Oleh Masdawi Dahlan*
PELAKSANAAN tahapan Pilkada serentak sudah mulai masuk masa kampanye. Semua pasangan calon, partai politik pengusung, tim sukses dan pendukung lainnya sudah mulai ambil langkah untuk memanfaatkan tahapan masa ini secara maksimal guna mendapatkan dukungan dan calon pasangan yang diusungnya akan menjadi pilihan masyarakat.
Dalam Pilkada kali ini, pasangan calon, khususnya di daerah, banyak berasal dari kalangan santri atau bahkan dari kalangan kiai itu sendiri. Terlebih di Madura. Semua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati di empat kabupaten di pulau garam ini mayoritas berasal dari kalangan kiai. Bahkan khusus pasangan calon di Kabupaten Sumenep, Pamekasan dan Sampang, semua pasangan ada yang berasal dari unsur kiai, baik itu dalam posisi sebagai cabup maupun cawabup.
Hadirnya para kiai atau tokoh agama dalam kancah kontestasi politik sebenarnya bisa dimaknai sebagai hal yang positif. Karena pada saat itulah para kiai punya kesempatan untuk manggung dalam kontestasi politik, yang bukan sekedar sebagai pendukung untuk mendulang suara saja dalam momentum pesta demokrasi, namun kiai masuk dalam proses kandidasi sebagai calon yang akan memimpin pemerintahan daerah.
Kehadiran kiai dalam panggung politik, secara khusus sangat tepat karena bisa mendapat kesempatan untuk memberikan warna positif agar perpolitikan di negeri ini sejalan dengan norma agama dan konsisten dengan perundang-undangan. Tentu saja hasilnya diharapkan pemenang yang muncul adalah sosok pemimpin yang sangat pantas untuk menjadi panutan dan pemimpin rakyat. Dia akan bekerja dan melaksanakan tugas pembangunannya benar-benar ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
Pencerahan Politik
Satu masalah krusial yang perlu diwaspadai dalam dinamika perpolitikan Pilkada ini, yakni perilaku politik menghalalkan segala cara untuk bisa memenangkan pertarungan, yang biasa terjadi berupa kecurangan dan politik uang. Hal inilah yang diyakni oleh sebagian masyarakat selama ini bahwa banyak kepemimpinan daerah gagal tidak membuahkan hasil yang signifikan membawa perubahan dan perbaikan kehidupan bagi masyarakat, karena kemenangannya diduga diperoleh melalui praktek politik yang menjauhkan atau bahkan menolak moralitas dan etika keagamaan sebagai acuannya.
Dengan hadirnya para kiai atau tokoh agama menjadi kandidat calon bupati dan wakil bupati dalam Pilkada serentak nanti, seharusnya menjadi momentum untuk mengubah pola komunikasi politik, siasat, taktik dan gerakan untuk merebut suara rakyat dari sebelumnya dengan menghalalkan segala cara, kepada pola komunikasi baru merebut suara rakyat dengan bijaksana, santun, berakhlak, bermoral dan menyesuaikan dengan norma agama dan aturan perundang- undangan yang ada.
Semua proses pilkada seharusnya menjauhkan dari praktek politik transaksional, politik uang atau membeli suara rakyat. Begitu juga parktek politik yang dijalankan dengan menjelek- jelekkan kandidat lain. Sang kiai atau calon pemimpin harus berada di garda terdepan untuk melarang menggunakan praktek kampanye dengan politik uang dan praktek politik kotor lainnya.
Para kiai calon pemimpin tidak boleh hanya diam dan pasif saja, karena mereka akan dimintai pertanggungjawaban hasil kepemimpinanya nanti di hadapan Allah SWT.
Jika hal ini bisa terjadi maka kehadiran kiai sebagai kandidat pemimpin daerah akan menjadi berkah bagi masyarakat.
Kepemimpinannya diharapan akan bisa melakukan perubahan mengantarkan masyarakat menemukan kehidupun adil makmur yang diidamkannya. Masyarakat akan mematuhi aturan pemerintah dan pada saat yang bersamaan masyarakat akan mengikuti jejak sang kiai yang menjadi pemimpinnya untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai ajaran agama dalam menjalankan tugas sehari- hari.
Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, sang kiai tidak bisa menunjukkan eksistensinya sebagai tokoh politik yang religius dan berbeda dengan tokoh politik pada umumnya, apalagi sampai terlibat dalam bentuk kempanye, komunikasi dan strategi politik yang tidak fair, maka kehadirannya malah akan menjadi petaka, karena keberadaannya tidak bisa membuahkan hasil melakukan perbaikan dan pencerahan politik bagi masyarakat.
Masalahnya saat ini adalah masyarakat menganggap praktek politik transaksional atau politk uang sudah diangap sebagai sesuatu yang biasa dan wajar dalam kontestasi politik. Akibatnya sering terjadi pasangan tertentu yang dianggap terbaik dan memiliki kemampuan bidang pemerintahan, pengalaman dan bidang lainnya, akan kalah menghadapi pasangan lain yang biasa saja namun karena didukung oleh kekuatan capital.
Sementara masyarakat secara umum tampak melihat fenomena itu dengan tanpa rasa berdosa. Masyarakat tidak mau ambil pusing, tanpa merasa bersalah memilih politik uang karena dianggap sebagai rezeki lima tahunan.
Pada saat yang bersamaan tokoh agama dan pihak lain yang mengetahui hal itu tampak juga tinggal diam tidak meluruskan persoalan yang keliru tersebut. Akibatnya kepemimpinan yang dihasilkan dari pemimpin yang terpilih melalui proses seperti ini tidak bisa diharapan akan menjadi pioner melakukan perubahan yang dinantikan rakyat.
Kemenangan Semua
Menarik dicermati pernyataan yang disampaikan oleh Calon Bupati Pamekasan Dr KH Khalilurahman SH. Pada saat memberi sambutan usai mendaftar di KPU beberapa waktu lalu, dia mengatakan bahwa setelah semua pasangan kandidat resmi terdaftar hingga pada saat melakukan kampanye dan diketahui siapa pemenangnya nanti, hakikatnya adalah tidak ada lagi kekalahan, yang terjadi adalah kemenangan untuk semua. Dia menegaskan apapun yang terjadi hasilnya nanti adalah kemenangan semua elemen masyarakat.
Ungkapan ini mengandung arti yang sangat mendalam. Diantaranya adalah bahwa seharusnya para kandidat menjadikan kontestasi Pilkada dan momentum kampanye sebagai ruang untuk melakukan dialog pendidikan dan pencerahan politik bagi masyarakat agar bisa menjalani proses pemilihan pemimpinya sesuai dengan aturan main dan norma agama yang benar.
Dalam makna lainnya adalah para kandidat tidak menjadikan kemenangan sebagai tujuan, melainkan harus menjadikan momentum itu sebagai ruang untuk mencerdaskan masyarakat dalam menjalani kontestasi politik agar terhindar dari perilaku politik menghalalkan segala macam cara.
Dan jika ini yang terjadi maka pemimpin yang terpilih adalah peminpin yang baik dan sesuai dengan ekspektasi masyarakat untuk melakukan perubahan. (*)
*Penulis adalah wartawan Global News Biro Pamekasan.