SOLO (Global News)-Keprihatinan dosen dan Ketua Program S-2 Teknologi Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, terhadap mata pelajaran sejarah di sekolah yang dianggap tidak penting dan membosankan, mengantarkan Prof. DR. Nunuk Suryani, sebagai guru besar ke-177 di universitas negeri di Kota Solo tersebut.
Dalam pengukuhannya sebagai guru besar, Selasa (19/4/2016), isteri Ir. Hari Widodo Adi itu mengangkat orasi ilmiah berjudul “Pemanfaatan Media Digital untuk Meningkatkan Kualitas dan Daya Tarik Pembelajaran Sejarah.”
Dalam orasi ilmiah di depan Sidang Senat Terbuka yang dipimpin Rektor UNS, Prof. Dr. Ravik Karsidi, Prof. DR. Nunuk menyatakan, kini penggunaan media dalam pembelajaran sudah merupakan kebutuhan. Penggunaan media dalam pembelajaran, bisa membantu para guru mempermudah dalam memberikan pemahaman terkait dengan materi yang diajarkan.
Dalam kaitan itu, dosen dengan keahlian teknologi pembelajaran sejarah itu mengingatkan, para guru sekarang dituntut harus terus-menerus mengikuti perubahan, khususnya di bidang teknologi. Sebab, para siswa dari jenjang taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi sudah sangat akrab dengan teknologi gadget yang memungkinkan mereka mengunduh segala macam pengetahuan.
“Guru sekarang jangan bertahan dengan pola pengajaran lama yang konservatif. Meskipun pola pengajaran lama tidak selalu buruk, tetapi kalau guru tidak mau meng-up date teknologi pasti akan tertinggal,” ujarnya.
Prof. Nunuk Suryani menjelaskan, media yang digunakan para guru bisa berbentuk apa saja asal sesuai dengan fungsinya. Alasannya, karena pada hakikatnya media tersebut dapat efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.
Keprihatinan Prof. Nunuk Suryani, sehingga menyebut penggunaan media sebagai kebutuhan, karena di masa lalu pelajaran sejarah termasuk menjemukan dan tidak menarik. Padahal, kalau guru mau menggunakan media pembejalaran dengan aplikasi teknologi informatika, matapelajaran sejarah menjadi sangat menyenangkan, efektif dan efisien.
“Mata pelajaran sejarah dipandang menjemukan, karena para guru mengajar secara konvensional dengan media seadanya. Apalagi sekarang pelajaran sejarah dianggap tidak penting, karena tidak masuk sebagai materi ujian nasional,” tandasnya.
Prof. Nunuk menekankan, mata pelajaran sejarah bagi suatu bangsa sangat penting untuk menggugah kesadaran nasionalisme. Sedangkan untuk membuat matapelajaran sejarah menarik, para siswa tidak perlu dibawa ke sumber-sumber sejarah, karena sumber yang terserak dalam wujud candi, prasasti, buku dan lain-lain yang absrak, dapat dihadirkan ke ruang kelas menggunakan teknologi. Dia berharap, anak-anak yang pintar teknologi sekarang harus dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan.
Media film dengan basis cerita sejarah, dalam pandangan Prof. Dr. Nunuk Suryani, juga bermanfaat sebagai daya tarik pembelajaran, Ketua Program S-2 Teknologi Pendidikan, FKIP-UNS itu menyatakan, film termasuk di antara produk teknologi yang efektif untuk mengajarkan sejarah, bukan hanya fakta tetapi juga tata nilai.
Namun, berbeda dengan teknologi informatika yang bisa menghadirkan sumber sejarah di kelas atau secara personal menggunakan gadget, film dengan setting sejarah, seperti Diponegoro, Sukarno, bahkan film G-30-S/PKI dan sebagainnya hanya bisa disaksikan secara terbatas, meskipun pada hakikatnya sejarah yang disaksikan lewat media sama-sama tidak hanya mengajarkan fakta, tetapi juga afeksi untuk menggugah kesadaran terhadap masa lalu. (Tok Suwarto)