MADIUN (global-news.co.id) – Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) Kota Madiun menggelar Media Gathering bersama awak media dengan tema ”Peran Media sebagai Mitra Bawaslu dalam Melawan Hoaks, Ujaran Kebencian, dan Politisasi SARA pada Pemilihan Serempak Tahun 2024”. Hal ini untuk menciptakan kondusifitas Pemilu serentak tahun 2024.
Kegiatan yang dihadiri awak media sebagai mitra Bawaslu, pemilih pemula dan sejumlah undangan dengan menghadirkan narasumber PWI, IJTI dan AMSI tersebut digelar di Tomoro Coffe Kota Madiun Selasa, 29 Oktober 2024.
Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat (HP2H), Mohda Alfian, mengatakan, kegiatan tersebut sebagai upaya kerjasama dengan semua stakeholder termasuk dengan media untuk menciptakan kondusifitas selama tahapan Pemilu serentak tahun 2024.
“Khususnya dengan media melalui narasi pemberitaan media massa,” kata Mohda.
Peran dan sinergitas media dalam pengawasan Pemilu, Siswowidodo narasumber dari PWI Madiun Raya, mengingatkan kepada semua insan pers dalam bertugas hendaknya mendasarkan pada Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik. Dia juga berharap, Bawaslu sebagai badan publik hendaknya lebih terbuka dalam memberikan dan menyediakan informasi yang benar dan tidak menyesatkan.
“ Bawaslu harus lebih terbuka dengan media sebagai mitranya. Dan, media sebagai wakil publik wajib menyampaikan informasi yang benar dan tidak menyesatkan sehingga tidak muncul berita hoaks,” kata Siswowidodo.
Pengurus Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Mataraman, Arif Hidayatullah juga mengingatkan kembali hal-hal yang sudah dipedomani oleh awak media. Amanat Dewan Pers terkait urusan pers dengan kontestasi pemilu 2024 harus dijadikan pijakan bersama.
“ Terciptanya pemilu yang demokratis dan terpercaya kualitas. Suksenya pemilu ada di tangan pers,” ujar Arif.
Sementara Ketua Aliansi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur, Hari Tri Wasono menyatakan bahwa berita hoaks dan ujaran kebencian sering terjadi di media sosial (medsos) bukan di media massa. Karena pengguna medsos lebih cenderung melihat daripada mendengar. Selain itu ada ketakutan ketinggalan informasi sehingga update informasinya dari medsos daripada media massa.
“Pengguna medsos lebih cenderung melihat daripada mendengar. Di sinilah pintu masuknya berita hoax,” kata Hari. (her)