DILI (global-news.co.id)- Di tengah perjuangan meningkatkan perekonomian, Timor Leste menggelar pemilihan umum (pemilu) untuk menentukan parlemen terbaru mereka. Sekitar 760 ribu warga menggunakan hak pilihnya untuk memilih anggota parlemen dari 21 partai berbeda.
Seperti dilansir AFP, Sabtu (22/7/2017), antrean pemilih mulai terlihat di tempat-tempat pemungutan suara yang tersebar di negara termuda di Asia tersebut. Pemilu parlemen ini merupakan yang pertama digelar sejak pasukan penjaga perdamaian PBB meninggalkan negara itu tahun 2012 lalu.
Tempat pemungutan suara akan ditutup pada Sabtu (22/7) sore, sekitar pukul 16.00 waktu setempat. Hasil sementara baru bisa diketahui pada Sabtu (22/7) malam waktu setempat. Sedangkan hasil resmi baru diumumkan pada awal Agustus.
Pemilu parlemen ini digelar saat otoritas Timor Leste tengah menghadapi tantangan dengan cadangan minyak bumi menipis, sementara pemerintah berjuang untuk menyelesaikan perdebatan panjang dengan Australia soal sektor energi.
Praktik kekerasan juga menghantui warga yang ingin menggunakan hak pilihnya. Namun sejauh ini belum ada laporan aksi kekerasan atau kerusuhan terkait pemilu parlemen.
“Saya senang saya bisa memilih hari ini, karena penting bagi kami untuk memilih yang terbaik untuk memimpin negara kami,” tutur salah satu pemilih, Mateus Araujo seperti dikutip dari detik.com.
Pemilu parlemen ini akan menentukan pilihan calon Perdana Menteri (PM) untuk Timor Leste. PM Timor Leste akan terpilih berdasarkan partai pemenang pemilu atau koalisi partai-partai dalam parlemen. PM Timor Leste, yang merupakan tokoh politik paling berpengaruh di negara ini, bertugas mengawasi jalannya pemerintahan.
Pada Maret lalu, Timor Leste memilih presiden baru yakni Francisco Guterres, yang memiliki nama panggilan ‘Lu-Olo’. Guterres merupakan pemimpin Partai Fretilin dan mantan ketua parlemen Timor Leste. Saat menang pilpres, Guterres mendapat dukungan pahlawan kemerdekaan Timor Leste, Xanana Gusmao, yang juga Presiden Timor Leste yang pertama dan Perdana Menteri ke-4 negara itu.
Peran seorang presiden di Timor Leste lebih seremonial, namun bisa membantu menengahi pertikaian antara anggota parlemen. (afp)