SIDOARJO (global-news.co.id) – Peredaran rokok ilegal menurut data dari kantor Bea Cukai Wilayah Jawa Timur masih tinggi, sebesar 4,2 persen. Kementerian Keuangan menarget dibawah 3 persen. Data tersebut termasuk peredaran rokok ilegal yang diproduksi di Wilayah Jawa Timur, termasuk Sidoarjo.
Tingginya angka peredaran rokok tanpa pita cukai ini mengakibatkan kerugian negara yang besar. Total kerugian tax loss atau kerugian pajak dari cukai rokok mencapai 5 triliun rupiah pada tahun 2020. Besarnya kerugian itu akibat dari pengusaha rokok ‘nakal’ yang tidak mau mengurus izin usaha.
Pada pertemuan antara Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor dan Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jawa Timur 1, Padmoyo Tri Wikanto serta perwakilan dari pengusaha rokok Sidoarjo muncul wacana, Pemkab Sidoarjo akan mencari lahan yang akan dibangun menjadi kawasan pengolahan hasil tembakau.
Kawasan ini nantinya menjadi pusat produksi rokok bercukai di wilayah Kabupaten Sidoarjo dan langsung dalam pengawasan Kanwil Bea Cukai Jawa Timur. Selasa, (24/8/2021).
Bupati Ahmad Muhdlor melihat rencana itu bagus. Pada prinsipnya Bupati Sidoarjo setuju dengan rencana pembagunan kawasan terpadu pengolahan hasil tembakau. Asal mengedepankan win – win solution. Peralihan tempat produksi ini harus membawa keuntungan pada kedua belah pihak.
“Bagus bila memang dibuatkan kawasan tersendiri, asal kedua belah pihak saling menguntungkan. Pengusaha juga untung, negara juga untung,” kata Gus Muhdlor.
Kakanwil Bea Cukai Jatim 1, Padmoyo Tri Wikanto membeberkan usulan rencana pembangunan kawasan terpadu menjadi sentra industri pengolahan hasil tembakau membutuhkan lahan sekitar 1 hektar.
” Di situ nanti rokok yang keluar akan bercukai semua, apapun merk-nya. Dan kawasan itu mungkin bisa dibangun lima pabrik rokok dengan kapasitas produksi pita cukai masing masing maksimal 300 juta batang per tahun. Adanya kawasan terpadu langsung dalam pengawasan bea dan cukai,” terang Tri Wikanto.
Wacana pembangunan kawasan sentra pengolahan hasil tembakau mendapat respon positif dari Asosiasi Pengusaha Rokok Sidoarjo (Apersid). Menurut Muhammad Amin Wahyu Hidayat, Sekretaris Apersid keberadaan industri rokok ilegal berdampak pada menurunnya penjualan usaha rokoknya.
Amin Wahyu yang juga mewakili para pengusaha rokok Legal di Sidoarjo menuturkan, selama ini hasil produksi rokok mereka yang Legal dipasarkan di luar Jawa. Penjualan turun drastis bila industri rokok ilegal menjual produknya di tempat yang sama.
“Sangat berdampak pada penjualan rokok kami yang legal ini, apalagi pemasarannya di daerah yang sama. Mayoritas hasil dari produksi rokok di Sidoarjo dijual ke luar Jawa,” kata Wahyu.
Mewakili para pengusaha rokok di Sidoarjo yang saat ini hanya tinggal 50 an perusahaan, turun drastis dari jumlah 215 perusahaan rokok di tahun 2005. Kata Wahyu banyak yang sudah gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan rokok ilegal alias rokok tanpa cukai.
“Banyak pekerja yang dirumahkan, karena banyak pabrik yang gulung tikar. Bantuan dana dari bagi cukai dari pemerintah sangat membantu para pekerja. Dana itu kita manfaatkan untuk para karyawan,” ujarnya.
Wahyu dan kawan-kawan sesama pengusaha rokok mengapresiasi atas ketegasan pemerintah dalam memberantas rokok ilegal. Wacana pembangunan kawasan pengolahan hasil tembakau juga dinilai Wahyu bisa menjadi solusi menekan peredaran dan produksi rokok ilegal di Sidoarjo.
“Tidak mudah melacak produksi rokok ilegal, karena diproduksi di dalam rumah, makanya kita dukung pemerintah memberantas peredaran rokok ilegal ini,” kata Wahyu. (ir/win)