Mau berwisata? Kemana? Kalau di Jatim pasti jawabnya ke Malang dan Batu yang menjadi pilihan utamanya. Hanya saja, beberapa tahun terakhir ini untuk mencapai Malang dan Batu harus mempunyai “tenaga ekstra? Terutama saat weekand. Macet di mana-mana saat menjelang tiba di kedua kota wisata tersebut. Sesampainya di tujuan kedua kota tersebut, tak sedikit pohon-pohon rindang banyak berganti menjadi tiang beton. Kadang membuat “sumpek” juga saat kita berada dalam kerumunan wisatawan. Lalu kemana lagi, kita mencari tujuan wisata?
OLEH: ERFANDI PUTRA
BANYAK calon wisatawan yang mau ke Malang dan Batu mengeluh soal kemacetan. Hal ini tak lain karena bejibunnya sejumlah anggota masyarakat yang ingin berlibur ke sana. Sementara, tempat tujuan wisata yang saat ini sudah mulai bergerak, terutama akses jalan tidak mengalami perubahan yang berarti. Akibatnya kemacetan tak bisa kita hindari.
Hingga kini pun Malang dan Batu masih menjadi favorit tujuan wisatawan, khususnya dari Jatim. Pada hari-hari libur, kemacetan benar-benar parah. Tak jarang bila kita pulang atau pergi ke Malang dan Batu pada hari libur bisa ditempuh 4-5 jam. Loh kan sudah ada jalan tol? Benar. Kalau semua keluar tol akhirnya menumpuk di kota. Terutama di kota Malang. Kalau yang ingin ke Batu, dari Malang sudah dihadang oleh kemacetan di pintu tol Singosari (Karang Lo) untuk menuju Batu.
Juga demikian sebaliknya kalau kita ingin balik ke Surabaya. Biasanya, wisatawan dari Surabaya pulang dari Batu harus “bersusah payah” dengan kemacetan. Terutama dari pintu tol. Juga demikian dengan pengendara yang melalui jalan biasa. “Ya…, kalau sudah sampai di Batu aman, tetapi seperti biasanya apalagi Sabtu dan Minggu, kemacetan itu sudah dapat dirasakan sejak keluar pintu tol. Kemacetan inilah yang kadang membuat kita agak malas,” kata Faisal, salah satu eksekutif muda di Surabaya, Rabu (4/1/2023).
Dia mengatakan, memang hingga kini pilihan bagi masyarakat Jatim, khususnya Surabaya, Gresik dan Sidoarjo, Batu merupakan tujuan wisata utama untuk wisata lokal. Hanya saja, bangunan di Malang hingga Batu terus bertambah. Di sisi lain pohon-pohon berguguran berganti tiang beton, sehingga mempengaruhi suhu udara di dua kota itu. “Saya rasa tak sedikit yang mengeluh, bahwasannya Kota Batu tak sedingin dulu,” katanya lagi.
Wonosalam Menggoda
Pariwisata memang merupakan daya tarik tersendiri di sektor bisnis. Apalagi pasca Covid-19. Anggota masyarakat yang terkungkung selama Covid-19, sudah rindu keluar rumah. Rindu berwisata. Karena itulah tak salah, bila sektor ini “berdampingan” dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menggiatkan kebangkitan ekonomi. Jatim pun lebih fokus menggerakkan sektor usaha dan UMKM untuk menggiatkan sektor ekonomi berdampingan dengan wisata.
Sejumlah daerah terus menggenjot sektor pariwisata. Selain Malang, Batu, Banyuwangi, juga Probolinggo dengan Bromonya, hingga Pacitan. Hanya saja ada potensi besar yang sebenarnya sangat “menggoda”. Ya, menggota wisatawan hingga investor. Apa itu? Wonosalam!
Wonosalam dulu pada dekade tahun 1990-an hingga 2000-an dikenal sebagai penghasil cengkih bermutu tinggi. Seiring dengan dibubarkannya Badan Penyangga Pemasaran Cengkih (BPPC) sekitar tahun 1998, berakhirlah kejayaan cengkih Wonosalam.
