WASHINGTON DC (global-news.co.id)-Mulai berkantor di Ruang Oval Gedung Putih, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pertamanya terkait Obamacare.
Perintah eksekutif pertama Trump tersebut bertujuan mengarahkan badan-badan pemerintah untuk mencabut secara perlahan aturan-aturan terkait Obamacare, program layanan kesehatan andalan mantan Presiden AS Barack Obama.
Saat penandatanganan di Ruang Oval, kepala staf Trump, Reince Priebus menjelaskan perintah eksekutif itu bertujuan ‘menimalisir beban ekonomi’ dari Affordable Care Act tahun 2020. Menghapus Obamacare telah menjadi prioritas utama Partai Republik, yang kini menguasai baik di DPR maupun Senat AS.
Dalam pandangan Republikan, Obamacare terlalu memaksa rakyat dan menghabiskan banyak anggaran. Obamacare sendiri bertujuan memastikan jutaan warga AS mendapat layanan kesehatan yang layak dan terjangkau, terutama mereka yang tidak dilindungi asuransi umum atau asuransi ketenagakerjaan.
“Sungguh penting bagi lembaga eksekutif… untuk melakukan seluruh langkah yang konsisten dengan hukum, demi meminimalisir beban regulasi dan ekonomi yang tidak beralasan dari Undang-undang itu, dan bersiap untuk memberikan aturan lebih fleksibel dan terkendali dalam menciptakan pasar layanan kesehatan lebih terbuka dan bebas,” demikian bunyi potongan perintah eksekutif Trump itu.
Perintah eksekutif Trump itu menginstruksikan Menteri Kesehatan AS dan beberapa departemen lainnya untuk: “Menjalankan seluruh kewenangan dan kebijaksanaan yang ada untuk melepaskan, menangguhkan, mengabulkan pengecualian dari, atau menunda penerapan ketetapan atau persyaratan Undang-undang (yang memicu beban fiskal atau anggaran).”
Dalam seremoni penandatanganan yang terkesan terburu-buru ini, Trump didampingi para penasihat seniornya, termasuk sang menantu Jared Kushner. Trump duduk di meja kepresidenan bernama Resolute Desk, saat menandatangani perintah eksekutif ini pada Jumat (20/1) malam waktu AS.
Trump juga menandatangani penetapan jabatan Menteri Pertahanan James Mattis dan Menteri Keamanan Dalam Negeri John Kelly.(dtk/afp)