Rencana pemerintah untuk menyuntikkan Vaksin Covid-19 pada November ini ditunda. Ini berarti upaya mencegah sekaligus menekan laju pertambahan penderita penyakit tersebut belum bisa optimal. Bagaimana kita harus menyikapinya?
Kepastian penundaan itu didasarkan pada pernyataan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dr Penny K Lukito MCP yang menyebut, izin edar penggunaan darurat berupa Emergency Uses Authorization ( EUA) vaksin Sinovac kemungkinan besar baru bisa dikeluarkan minggu ketiga atau keempat bulan Januari 2021.
Masuk akal memang karena hingga kini BPOM masih menunggu proses analisis. Uji klinis tahap 3 yang dilakukan Tim Peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran melalui kerjasama PT Biofarma dengan Sinovac Biotech China di Jawa Barat telah selesai. Penny menyebut data-datanya masih dalam tahap analisis.
Untuk membantu tercapainya target pemberian EUA pada Januari 2021, Direktur Utama PT Biofarma, Ir Honesti Basyir mengatakan, pihaknya juga akan memberikan data-data hasil pengujian vaksin Covid-19 di Bandung kepada BPOM. Diperkirakan sekitar minggu pertama Januari 2021.
Para ahli dan perusahaan farmasi di berbagai dunia berupaya membuat vaksin virus corona sebagai upaya mengakhiri pandemi yang terjadi. Namun, pengembangan vaksin membutuhkan waktu yang tidak singkat.
Meski BPOM belum mengeluarkan izin vaksin Covid-19 Sinovac, namun pemerintah telah memulai rencana vaksinasi dengan mengadakan simulasi di sejumlah Puskesmas. Presiden Joko Widodo mengatakan, simulasi seperti ini akan terus dilakukan hingga vaksin siap dan penyelenggara juga bisa menerapkan prosedur yang benar.
Dari sisi keamanannya, Penny mengakui, kandidat vaksin Covid-19 hasil kerjasama dengan perusahaan Sinovac, Tiongkok bernilai baik. “Alhamdulillah aspek keamanan dalam uji klinis pantauannya baik. Aspek mutu dari vaksin Sinovac juga baik,” ujar Penny usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (23/11/2020).
Terkait vaksin, Ketua Satgas Covid-19 PWNU Jatim, dr Edi Suyanto SpF SH MH, mengatakan ini merupakan kekebalan buatan. Manusia pada dasarnya memiliki kekebalan alami yang diperoleh dari dalam tubuhnya sendiri. Karenanya, kalau ada pemunduran jadwal vaksinasi yang oleh pemerintah rencananya dimulai November, Edi menyebut tak masalah.
Alasannya, virus corona ini berbeda dengan virus yang selama ini sudah ada vaksinnya. “Ini jenis virus yang tidak bisa berkembang mandiri, virus yang tidak sempurna. Sehingga kalau tidak hati-hati betul dikhawatirkan malah semakin kuat,” ujarnya Rabu (25/11/2020).
Menyikapi itu, dokter Edi mengingatkan kembali pentingnya disiplin setiap individu dalam menjalankan protokol kesehatan 3M, yaitu Memakai masker, Mencuci tangan pakai sabun, dan Menjaga jarak atau menghindari kerumunan. Sedang dari pemerintah dalam menjalankan 3T, Testing, Tracing, dan Treatment. Ditegaskan, ini merupakan cara yang harus dilakukan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Sekalipun nantinya sudah diberlakukan vaksinasi, protokol kesehatan ini tetap wajib dilaksanakan.
Mundurnya rencana vaksinasi itu juga mendapat respon positif Chandra Dewi. Pengusaha UMKM ini mengaku masih ragu, karena dalam vaksinasi itu berarti ada virus yang dimasukkan ke dalam tubuh. “Berarti bisa jadi timbul masalah baru dalam tubuh kita, seperti alergi. Sehingga memang harus betul-betul teruji,” ujarnya, Rabu (25/11/2020).
Tapi, lanjutnya, kalau misalnya ada yang mau mencoba karena merasa badannya kuat dan sehat, tidak masalah karena itu pilihan. “Tapi ya memang harus dipikirkan baik-baik,” katanya.
Lain halnya dengan Bambang. Pria yang akrab disapa Bije ini mengaku lebih suka mengandalkan kekebalan tubuh alami. Sejak pernah divonis kena Covid-19, dirinya menjaga kesehatan tubuhnya dengan mengonsumsi vitamin D.
“Kalau disuruh ikut vaksinasi, saya pilih yang terakhir saja. Entah ya saya kok masih skeptif, pemerintah terlalu terburu-buru kalau mau menerapkan vaksin itu sekarang. Banyak teman-teman dokter yang berpikiran seperti saya. Mungkin ini juga yang memengaruhi saya,” ujarnya.
Bije sepakat untuk memutus rantai penularan Covid-19 yang dengan menjalankan protokol kesehatan 3M. “Meski saya terkadang masih lupa masker, sehingga balik ke rumah lagi ambil masker,” ujarnya terkekeh.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengatakan, pemerintah memiliki pertimbangan tersendiri dalam memilih merek vaksin Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia. Salah satu faktornya, yakni vaksin yang mampu didistribusikan dan disimpan di dalam suhu 2 sampai 8 derajat Celcius. “Vaksin yang akan dibeli pemerintah juga merupakan vaksin yang cold chain-nya atau distribusinya yang frendly dengan distribusi kita, (bisa disimpan dengan) 2-8 derajat celcius,” ujar Erick dalam webinar, Selasa (24/11/2020).
Ketua Pelaksana Satgas Covid-19 ini menambahkan, bila Indonesia memilih merek vaksin Covid-19 yang memerlukan penyimpanan di bawah suhu 2 derajat celcius, maka akan kesulitan dalam pendistribusiannya. Apalagi, lanjutnya, persiapan untuk mendistribusikan vaksin tak banyak waktunya. “Kenapa misalnya nanti pemerintah pilih Sinovac, atau Novavax, atau AstraZeneca, itu karena alasan-alasan ini. Kenapa Pfizer dan Moderna belum bisa? Karena memang cold chain-nya, yang satu -75 (derajat Celcius), yang satu -20 (derajat Celcius),” katanya.Retno Asri