Global-News.co.id
Ekonomi Bisnis Utama

Potensi Tinggi, AREBI Optimistis Kemudahan WNA Beli Hunian di RI Mampu Gairahkan Pasar Properti

Pelepasan balon menandai Grand Opening dan Open House kantor AREBI Jatim di kawasan Royal Residence Surabaya Barat, Senin (21/8/2023).

SURABAYA (global-news.co.id) – Kemudahan regulasi kepemilikan hunian untuk WNA di Indonesia melalui paspor merujuk Undang-Undang No 6 Tahun 2023 akan berdampak pada pasar properti dan memberikan multi efek pada sektor ekonomi. AREBI (Asosiasi Real Estate Broker Indonesia) optimistis pasar properti yang sebelumnya terkoreksi imbas pandemi akan kembali bangkit, apalagi tanda-tanda perbaikan sudah terlihat di semester 1 2023.

Ketua DPP AREBI Lukas Bong menyebut pada semester 1 2023 penjualan properti di Indonesia cenderung naik khususnya di wilayah Jabodetabek, Jatim, Jabar dan Jateng setelah sektor properti sempat mengalami stagnasi pada masa pandemi Covid-19. Secara umum, hunian di kisaran Rp 500 juta mendominasi pasar saat ini. Perbaikan pasar ini akan terus berlanjut jika kemudahan kepemilikan hunian bagi WNA diberikan pemerintah.

“Sebenarnya sosialisasi terkait kemudahan ini memang sudah berjalan sebelumnya, namun juknis terkait hal ini belum merata menjangkau ke bawah sehingga masih ada kendala dalam implementasi penjualan. Kalau juknis sudah turun menyeluruh, kami optimistis pasar properti di Indonesia akan semakin menggeliat,” kata Lukas usai menghadiri Grand Opening dan Open House kantor AREBI Jatim di kawasan Royal Residence Surabaya Barat, Senin (21/8/2023).

Lukas menyebut minat WNA membeli hunian di Indonesia sangat tinggi. Ada beberapa faktor yang memengaruhi. Sejak pandemi, ekonomi Indonesia terbilang tumbuh dibandingkan negara-negara lain.

Hal ini menjadi daya tarik mengingat banyak negara mengalami kontraksi ekonomi, bahkan ada yang minus hingga berada di ambang kebangkrutan. Tumbuhnya ekonomi Indonesia ditopang oleh populasi penduduk Indonesia yang sangat besar, kini mendekati angka 300 juta. Sumber daya alam Indonesia melimpah, semua tersedia sehingga ketergantungan dengan negara lain minim. Lahan luas, kondisi politik dalam 10 tahun terakhir relatif stabil, usia produktif banyak, tenaga kerja murah. “Faktor-faktor ini menjadi pertimbangan WNA untuk beli hunian di Indonesia, selain harga yang relatif murah dibandingkan harga di negaranya,” katanya.

Namun warga lokal juga tidak perlu khawatir karena pemerintah menetapkan batasan bagi WNA yang mau beli hunian di Indonesia. Misalnya untuk apartemen, dipatok minimal yang harga Rp 3 miliar, dan rumah minimal harga Rp 5 miliar. Selain itu status hunian bagi WNA adalah hak pakai 90 tahun, dengan sistem perpanjangan per termin, 30 tahun pertama, selanjutnya perpanjangan 20 tahun, dan perpanjangan 30 tahun. Hal ini untuk melindungi warga lokal yang masih banyak belum memiliki rumah.

“Kalau di Singapura, WNA langsung bisa beli hunian dengan hak pakai 90 tahun tanpa perlu perpanjangan. Kemudahan ini yang membuat banyak warga asing memiliki hunian di Singapura selain faktor-faktor lain seperti kejelasan UU, lengkapnya fasilitas termasuk pendidikan dan stabilnya politik,” katanya.

