JAKARTA (global-news.co.id) – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan beberapa negara di dunia yang mulai melonggarkan bahkan mencabut aturan jarak sosial dan mulai membuka kembali pergerakan roda bisnis di negara mereka. Kondisi ini bisa memicu gelombang dua virus corona baru atau COVID-19.
“Di Korea Selatan, bar dan klub ditutup karena kasus yang dikonfirmasi menyebabkan banyak kontak dilacak,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers Senin (11/5/2020), dikutip dari CNBC Internasional.
Tedros menyebut di Wuhan Tiongkok, kelompok kasus pertama sejak penguncian diangkat diidentifikasi kena kasus lagi. Jerman juga telah melaporkan peningkatan kasus positif corona sejak pelonggaran pembatasan.
Karena itu Tedros mendesak negara untuk berhati-hati dalam melonggarkan hal tersebut. “Sebelum negara melonggarkan atau mencabut aturan jarak sosial, pandemi COVID-19 ini harus terkendali terlebih dahulu, dengan memastikan bahwa sistem kesehatan mampu mengatasi potensi kebangkitan dan memiliki pengujian yang diperlukan, melacak dan mengisolasi infrastruktur yang ada, “kata Tedros.
Dia mengatakan negara-negara menerapkan langkah-langkah ketat ini, kadang-kadang disebut penguncian, sebagai respons terhadap transmisi yang intens.
“Banyak yang menggunakan waktu untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk menguji, melacak, mengisolasi dan merawat pasien, yang merupakan cara terbaik untuk melacak virus, memperlambat penyebaran, dan menghilangkan tekanan dari sistem kesehatan,” katanya.
Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak memiliki antibodi terhadap COVID-19, yang artinya masih banyak populasi yang rentan terhadap virus ini. Tedros mengatakan WHO memahami jika pembatasan melemahkan ekonomi tiap negara.
Sedangkan menurut Mike Ryan selaku Direktur Eksekutif Program Darurat WHO, pemerintah tiap negara memerlukan “kewaspadaan ekstrem” serta infrastruktur kesehatan masyarakat yang memadai saat ingin melonggarkan aturan mereka. Sebab banyak negara yang belum menerapkan kedua hal tersebut sejauh ini.
“Banyak negara telah melakukan investasi yang sangat sistematis dalam membangun kapasitas kesehatan publik mereka selama penguncian itu. Yang lain belum,” kata Mike.
Mike menjelaskan setiap negara untuk menerapkan langkah-langkah kesehatan yang diperlukan, pengawasan kesehatan masyarakat, agar setidaknya memiliki kesempatan untuk menghindari gelombang kedua yang lebih besar nanti.
Longgarkan Pembatasan
Sementara itu sebelumnya, pemerintah Indonesia juga akan mengizinkan masyarakat berusia di bawah 45 tahun untuk kembali beraktivitas di tengah wabah pandemi COVID-19 agar mereka tidak kehilangan mata pencarian.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo dalam konferensi pers yang diselenggarakan melalui live streaming usai rapat terbatas, Senin (11/5/2020).
“Kelompok ini kita berikan ruang aktivitas lebih banyak sehingga potensi terkapar PHK kita kurangi,” kata Doni.
Doni menggarisbawahi bahwa kelompok tersebut mendapatkan ruang untuk kembali beraktivitas dengan catatan tidak memiliki gejala COVID-19. Apalagi, berbagai data menunjukkan bahwa kelompok ini tidak masuk dalam kelompok rentan.
Berdasarkan catatan Gugus Tugas, masyarakat yang berusia di bawah 45 tahun hanya sekitar 15% yang terpapar COVID-19. Secara fisik, sambung Doni, mereka memang terlihat lebih sehat ketimbang kelompok rentan.
“Kelompok muda di bawah 45 tahun mereka secara fisik sehat, punya mobilitas tinggi, dan kalau terpapar, mereka belum tentu sakit karena tak ada gejala,” kata Doni.
Ia menegaskan bahwa langkah ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memutus rantai PHK yang dilakukan sejumlah pengusaha di tengah wabah pandemi.
“Seluruh bangsa dunia berupaya jaga keseimbangan agar tidak terpapar virus dan terkapar PHK,” kata Doni. tri, cnb