JAKARTA (global-news.co.id) – Wabah corona (COVID-19) yang kini melanda Indonesia berpotensi menghadang pelaksanaan pilkada serentak tahun ini. Karena itu, KPU didesak meninjau kembali kesiapan pelaksanaan pilkada serentak ini. Sebab, pemerintah telah mengimbau masyarakat untuk menghindari kerumunan. Imbauan itu menyusul instruksi Presiden Jokowi untuk meningkatkan kewaspadaan nasional.
Demikian hal itu disampaikan Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dalam keterangan tertulisnya. Dia mengatakan, bencana COVID-19 telah menimbulkan kekhawatiran serius di tengah masyarakat.
“Kami mendorong KPU perlu untuk segera meninjau pelaksanaan tahapan Pilkada 2020. Ada 270 daerah yang akan melaksanakan pilkada pada 23 September 2020 nanti. Beberapa daerah bahkan sangat dekat dengan DKI Jakarta yang menjadi titik krusial penyebaran wabah COVID-19. Seperti Kota Depok dan Tangerang Selatan,” kata Fadli melalui keterangan tertulis, Selasa (17/3/2020).
Desakan itu tentu beralasan. Sebab, rangkaian pelaksanaan pilkada akan membuat banyak aktivitas di luar kantor. KPU harus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Bencana COVID-19.
“Koordinasi ini penting untuk menentukan langkah mitigasi tahapan pelaksanaan pilkada yang sangat mungkin beririsan dengan langkah pencegahan penyebaran COVID-19. Fokusnya adalah, menghindari pengumpulan orang dalam jumlah banyak, serta membatasi kegiatan di luar rumah,” katanya.
Dia mengatakan, dalam Pasal 120 ayat (1) UU No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota memungkinkan adanya pemilihan lanjutan. Isi pasal itu yakni: dalam hal sebagian atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilihan tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan pemilihan lanjutan. “Untuk pemilihan lanjutan ini, akan dilaksanakan dimulai dari tahap penyelenggaraan pemilihan yang terhenti,” tutupnya.
Terpisah Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi menilai pelaksanaan pilkada serentak berpotensi terancam ditunda seiring meluasnya penyebaran virus corona. Menurutnya, jika terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan keamanan dan gangguan lainnya berdasara UU No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Pilkada, ada penjelasan terkait skema dan aturannya.
Dalam konteks saat ini, terang dia, persoalan virus corona dapat masuk dalam kategori gangguan lainnya. “Ada dua skema yang terdapat dalam UU Pilkada yakni skema pilkada lanjutan dan pilkada susulan. Pasal 120 ayat (1) mengatur mengenai pemilihan lanjutan jika gangguan tersebut mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pilkada tidak dilaksanakan. Pelaksanaan pemilihan lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan pemilihan yang terhenti,” kata Arwani di Jakarta, Selasa (17/3/2020).
“Sedangkan skema lainnya yakni pilkada susulan. Skema ini dipilih jika gangguan tersebut mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan pemilihan terganggu. Ini diatur di Pasal 121 ayat (1) UU Pilkada. Pelaksanaan pilkada susulan dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan,” tambahnya.
Waketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyatakan, skema pilkada lanjutan atau susulan dalam Pilgub dapat ditempuh jika 40% jumlah kabupaten/kota atau 50% jumlah pemilih yang terdaftar tidak dapat menggunakan haknya.
Penetapan Pilgub lanjutan atau susulan dilakukan oleh menteri atas usul KPU Provinsi. Begitu juga skema pilkada lanjutan atau susulan untuk Pilbup/Pilwali jika tidak dapat dilaksanakan di 40% jumlah kecamatan atau 50% dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemilihan lanjutan atau susulan dilakukan oleh Gubernur atas usul KPU Kab/Kota.
“Keputusan pilkada apakah dilakukan dengan skema lanjutan atau susulan sangat ditentukan kondisi obyektif di lapangan. Dalam hal ini, pemetaan wilayah yang terpapar corona menjadi relevan. Pemetaan ini tentu harus berbasis data yang valid dan dihasilkan dari koordinasi dengan stakeholder lainnya dengan mempertimbangkan aspek perlindungan masyarakat,” jelasnya.
Arwani menambahkan, opsi mengenai model kampanye juga telah diatur di Pasal 65 ayat (1) seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka/dialog, debat publik/debat terbuka antarpasangan dan lain-lain. “Apakah model kampanye dengan pertemuan terbatas dapat menjadi model yang dipilih di situasi paparan virus corona? Tentu pilihan tersebut tetap merujuk protokol yang ditetapkan WHO,” ujarnya.
Oleh karenanya, Komisi II DPR meminta KPU untuk segera melakukan pemetaan daerah-daerah penyelenggaraan pilkada dengan menghitung kondisi objektif daerah yang terkena sebaran virus xorona. “KPU tentu harus melakukan koordinasi dengan instansi terkait, mengenai validitas data dan potensi atas paparan xorona,” tuturnya
“Kami menggarisbawahi pelaksanan pilkada harus tetap menomorsatukan perlindungan terhadap warga negara tanpa terkecuali atas ancaman virus corona,” pungkasnya. jef, ind