JAKARTA (global-news.co.id) –
Komnas HAM membeberkan hasil penyelidikan terkait insiden bentrok antara polisi dengan anggota Front Pembela Islam (FPI). Komnas HAM menyatakan telah terjadi pelanggaran oleh pihak kepolisian terkait penembakan oleh polisi terhadap empat anggota FPI.
Komnas HAM membagi dua peristiwa berbeda dalam insiden yang mereka sebut sebagai Peristiwa Karawang.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menjelaskan peristiwa pertama yaitu baku tembak yang menewaskan dua orang laskar FPI. Dalam peristiwa kedua, empat orang yang masih hidup, kemudian tewas dalam penguasaan polisi.
“Terdapat enam orang meninggal dunia dalam dua konteks berbeda, pertama insiden Jalan Karawang Barat sampai KM 49 yang menewaskan dua laskar FPI. Substansi konteks peristiwa saling serempet dan saling serang dengan senpi,” ujar Anam dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (8/1/2021).
Sedangka terkait peristiwa KM 50 ke atas, terdapat 4 orang masih hidup dalam penguasaan resmi petugas negara yang kemudian ditemukan tewas. “Maka peristiwa tersebut bentuk peristiwa pelanggaran HAM,” katanya.
Choirul menyebutkan penembakan sekaligus 4 orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain untuk menghindari jatuh korban jiwa mengindikasikan ada tindakan unlawful killing atau pembunuhan yang terjadi di luar hukum terhadap laskar FPI.
Komnas HAM merekomendasikan peristiwa tewasnya empat laskar FPI dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana.
Komnas HAM juga meminta ada pengusutan lebih lanjut dugaan kepemilikan senjata api oleh pihak FPI.
Sejak peristiwa itu terjadi, Komnas HAM melakukan peninjauan langsung ke lokasi peristiwa, Kerawang pada 8 Desember 2020. Komnas HAM sebelumnya telah membentuk tim penyelidikan sesuai mandat Komnas HAM Pasal 89 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sejak 7 Desember 2020.
Dalam peninjauan itu, pihaknya menemukan beberapa benda yang diduga sebagai bagian peristiwa tersebut. Beberapa di antaranya tujuh buah proyektil, tiga buah slongsong, bagian peluru, pecahan mobil dan benda lain dari bagian mobil seperti baut.
Komnas HAM juga meminta keterangan terhadap sejumlah pihak, antara lain kepolisian, siber, nafis, dan petugas kepolisian yang bertugas, hingga pengurus FPI.
Komnas HAM juga mendalami bukti-bukti 9.942 video dan 137 ribu foto yang berkaitan dengan insiden tersebut. Bukti tersebut dijadikan tahap finalisasi laporan akhir Tim Penyelidik Komnas HAM sebelum mengumumkan hasil rekomendasi akhir.
Selain itu, Komnas HAM juga melakukan pengecekan terhadap barang bukti, termasuk mobil yang dipakai saat bentrok polisi-FPI tersebut terjadi. Komnas HAM juga melakukan rekonstruksi insiden bentrok tersebut di kantor mereka secara tertutup dengan menghadirkan anggota Polri.
Kasus bentrok polisi dan FPI terjadi pada Senin 7 Desember 2020 dini hari di ruas tol Jakarta-Cikampek. Kejadian tersebut menyebabkan enam anggota FPI tewas oleh karena peluru yang ditembakkan polisi. Polisi dan FPI saling tuding terkait peristiwa itu, masing-masing saling klaim mendapat serangan terlebih dahulu.
Kasus itu pun telah diambil alih, dari yang semula ditangani Polda Metro Jaya kini dipegang Bareskrim Polri. Bareskrim juga–yang disaksikan unsur Kompolnas–telah melakukan rekonstruksi bentrokan di empat titik di kawasan Karawang Jawa Barat.
Empat titik itu adalah depan Hotel Novotel Jalan Internasional Karawang Barat, Jembatan Badami Karawang, Rest Area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek dan KM 51+200 Jalan Tol Jakarta Cikampek. Polisi mendalami dugaan pelanggaran tindak pidana penyerangan dan melawan petugas. Selain itu, ada juga penyematan pasal kepemilikan senjata api ilegal.
Di sisi lain, pihak FPI tidak terima dan menginginkan pembentukan tim independen untuk mengusut kasus ini. FPI sendiri telah dinyatakan bubar dan dilarang aktivitasnya oleh pemerintah lewat SKB enam menteri pada 30 Desember 2020. dja, ejo