JAKARTA (global-news.co.id)– Direktur Utama (Dirut) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris menegaskan kenaikan iuran ditujukan untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurutnya apabila Perpres 64 Tahun 2020 berjalan, kondisi BPJS Kesehahatan bisa membaik.
Lebih lanjut ia menerangkan, hal itu berdasarkan proyeksi dengan gambaran pemberlakuan iuran baru sejak Juli 2020. “Proyeksinya kalau nanti Perpres 64 berjalan, kami hampir tidak defisit. Hampir bisa seimbang cash in dan cash out-nya,” kata Fachmi Idris di Jakarta, Kamis (14/5/2020).
Dia menerangkan, BPJS akan mulai melunasi gagal bayar pada akhir 2019 senilai Rp 15,5 triliun. Pasalnya BPJS Kesehatan masih memiliki utang jatuh tempo kepada rumah sakit. Dari data paparan pada konferensi pers, BPJS Kesehatan memiliki utang klaim jatuh tempo ke rumah sakit senilai Rp 4,4 triliun per 13 Mei 2020.
“Kami bersyukur dari gagal bayar yang cukup besar pada akhir 2019 senilai Rp 15,5 triliun, ke sini sudah perlahan-lahan kami lunasi,” katanya.
Menurutnya, terbitnya Perpres itu mengembalikan ke nilai-nilai fundamental terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan juga mengembalikan kepada khittah UU DJSN BPJS yang hakekatnya adalah program gotong royong saling kontribusi satu sama lain dan pemerintah hadir sangat komit untuk membiayai rakyat miskin.
“Kalau ada isu Perpres ini tidak hadir, justru pemerintah hadir lebih banyak. Presiden Jokowi komitmen untuk membiayai masyarakat miskin baik oleh pemerintah pusat maupun daerah,” katanya. dja, wah
berita sebelumnya