Terkait kota-kota yang menjadi incaran WNA menurut Lukas hingga kini masih terkonsentrasi di Jakarta, Bali dan Batam. Jakarta sebagai pusat pemerintah dan bisnis jelas menarik minat, Bali tanpa ada kemudahan regulasi selama ini telah menjadi primadona WNA untuk memiliki hunian karena keindahan alamnya dan menjadi tujuan wisata internasional. Sedangkan Batam karena kedekatan wilayahnya dengan Singapura menjadi kawasan yang diincar tak hanya oleh warga Singapura, juga Malaysia dan Tiongkok.

“Batam sekarang tak hanya jadi pusat bisnis, tetapi juga tempat wisata bagi warga Singapura. Weekend mereka menikmati keindahan pantai Batam dengan pasir putihnya, menikmati makanan seafood yang fresh dengan harga murah. Batam punya daya tarik luar biasa bagi WNA khususnya Singapura,” katanya.

Namun seiring dengan banyaknya pengembangan wisata baru dan tumbuhnya pusat-pusat bisnis di berbagai daerah, hunian di kawasan ini juga menjadi incaran WNA. Misalnya Manado, Labuan Bajo, Lombok. Bahkan Surabaya sebagai pusat bisnis seiring dengan banyaknya investasi PMA (Penanaman Modal Asing) di sekitar Surabaya juga menjadi pertimbangan WNA untuk membeli hunian.

“Pemilik pabrik proyek asing yang ada di Surabaya dan sekitarnya, juga menjadi target pasar. Yang terdekat dari Surabaya misalnya Gresik, banyak proyek-proyek asing di wilayah itu. Ini potensi pasar yang bisa digarap developer,” katanya.

Lukas menyebut menggeliatnya pasar properti pasca pandemi juga berdampak pada tumbuhnya agen-agen properti di Indonesia. Saat ini AREBI memiliki 1.300 kantor yang tersebar di 14 provinsi mulai Sumatera, Jawa, Bali, Lombok hingga Sulawesi. Dengan populasi penduduk Indonesia yang besar, menjadi ceruk pasar properti. Apalagi banyak di antara mereka belum memiliki rumah dan ini menjadi angin segar bagi developer, perbankan dan agen properti.

“Belajar dari pengalaman saat pandemi, sekarang developer sudah menemukan terobosan-terbosan untuk lebih menarik pasar, misalnya bekerjasama dengan perbankan memberikan fasilitas KPR yang menarik, misalnya tenor panjang, tanpa DP sehingga memudahkan mereka yang mau beli properti,” katanya.

Sementara Ketua DPD AREBI Jatim Budiono Yuwono mengatakan pasar properti di Jatim akan tumbuh seiring dengan pasar yang telah dicreate oleh developer dan perbankan. Diakuinya pasar properti baik rumah dan komersial (kantor, gudang) di Jatim terbuka lebar. Dinamika saat ini sama dengan pusat, properti di harga Rp 500 jutaan mendominasi penjualan AREBI Jatim baik primary house, secondary house. Dengan range harga seperti itu, hunian mayoritas berada di kawasan Surabaya pinggiran. “Jadi pasar di range harga segitu terbuka luas. Saat ini seiring kondisi yang terus membaik, pasar mulai bergerak ke arah harga Rp 700 juta hingga di bawah Rp 1 miliar,” katanya.

Terkait hajatan politik, Budiono menyebut rata-rata end user tidak terpengaruh faktor politik, kalau investor biasanya ada pertimbangan politik atau cenderung wait and see menunggu momen Pilpres 2024. “Kalau end user, selama mereka butuh rumah, anggaran masuk apalagi banyak tawaran kemudahan dari developer dan bank, mereka tetap akan membeli. Pasar jalan. Kalau investor, memang beli propertinya wait and see ,” katanya seraya menyebut saat ini di Jatim ada150 agen properti, mayoritas terkonsentrasi di Surabaya. (tis)

baca juga :

Edupark Semen Gresik Rembang, Inspirasi Percontohan Ketahanan Pangan dan Ekonomi Warga

Redaksi Global News

Bank Jatim Raih The Most Adaptive Regional Bank

Redaksi Global News

ITS Salurkan Puluhan Ribu Face Shield ke 13 Provinsi

Redaksi Global News