JAKARTA (global-news.co.id) — Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom menyurati Presiden Joko Widodo untuk segera menetapkan status darurat nasional pandemi virus corona atau COVID-19 di Indonesia.
Selain itu, WHO menyarankan edukasi aktif serta komunikasi risiko secara luas kepada publik tentang penularan virus corona. Surat tersebut juga menyebut Indonesia seharusnya menyediakan fasilitas pengawasan serta pengujian, terutama menggunakan fasilitas rumah sakit di setiap daerah.
Begitu juga langkah penelusuran terhadap kontak, pengawasan, serta karantina terduga pasien terinfeksi COVID-19.
“Saya juga turut berterimakasih apabila Indonesia berkenan memberikan informasi lengkap terkait langkah pendekatan, pengawasan, penelurusan kontak, hingga rangkuman serta data kondisi pasien,” kata Tedros dalam surat bertanggal 10 Maret 2020 yang diterima, Jumat (13/3/2020).
WHO merasa berhak mengetahui informasi tersebut untuk melakukan penilaian risiko penyebaran virus corona di Indonesia. Selain itu, WHO menyebut informasi itu menjadi dasar koordinasi dan kolaborasi secara efektif bersama Kementerian Kesehatan dan pihak terkait.
Respons positif Pemerintah Indonesia kepada permintaan WHO ini diharapkan, sebagai salah satu komitmen terhadap jaminan kesehatan secara global.
Tedros juga menyebut Direktur Regional WHO sudah mengirimkan permintaan serupa secara langsung kepada Kementerian Kesehatan untuk membuka kerjasama dalam penanganan wabah ini.
Kurang Terbuka
Sementara itu pengamat TIK dari CISSReC, Pratama Persadha mengatakan pemerintah Joko Widodo kurang terbuka perihal informasi virus corona baru alias COVID-19 kepada publik. Menurutnya pemerintah tak perlu membagikan data pribadi pasien, tapi pemerintah bisa membagikan informasi lokasi yang pernah dikunjungi oleh orang yang terjangkit corona.
“Iya (kurang transparan). Harusnya yang dilindungi itu privacy pasiennya, bukan riwayat perjalanan atau kontak (yang dilakukan pasien),” kata Pratama, Jumat (13/3/2020).
Pratama mengatakan apabila pemerintah sulit membuka data jumlah orang yang terjangkit corona, pemerintah bisa membuka data riwayat perjalanan orang tersebut demi meningkatkan kesadaran masyarakat. “Masyarakat membutuhkan informasi yang jelas. Karena itu, bila pemerintah masih sulit membuka data siapa-siapa yang positif terjangkit corona. Minimal pemerintah bisa memberikan info tentang daerah tempat tinggal maupun aktivitas korban corona,” kata Pratama.
Di sisi lain, ia menyarankan seluruh informasi yang dibagikan pemerintah harus diperhitungkan agar tidak menyebabkan kepanikan masyarakat.
Pratama mengatakan pengguna teknologi informasi akan membantu langkah mitigasi terhadap virus corona. “Masyarakat harus di-info sejauh mana bisa bergerak dan mana saja yang harus dijauhi untuk menjaga penularan massal,” kata Pratama.
Pratama mengatakan pemerintah bisa meniru pemerintah Tiongkok yang membuat perangkat lunak dengan memanfaatkan basis data masyarakat yang terjangkit dan terduga corona.
Basis data digunakan untuk membangun sistem awareness berbasis data ticketing kereta, pesawat dan kendaraan lainnya. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bisa mengelola basis data tersebut dan membuat peta wilayah sebaran corona yang bisa diakses masyarakat. “Sehingga warga bisa mengecek dirinya apakah pernah satu moda transportasi dengan positif corona,” kata Pratama.
Senada dengan Pratama, Pakar TIK Abimanyu Wahyu Hidayat mengatakan transparansi wilayah sebaran corona tersebut bisa dijadikan referensi bagi masyarakat untuk menghindari wilayah tersebut. Selain itu, pemerintah atau pemangku kebijakan terkait juga bisa melakukan penyemprotan desinfektan di wilayah tersebut.
“Dengan demikian orang yang dekat situ bisa sadar dan langsung cuci baju dan tangan. Pengelola bangunan juga lakukan desinfektan apabila masuk ke wilayah tersebut,” kata Abimanyu.
Abimanyu menyarankan agar situs Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga tak hanya menampilkan statistik jumlah terduga maupun poisitif corona. Diharapkan situs juga bisa menampilkan perkembangan dari pasien positif corona. “Harusnya Kemenkes tak hanya tampilkan statistik tapi juga tampilkan gejala dan perkembangan dari pasien positif corona,” kata Abimanyu.
Pemerintah bisa mengatur mana informasi yang diminta publik tanpa mengurangi privasi warga yang terjangkit corona sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik. “Di sisi lain, menurut UU Keterbukaan Informasi Publik masyarakat berhak mendapatkan informasi yang jelas dan terbuka, apalagi jika informasi tersebut bisa dimanfaatkan untuk melahirkan sistem penanggulangan yang bermanfaat,” tutur Pratama.
Senada, Media Coordinator Tim KawalCovid19.id Elina Ciptadi meminta pemerintah untuk transparan membuka data pasien yang terjangkit virus corona. Pemerintah mesti menjelaskan domisili pasien, di mana dia tertular, dan bagaimana ia bisa terjangkit virus corona agar masyarakat tak resah.
Hal itu sudah diterapkan pemerintah Singapura supaya masyarakat yang tinggal di sana dapat memetakan risiko. “Di Singapura, itu ditulis pasien nomor sekian tertular di mana misal di restauran, rumah ibadah. Lalu pemerintah juga memberi tahu domisilinya, sehingga dari situ kita sudah memetakan risiko karena sudah kelihatan polanya,” kata Elina, Jumat (13/3/2020).
Kendati begitu, Elina mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia yang setiap hari memberikan kabar terbaru mengenai perkembangan virus corona melalui juru bicara pemerintah yakni Achmad Yurianto.
Sampai hari ini, jumlah pasien positif virus corona di Indonesia menjadi 69 kasus. Jumlah itu didapat berdasarkan hasil tracing kontak atau pelacakan kontak dari pasien sebelumnya.
Pasien tambahan pertama yang teridentifikasi adalah pasien nomor 35, perempuan 57 tahun, meninggal dunia.”Pasien nomor 36, perempuan 37 tahun masuk ke RSPI dengan menggunakan ventilator, mengalami perburukan dengan cepat kemudian meninggal. Setelah kita lakukan pemeriksaan ternyata positif,” kata Yuri dalam keterangan pers Istana Kepresidenan, Jakarta. ejo, sin, cnn