SURABAYA (global-news.co.id) – Saat ini Indonesia tengah mengalami krisis kesehatan, yakni pandemi Covid-19 yang sudah menyebar di 34 provinsi. Bersamaan dengan itu, momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 juga akan digelar di tengah pandemi Covid-19 pada 9 Desember 2020 mendatang.
Dengan melihat situasi dan kondisi pandemi Covid-19 yang terus membuat banyak orang jatuh berguguran, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) secara tegas menyampaikan dan meminta kepada seluruh pihak terkait untuk Pilkada serentak tahun 2020 agar ditunda terlebih dahulu.
Ketua PBNU Said Aqil Siraj melalui keterangan resmi tertulisnya mengatakan, bahwa permintaan agar menunda pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 karena mempertimbangkan kondisi pandemi Covid-19.
“Meminta kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum, red) RI, Pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat, red) RI untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada serentak tahun 2020 hingga tahap darurat kesehatan terlewati,” ungkapnya dalam keterangan resminya, Minggu (20/9/2020).
Meskipun pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 bakal menerapkan protokol kesehatan secara ketat, mobilisasi massa yang cukup banyak pasti bakal terjadi. Seperti contoh pada tahapan pendaftaran calon yang masih saja terdapat massa dari masing-masing Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) kepala daerah yang juga turut hadir.
“Kendatipun ada pengetatan regulasi terkait pengerahan massa, terbukti dalam pendaftaran pasangan calon telah terjadi konsentrasi massa yang rawan menjadi klaster penularan,” tegasnya.
Hal itu pun juga telah terbukti pada beberapa calon kepala daerah dan penyelenggara Pilkada serentak tahun 2020 telah terbukti secara klinis yang menyatakan, bahwa telah terkonfirmasi positif Covid-19.
Ini yang menjadi kekhawatiran selama kurang lebih tiga bulan ke depan berjalan, terkait munculnya klaster dalam Pilkada serentak tahun 2020.
Selain itu, PBNU juga meminta terkait penggunaan anggaran agar dilakukan realokasi anggaran terkait Pilkada serentak tahun 2020 dialihkan untuk penanganan kesehatan Covid-19.
“Meminta untuk merealokasikan anggaran Pilkada bagi penanganan krisis kesehatan dan penguatan jaring pengaman sosial,” sebutnya.
Said juga dalam keterangan resminya mengingatkan, kepada seluruh warga Nadhliyin terkait hasil-hasil Rekomendasi Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Kempek, Cirebon pada tahun 2012 silam.
“Mengingatkan kembali perihal perlunya meninjau ulang pelaksanaan Pilkada yang banyak menimbulkan mudharat berupa politik uang dan politik biaya tinggi,” jelasnya.
Sebagai informasi Pilkada serentak tahun 2020 ini akan diselenggarakan di 9 Provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota yang pada 9 Desember 2020 akan menyelenggarakan Pilkada secara serentak.
Salah satu yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak tahun 2020 yakni Kabupaten Malang. Dengan adanya permintaan dari PBNU untuk menunda Pilkada serentak tahun 2020 akan membuat resah para Bapaslon yang bertarung memperebutkan kursi Bupati dan Wakil Bupati Malang.
Diketahui bahwa di Pilkada Kabupaten Malang 2020 akan diikuti oleh tiga Bapaslon yakni Sanusi-Didik Gatot Subroto (SanDi), Lathifah Shohib-Didik Budi Muljono (LaDub) dan Heri Cahyono-Gunadi Handoko.
Di mana salah satu lumbung suara terbesar di Kabupaten Malang adalah warga Nahdliyin, yang turut serta dalam kontestasi politik Pilkada Kabupaten Malang 2020 mereka juga warga Nahdliyin. Yakni Sanusi dan Lathifah Shohib.
Nantinya permintaan PBNU ini akan membuat Bapaslon yang berlatarbelakang sebagai warga Nadhliyin menjadi bingung, antara kepentingan politik atau kepentingan kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Yang sejatinya kedua kepentingan tersebut saling berkaitan, yakni jika memilih kepentingan politik nantinya jika terpilih akan dapat merumuskan sebuah kebijakan dan formula untuk pengentasan Covid-19.
Tetapi jika permintaan dari PBNU terkait penundaan Pilkada serentak tahun 2020 dikabulkan, perencanaan anggaran terkait penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2020 akan terganggu dan tidak dapat berjalan dengan lancar. nas, ani, ins