SURABAYA (global-news.co.id) – Minimnya alat pelindung diri (APD) yang digunakan para tenaga medis menyebabkan pelaksanaan rapid test atau tes cepat di sejumlah puskesmas di Surabaya terkendala. “Mengingat jumlah alat pelindung diri yang terbatas, maka mereka dikumpulkan di puskesmas di udara terbuka. Mereka diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan,” kata Koordinator Protokol Kesehatan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, drg Febria Rachmanita di Surabaya, Rabu (1/4/2020).
Rapid test ini dilakukan untuk memeriksa keadaan antibodi seseorang yang terinfeksi virus corona atau Covid-19. Tes cepat tersebut baru bisa dilakukan di beberapa puskesmas di Surabaya, sembari menyesuaikan kesiapan puskesmas dan keadaan pasien orang dalam pantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). Beberapa puskesmas yang sudah melakukan rapid test pada Selasa (31/3) meliputi Puskesmas Tanjungsari, Manukan Kulon, Asemrowo, Sememi, Benowo, Jeruk, Made, Peneleh, Kedungdoro, Tembok Dukuh, Tambakrejo, dan Perak Timur.
Febria yang juga Kepala Dinas Kesehatan Surabaya memastikan, rapid test itu memprioritaskan sejumlah tenaga kesehatan (nakes), orang dalam pantauan (ODP), dan pasien dalam pantauan (PDP). Sesuai data, petugas kesehatan sekitar 400 orang, kemudian 150 ODP dan sekitar 29 PDP. “Itu yang harus diperiksa. Sebagian pasien PDP sudah dilakukan rapid test. Jadi yang ini lanjutannya,” kata Feny sapaan Febria Rachmanita.
Kota Surabaya mendapatkan sebanyak 620 alat rapid test dari Kementerian Kesehatan. Alat tersebut kemudian didistribusikan ke puskesmas-puskesmas di Kota Surabaya untuk dilakukan di wilayah masing-masing.
Feny juga memastikan, tingkat keamanan pasien sudah diatur, mulai jaga jarak antar pasien 1,5 meter, antrean di ruang terbuka, sampai mekanisme ketepatan jam untuk pasien. Semua itu dilakukan untuk menghindari penularan pasien satu dengan yang lain.
“Tidak dikumpulkan jadi satu untuk menghindari penularan. Makanya, selain berjarak mereka juga diletakkan di ruang terbuka, misalnya kalau puskesmas punya teras, nah pasiennya di situ,” kata dia.
Pemeriksaan di puskesmas dilakukan dalam pantauan dokter spesialis patologi klinik. Tim puskesmas pun sudah mendapatkan arahan dari dokter spesialis patologi klinik, mulai dari awal hingga akhir, termasuk saat pengambilan darah hingga analisisnya.
“Jadi, tim di puskesmas ini harus melaporkan kepada dokter spesialis patalogi klinik setelah melakukan rapid test. Pokoknya semuanya didampingi dan diarahkan oleh dokter spesialis ini,” katanya.
Dijelaskan, untuk pemeriksaan ini pasien tidak perlu menunggu lama karena hasilnya bisa langsung diketahui pada hari itu, sekitar 1-2 jam usai melakukan tes.
Rapid test ini berfungsi sebagai deteksi dini, sehingga jika hasilnya negatif, maka pemerintah tetep akan terus memantau perkembangan kondisi pasien. Baik yang OPD maupun PDP sampai lepas masa inkubasi 14 hari. “Kalau kemudian hasil rapid test ini positif, maka harus dilakukan tes swab,” katanya.
Pelaksanaaan rapid test juga dilakukan di RSUD Soewandhie dan RSUD Bhakti Dharma Husada (BDH) pada Minggu (29/3). Dari total 66 orang yang menjalani rapid test, hasilnya negatif semua.ret,an