MALANG (global-news.co.id) – Arema FC melakukan tes kinetik kepada pemain pada Minggu (25/9/2022) lalu. Apa yang dilakukan tim berjuluk Singa Edan terbilang cukup menarik karena biasanya klub BRI Liga 1 lebih cenderung melakukan tes VO2 Max kepada pemain.
Pelatih Arema FC, Javier Roca, mengatakan, tes VO2 Max tidak tepat jika digelar di tengah musim. Sebab, tes itu membutuhkan waktu dan hasilnya tidak akan maksimal ketika para pemain dalam situasi sedang berkompetisi.
“Tes VO2 Max butuh dua hari. Sebelum tes butuh rest, setelah tes juga butuh rest. Bukan rest tidak latihan, tetapi latihannya ringan untuk kita dapat hasil maksimal. Kalau di tengah jalan susah,” kata pelatih asal Chile itu.
Sementara, tes kinetik dilakukan untuk mengukur kekuatan otot, kadar lemak, dan beberapa kriteria lain. Tes ini tidak butuh waktu lama, namun secara hasil ada banyak aspek positif yang bisa diambil tim pelatih.
Menurut video analis Arema FC, FX Yanuar, hasil tes kinetik bisa dipakai untuk deteksi awal cedera pemain. Hal ini penting karena Arema FC acapkali dipusingkan dengan cedera otot para pemain pada awal musim ini.
“Kita mau injury preventif. Kan ada tes keseimbangan penggunaan kaki kanan dan kiri, ada lompatan juga supaya kita tahu bisa balance. Jangan sampai pemain kaki kanan saja yang kuat tapi kaki kiri jadi beban lalu cedera,” kata Yanuar.
Tes kinetik juga menjadi salah satu patokan ada di mana level sepakbola yang bisa dimainkan para pemain. Dia memberi contoh bahwa otot hamstring para pemain di Premier League mampu mengangkat beban sampai 400 newton.
“Di Indonesia rata-rata 335-350 newton. Dari data tersebut, kita bisa tahu bahwa kalau kita mau bermain di sana, gap-nya kejauhan jadi kita harus mengejar itu untuk bisa sampai ke sana,” ujarnya. (lib, rma)