JAKARTA (global-news.co.id)- Komisi VIII DPR mengkritik pengumuman pembatalan pemberangkatan jamaah haji 2020 oleh Menteri Agama (Menag) secara sepihak pada Selasa (2/6/2020) pagi. Segala keputusan yang berhubungan dengan haji dan umrah seharusnya dibahas bersama dengan DPR, karena haji ini menyangkut ratusan ribu calon jamaah beserta konsekuensi dana haji yang telah dibayarkan.
“Ada kekeliruan Pak Menteri, harusnya itu segala sesuatu tentang haji itu diputuskan bersama DPR, apakah biaya penyelenggaraan haji, anggaran setoran dari calon jamaah, kemudian pemberangkatan dan pemulangan. Itu disepakati semua bersama DPR, termasuk hal yang sangat penting seperti ini, harus bersama-sama DPR untuk memutuskan batal atau tidak,” kata Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto kepada wartawan, Selasa (2/6/2020).
Yandri menjelaskan, Indonesia pun hingga saat ini belum mendapatkan laporan dari Kerajaan Arab Saudi soal diperbolehkan atau tidaknya pemberangkatan calon jamaah ke sana. “Gimana kalau Arab Saudi tiba-tiba minggu depan membolehkan berangkat jamaah haji kita, gimana? Pemerintah nggak bertanggung jawab dong,” ujarnya.
Terlebih, dia melanjutkan, Komisi VIII DPR dan Menag juga sudah menjadwalkan rapat kerja (raker) pada 4 Juni 2020 pukul 10.00 atas izin pimpinan DPR. “Tapi kan Menteri Agama umumkan hari ini, mungkin Menag nggak tahu undang-undang,” tegasnya.
Yandri menerangkan, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah diatur secara jelas tentang tata pelaksanaan ibadah haji dan umrah bahwa semua tidak bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah.
Politikus PAN ini menguraikan bahwa Menag mengirimkan surat permintaan raker pada Jumat (29/5/2020). Dia menginginkan rapat bisa dilakukan hari ini. Tetapi, karena rapatnya tidak bisa dilakukan secara virtual karena membahas hal yang sangat penting dan direncanakan akan ada konferensi pers bersama, maka rapatnya baru dijadwalkan Kamis depan oleh pimpinan DPR.
“Karena ini menyangkut hajat umat Islam, ratusan ribu nasibnya. Tapi kalau Pak Menteri begini, saya nggak tahu Pak Menteri ngerti nggak tata aturan bernegara,” kritik Yandri.
Legislator Dapil Banten II ini menambahkan, seharusnya dalam raker diputuskan kedua belah pihak, dibahas apa persoalannya, bagaimana solusinya, bagaimana mengatasi persoalannya, dan sebagainya. Sehingga, pemerintah dan DPR menghadapi publik bersama-sama. “Kalau sekarang kan kelihatannya pemerintah buang badan, emang nggak siap. Ya Kemenag baca undang-undang lah. Jangan grasa grusu,” pungkasnya. sin, ins