Pada zaman BPPC, nama Wonosalam dengan produksi cengkih memang terkenal ke seluruh penjuru nusantara. Meski BPPC dibubarkan, pesona Wonosalam tidak serta merta pudar. Masih ada produk unggulan dari kawasan tersebut. Apa itu? Durian. Ya, Wonosalam beberapa tahun terakhir ini dikenal sebagai penghasil durian dengan kualitas tinggi. Dari durian itulah, masyarakat setempat bisa mendapatkan rupiah yang cukup menggiurkan.
Sejumlah pengusaha tidak hanya menikmati lezatnya durian Wonosalam, tetapi juga sambil melirik sektor pariwisata. Terutama wisata agro. Alam yang masih perawan di seputar pengunungan yang menghasilkan oksigen yang baik menjadi pertimbangan pengusaha untuk membenamkan investasinya.
Wonosalam adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan ini terletak di lereng Gunung Anjasmoro dengan ketinggian rata-rata 500-600 meter di atas permukaan laut.
Kecamatan Wonosalam , Kabupaten Jombang, terletak 35 km sebelah tenggara Kecamatan Jombang. Kecamatan Wonosalam adalah salah satu penghasil durian terbesar di Jawa Timur. Selain itu kawasan Wonosalam juga memiliki potensi pariwisata yang besar, khususnya agrowisata karena mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah petani.
Selain durian, di kawasan Wonosalam juga merupakan penghasil cengkih, kopi dan pisang. Pusat pemerintahan Kecamatan Wonosalam terletak di Desa Wonosalam, yaitu terletak pada bagian tengah kecamatan ini.
Potensi kecamatan Wonosalam ialah buah durian, di antara beragam durian yang ada di sana, salah satu yang kini makin populer adalah jenis bido. Nama durian itu diambil dari nama lokal burung elang Jawa. Variasi tersebut bisa ditemui di desa-desa yang ada di kecamatan itu. Durian bido memiliki ciri khas yang tidak dipunyai varietas lain.
Ukurannya besar dan dagingnya tebal. Rata-rata berdiameter 15 hingga 25 cm, beratnya bisa mencapai 3,5 kilogram. Meskipun rasa yang ditawarkan hampir sama dengan varietas lain, ada sejumlah sensasi lain yang hanya dimiliki jenis bido.
Kecamatan yang memiliki potensi banyak penghasil durian serta rata-rata warga di sana memiliki pohon durian sendiri. Kenduren Wonosalam merupakan ritual tahunan masyarakat dari 9 desa di Kecamatan Wonosalam yang banyak mendatangkan wisatawan.
Menangkap Potensi
Melihat potensi Wonosalam tersebut, sejumlah pengusaha mulai “berani” masuk ke Wonosalam untuk bergerak di sektor pariwisata hingga realestate. Pengembang yang cukup berani dengan tidak melupakan lingkungan antara lain menghadirkan kawasan wisata edukasi bertajuk De Durian Park. Dia adalah Yusron Aminulloh.
“Banyak slogan pemerintah, para tokoh yang mengajak gerakan kembali ke desa. Tapi bagaimanakah keindahan kembali ke desa itu? Saya menjawabnya dengan membangun De Durian Park, Segunung, Wonosalam. Saya yakin Wonosalam, mempunyai potensi wisata masa depan. Terutama potensi wisata agronya. Saya nekat saja masuk ke Wonosalam. Meski nekat, tapi saya tak lupa bawa bekal. Penuh perhitungan,” kata Yusron Aminulloh, Founder dan CEO DeDurian Park Segunung Wonosalam, kepada Global News, akhir pekan lalu.
De Durian Park merupakan area kebun durian produktif, sekaligus agro wisata dan edukasi yang bertempat di Dusun Segunung, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Memiliki luas 10 hektare, De Durian Park berlokasi di bawah Gunung Anjasmoro. Selain dapat menikmati aneka jenis durian langsung di lokasi, pengunjung masih akan disuguhkan dengan panorama alam yang menarik dengan berbagai spot untuk berswafoto.
