawaian

Redaksi Global News

Kapolda Jatim Semangati Peserta Apel Akbar DJP Jatim I

Redaksi Global News

Pemkab Pamekasan Persiapkan Pujasera Untuk Relokasi PKL Arek Lancor

gas