JAKARTA (global-news.co.id) – Kalangan pengusaha merespons positif pengumuman pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Minggu (13/9/2020). Hal itu tak lepas dari kenyataan bahwa pengetatan PSBB yang mulai berlaku Senin (14/9/2020) tidak sebagaimana dikhawatirkan pengusaha.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jakarta Diana Dewi menceritakan saat Anies pertama kali mengungkapkan rencana PSBB total pada Rabu (9/9/2020) lalu, semua pengusaha panik. Oleh karena itu, Kadin Jakarta pun akhirnya mengirimkan surat kepada Pemerintah Provinsi Jakarta untuk mengusulkan beberapa kebijakan.
“Sesuai dengan yang kita harapkan, aspirasi kita diminta, ternyata sekarang diakomodir,” kata Diana, Minggu (13/9/2020).
Adapun Pemprov DKI Jakarta, bukan hanya mendapatkan aspirasi dari Kadin, tapi juga turut mengakomodir sejumlah asosiasi pengusaha yang lainnya.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy Mande juga mengatakan hal yang sama. Saat Anies mengumumkan akan memberlakukan PSBB Total pada Rabu (9/9/2020), pihaknya juga menyurati Pemprov DKI untuk memberikan masukan.
“Aprindo menyurati agar supaya PSBB kedua gak sama seperti PSBB pertama. Karena PSBB pertama kan mal ditutup, PSBB kedua ini kami mengapresiasi atas perhatian pemerintah untuk tetap memberikan kesempatan ritel tetap buka dengan kapasitas 50%,” kata Roy.
Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DKI Jakarta juga telah memastikan pengelola pusat belanja atau mal siap menjalankan pengetatan PSBB di DKI Jakarta yang mulai berlaku, Senin (14/9/2020). Hal itu dinyatakan Ketua DPD APPBI DKI Jakarta Ellen Hidayat dalam rilis yang dikirim ke media.
“Kami sangat mengerti dan juga menyelami kekhawatiran pemprov dan masyarakat luas dengan semakin berkembangnya pandemi Covid-19 ini, sehingga diperlukan suatu cara yang tepat sasaran untuk dapat mengurangi penularan Covid-19 . Namun kali ini ternyata pihak pemprov juga sudah mencatat bahwa pusat belanja di DKI bukan merupakan klaster Covid-19,” kata Ellen.
“Keadaan saat ini memang perlu kerjasama dari segenap lapisan masyarakat dan juga mempertimbangkan berbagai aspek sehingga tujuan utama agar dapat menjaga kesehatan masyarakat dan juga berjalannya dunia usaha yang sudah terpuruk beberapa bulan ini masih dapat tetap berjalan. Umumnya produk-produk yang dijual di pusat belanja merupakan produk kebutuhan sehari-hari berupa sandang pangan,” lanjutnya.
Hasil Kompromi
Managing Director Institute of Developing Economies and Entrepreneurship Sutrisno Iwantono angkat suara perihal langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Senin (14/9/2020). Menurut Sutrisno, keputusan Pemprov DKI Jakarta kompromistis.
“Saya kira itu hasil kompromi antara berbagai pihak, antara pemerintah daerah dengan pusat dan pihak-pihak lainnya. Apapun hasilnya, masyarakat harus menghargai itu,” katanya di Jakarta, Minggu (13/9/2020).
Sutrisno mengungkapkan, Indonesia mengalami persoalan berat pada masa pandemi Covid-19. Hal itu diindikasikan dari tingkat penularan virus corona baru penyebab Covid-19 yang tidak mengalami penurunan, justru meningkat dari waktu ke waktu.
“Bahkan Indonesia dinilai termasuk negara yang buruk dalam menangani pandemi ini. Saya secara pribadi selalu berpendapat bahwa akar masalah belum diselesaikan dengan baik, yaitu penularan itu. Ekonomi bukan akar masalah tetapi terdampak. Sepanjang angka-angka penularan dan kematian terus naik maka masalah ekonomi tidak akan terselesaikan,” ujar Sutrisno.
Oleh karena itu, dia mengusulkan agar koordinasi dan sinkronisasi penanganan Covid-19 lebih ditingkatkan. Ia menilai percuma apabila PSBB DKI Jakarta diperketat, namun daerah lain semisal yang di sekitar Jakarta antara lain Bogor, Banten, dan Bekasi, berjalan sendiri-sendiri.
“Wabah ini adalah masalah seluruh bangsa Indonesia, sehingga mestinya menyatukan dan menyamakan langkah dan gerak kita. Terutama antara kesehatan dan ekonomi, antara pusat dan daerah, antara daerah dan daerah seharusnya bahu-membahu bukan jalan sendiri-sendiri, dan terlalu berat di salah satu sisi,” kata Sutrisno.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengungkapkan dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian. Ekonomi sudah pasti menurun di tengah kondisi yang sangat sulit ini. Namun jika hal itu untuk memperbaiki keadaan, Sutrisno menilai, tentu masyarakat rela berkorban.
“Selesaikan akar masalahnya, yaitu turunkan angka penularan. Wuhan berhasil untuk itu, dan ekonomi Tiongkok membaik, penularan bertahan di angka 80 ribuan. Angka tes kita sangat rendah, tergolong kelompok negara paling rendah. Semakin banyak tes dilakukan semakin menunjukkan angka penularan yang sebenarnya,” ujar Sutrisno.
Dia menyebut di Amerika Serikat saat ini sudah di atas 250 ribu orang yang dites per 1 juta penduduk, makanya terdeteksi angka penularan yang tinggi. “Jika tes kita tinggi, pasti angka riil tertular itu lebih tinggi. Kita tidak perlu takut ketahuan angka tinggi, karena dengan mengetahui angka sebenarnya tracing (pelacakan) dan treatment (penanganan ) bisa dilakukan dengan cepat,” lanjutnya.
Lalu, seperti apa dampak kepada perekonomian skala mikro dan kecil seiring pemberlakuan PSBB? Pemerintah, menurut Sutrisno, perlu memberikan sejumlah bantuan. Misalnya subsidi kepada masyarakat kecil yang tidak dapat bekerja kembali.
“Berikan bantuan hidup untuk mereka agar mereka taat dan tidak keluar rumah bikin kerumunan. Pada dasarnya tidak ada orang yang ingin terjangkit penyakit bahaya ini, kalau harus ke pasar untuk jualan karena mereka perlu makan. Berikan sosialisasi dan edukasi yang baik dan yang lebih penting bantu mereka untuk bertahan hidup. Jangan masyarakat bawah hanya diolok-olok sebagai pusat klaster penularan,” kata Sutrisno. dja, yan, ine, cnb