SAYA menceritakan ini setelah mendapat izin dari yang bersangkutan. Kami sepakat kisah nyata ini di-share, karena ada pelajaran besar di sana.
Pada suatu hari sekitar tahun 2005/2006, saya bertemu dan berkenalan dengan Dr. Ing. Setyo Nugroho (SN). Cerita sana sini, rupanya SN sedang menghadapi masalah. Proses pengurusannya untuk mendapatkan paten Jerman di Kantor Paten dan Merek (Deutsches Patent- und Markenamt/ DPMA) dan paten internasional di European Patent Office/ EPO, hasil penelitian semasa mengerjakan program doktor di Technische Universitaet Berlin (TU Berlin) menghadapi kendala. Kendala itu adalah dana dan waktu.
“Saya susah mengupayakan ke Dikti, ITS dan ke swasta, belum ada hasilnya”, katanya. Saya menatap mukanya yang galau dan sudut matanya yang basah. Saya sangat paham apa yang dialami SN. Kawan saya seangkatan di KRA XXXIII Chandra Manan Mangan, seorang petinggi di Kementerian Ristek kala itu, sering mengeluh tentang rendahnya apresiasi terhadap peneliti di Indonesia. Saya nyela, “Sudah Pak Doktor, cari lagi, nanti kalau sudah mentok, hubungi saya lagi ya”.
Waktu berlalu sebulan, tiba-tiba handphone saya berbunyi di tengah malam dingin di Kota Moskwa kala itu. Di ujung telepon sana SN melapor. “Pak Ibrahim, waktu saya tinggal 2 hari lagi dan ternyata belum juga ada donatur”, katanya. Saya pun telepon ke Jakarta dan SN terbantu. Saya membantunya dengan ikhlas demi pengembangan ilmu pengetahuan.
SN menemukan metoda untuk menata peti kemas dengan menggunakan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence). Metoda ini lahir saat SN bergabung dalam riset gabungan TU Berlin, TU Hamburg-Harburg dan sebuah perusahaan software di Hamburg. Kapal-kapal peti kemas ukuran besar di atas 5000 TEUS dan melayani banyak pelabuhan (multiport) sering mengalami kesulitan menempatkan peti kemas dengan efisien dan sekaligus tetap aman, stabilitas kapal terjaga baik. Metoda ini dinamainya “CaseStow”, berasal dari kata Case-Based Stowage Planning System. Sekembalinya ke ITS, SN mewujudkan impiannya untuk membuat piranti lunak yang dinamainya “iStow”.
Hingga saat ini, banyak kapal tenggelam hanya karena memuat barang dengan cara yang salah. Di samping itu, penataan yang tidak efisien, sering membuat peti kemas harus dimuat ulang, atau pengisian ruang kapal tidak optimal.
Sebagai pimpinan Pertamina Perkapalan kala itu, yang mengatur lebih dari 150 buah kapal tanker, yang memuat dan mengangkut migas ke seluruh Nusantara ini, saya paham betul soal ini. Salah sedikit kapal bisa tenggelam. Karena itu, iStow sangat diperlukan untuk kegiatan muat barang kapal di negara kepulauan ini.
Waktu berlalu tahunan. Tiba-tiba suatu hari, SN berkunjung ke kantor. Dengan muka ceria menceritakan keberhasilan penerapan iStow di kapal niaga domestik. Saya senang sekali. Kemudian SN mengeluarkan bungkusan dan menyerahkan kepada saya. “Pak Ibrahim, saya mengembalikan uang bantuan tempo hari”, kata SN. Saya kaget. “Dulu memberinya ikhlas”, kata saya. SN cepat menyambar. “Saya pun ikhlas pak, iStow sudah mulai berbuah pak”, katanya. Saya menggaruk kepala, “Ikhlas dibalas ikhlas rupanya pak Doktor”, kata saya. Sebulan yang lalu SN yang saat ini adalah dosen di ITS menceritakan, alhamdulillah pak, iStow sudah memperoleh sertifikat dari Biro Klasifikasi Indonesia (BKI,) dan saat ini sedang berproses untuk ClassNK (Jepang) dan IACS Class dunia lainnya. Hak Cipta iStow juga sudah terdaftar pada Kemenkumham. Piranti lunak iStow adalah buatan Indonesia pertama, sekaligus yang pertama pula mendapatkan sertifikasi Klas.
Dunia sdh mengharuskan pemakaian metoda loading kapal seperti itu dan SN bangga karena Indonesia telah menggunakan ciptaan putera bangsanya sendiri. Selamat Dr. Setyo Nugroho.
Saya duduk merenung dalam, menerawang dengan mata yang basah. Allah Maha Besar, Tuhan punya caranya sendiri untuk berbuat. KEIKHLASAN ITU RUPANYA ADALAH SEBUAH ENERGI BESAR@. (www.ibrahimhasyim.id)