De Durian Park juga mengakomodir gagasan pemberdayaan petani dan inovasi pertanian durian dengan terbentuknya Asosiasi Petani Durian Indonesia (APDURI).
Tidak berhenti di situ. Anak muda mantan wartawan Surabaya Post tersebut, terus mengembangkan sayapnya dengan membuka Villa Saieda Estate yang lokasinya tak jauh dari De Durian Park. Saieda Estate berada di kawasan premium pegunungan Anjasmoro dipastikan udara sejuk dan bersih dengan dilengkapi fasilitas yang modern seperti Sinai Cafe, Sports Center, hingga Education Center.
Pengelolaan kawasan, keamanan, kebersihan, sampah, layanan, penghuni, infrastruktur ditangani langsung oleh Saieda Estate yang andal. Disertai lingkungan asri dengan keamanan terjamin 24 jam dilengkapi CCTV. Saieda Estate dilengkapi berbagai fasilitas yang terintegrasi antara villa, kawasan wisata, olahraga, serta area hiburan dan bermakna bagi keluarga para pengunjung maupun pemilik vila.
“Di kawasan vila yang menempati lahan sekitar 10 hektare ini sudah berdiri puluhan vila. Hingga saat ini pembangunan terus dilakukan, karena peminatnya lumayan banyak. Mereka itu terdiri dari dosen, pengusaha hingga kiai. Kami yakin, tak lama lagi kawasan ini sudah dibeli anggota masyarakat yang menginginkan vila yang benar-benar tenang dalam kesejukan,” kata Yusron Aminulloh, Dirut PT Saieda Berkah Properti didampingi Imam Natuna, Direktur Bisnis dan Marketing.
Yusron tidak berhenti di situ, dia juga membangun kawasan hunian di Puncak Wionosalam. “Suatu hal yang kami perhatikan dengan benar-benar yaitu keseimbangan alam dan lingkungannya. Seperti contoh di Saieda yang kami bangun vila hanya 30%-nya saja, sedangkan sisanya atau 70%-nya adalah pepohonan. Kami menebang satu pohon, kami menggantinya dengan tiga pohon,” kata Yusron.
Pembenahan Infrastruktur
Wonosalam memang masa depan. Meski demikian, infrastruktur harus menjadi perhatian bersama. Terutama Pemerintah Kabupaten Jombang. Melewati jalan menuju kawasan Wonosalam hingga kini memang tidak seperti kita bayangkan. Rindangnya pepohonan. Sejuknya udara masih dapat kita rasakan.
Hanya saja, sebagai tujuan wisata masa depan, Pemkab harus jauh-jauh hari memikirkan akses jalan yang di sejumlah ruas jalan masih sempit. Sejumlah jalan menuju tujuan wisata masih sempit. Jangan menunggu harga melonjak, lalu membebaskan tanah untuk pelebaran. Ini lah penting dipikirkan oleh Pemkab Jombang, karena Wonosalam tak lama lagi akan kebanjiran wisatawan. Sebab, Wonosalam menjadi masa depan pariwisata Jatim.
Pembenahan infrastruktur jalan di Wonosalam mendapat dukungan dari Wakil Ketua DPRD Jatim Hj. Anik Maslachah, S.Pd., M.Si. Menurut politisi PKB ini, Wonosalam sejak lama menjadi daerah wisata utamanya bumi perkemahan dan buah duriannya. Apalagi saat ini ada banyak tempat wisata-wisata lain yang menjadi daya dukung dan bisa terintegrasikan satu dengan yang lain seperti kampung Jawi, hutan pinus, banyu mili dan lainnya.
“Tentu ini menjadi potensi yang menjanjikan, karenanya penting daerah menyiapkan infrastruktur jalan yang memadai agar dapat berkembang lebih maksimal lagi. Ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat Jombang sekitarnya juga akan dapat menaikkan PAD Pemda Jombang,” katanya kepada Global News, Rabu kemarin. (*)