BOJONEGORO (global-news.co.id) – Kasus stunting atau masalah kurang gizi kronis di Kabupaten Bojonegoro masih tergolong tinggi. Dalam tiga tahun terakhir kasus stunting tertinggi di Bojonegoro berada di 15 desa.
Untuk mengurangi kasus ini, Dinas Sosial (Dinsos) bersinergi dengan para Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Salah satunya dengan memberikan bimbingan teknis dan materi soal stunting dari Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Bojonegoro Ani Pudji Ningrum.
Kadinkes Bojonegoro Ani menyebutkan, ada sebanyak 15 desa di Bojonegoro yang menjadi lokasi stunting tertinggi sejak tiga tahun terakhir. Belasan desa itu tersebar di sejumlah kecamatan mulai Balen, Kapas, Kalitidu, Ngasem, Temayang, Gayam hingga Kecamatan Bojonegoro.
“Pada 15 desa ini yang menjadi perhatian kami di 2021. Maka dari itu saya berharap kepada Pendamping PKH ikut bersama mengintervensi dan membantu pemerintah dalam rangka penurunan prevalensi stunting,” ujarnya.
Dia mengatakan, balita yang terdeteksi mengalami masalah stunting terutama lahir dari kalangan keluarga kurang mampu. Hal itu disebabkan beberapa faktor, diantaranya faktor kurangnya gizi hingga faktor kebersihan rumah dan lingkungan.
Melihat kondisi itu, para pendamping PKH dirasa yang paling dekat dengan masyarakat kurang mampu, karena pemerintah telah memberikan bantuan yang didampingi oleh para pendamping PKH. “Saya berharap saat di lapangan bisa bekerjasama dengan Puskesmas, Bidan Desa atau juga kader Posyandu sesuai desa dampingannya masing-masing,” pinta dokter Ani.
Salah satu pendamping PKH Athok M Nurrozaki mengaku siap membantu Pemkab Bojonegoro dalam rangka percepatan pencegahan stunting dengan memberikan edukasi dan wawasan kepada para penerima manfaat PKH. “Sebutannya Pekerja Sosial, bukan sekadar Pendamping PKH. Jadi tugasnya lebih luas dan banyak, dan kami siap kapan saja,” ucapnya.
Di tempat terpisah, seorang anggota Speak Bojonegoro Anis Umi Khoirotunnisa menilai, penanganan stunting ini perlu adanya keterlibatan multistakeholder. Selain itu, dengan didukung anggaran yang memadai guna peningkatan sarana maupun prasarana kesehatan.
Hasil penelitian yang dilakukan anggota Speak tahun 2019 masih banyak desa dengan anggaran kesehatan kurang dari 10 persen dari nilai APBDesa. “Efektivitas anggaran desa tahun 2019 masih banyak desa dengan anggaran kesehatan kurang dari 10 persen. Padahal berdasarkan Perbup no 2 tahun 2018 memungkinkan Dana Desa untuk dipakai dalam bidang kesehatan selain APBDesa,” ujarnya, Rabu (26/5/2021).
Sementara data yang mereka peroleh dari Dinkes Kabupaten Bojonegoro jumlah kasus stunting di Bojonegoro 2020 masih cukup tinggi, yakni 5.192 balita stunting dengan prevelansi 6,87 persen. “Kalau analisis Speak, kasus stunting itu banyak sekali cakupan penyebabnya, seperti pohon masalah yang banyak cabang dan saling terkait,” jelasnya.
Stunting kata dia, tidak hanya tiba-tiba ada karena kurangnya gizi seimbang yang diberikan kepada anak. Tetapi, dimulai jauh sebelum itu, yakni mulai dari edukasi tentang gizi pada masa sebelum kehamilan dan pasca melahirkan, sampai kesehatan ibu saat pengasuhan. hud, bej