
SURABAYA (global-news.co.id) – Keberadaan KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Provinsi Jawa Timur mempunyai peran sangat penting di masyarakat. Terutama bila dikaitkan dengan penyebaran informasi yang akurat meski tidak secara langsung. Karena itu, lembaga ini perlu mendapat support dari semua pihak, khusus dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Hal itu dikatakan Ali Latifi, S.Sos., M.Si., Kasubbag Humas, Protokol dan Publikasi DPRD Jatim kepada Global News, Senin (6/12/2025).
Seperti diketahui, secara umum KPID mempunyai tugas, Pertama: menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia. Kedua, ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran. Ketiga: ikut membangun iklim persaingan yang sehat antara lembaga penyiaran dan industri terkait.
Dikatakan, media itu mempunyai peran penting, terutama dalam menyebarkan informasi. Misalkan kebijakan pemerintah hingga pada hal-hal baru yang berkaitan dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Misalnya informasi swasembada pangan dan swasembada energi yang menjadi program utama Presiden Prabowo Subianto.
Menyampaikan informasi yang layak dan benar itu harus dilakukan salah satunya oleh media yang kredibel. Dengan demikian, informasi yang sampai kepada masyarakat benar dan mudah dicerna oleh masyarakat.
Bertolak pada kenyataan ini, salah satu lembaga yang harus mendapat perhatian kita, yakni bagaimana KPID itu mempunyai peran yang benar-benar berarti bagi masyarakat. KPID harus pula bisa melakukan semacam pembinaan ke berbagai daerah atau ke berbagai lembaga. Terutama yang berkaitan dengan penyiaran. Lebih khusus lagi kepada media mainstream di mana KPID bisa maksimal membantu media tersebut agar operasional bisa sehat.
“Terkait dengan hal tersebut, keberadaan KPID Jatim perlu mendapat perhatian yang serius. Agar masyarakat benar-benar mendapat berita yang layak dan benar. Apalagi dengan maraknya pemberitaan di medsos (media sosial). Bagaimana sekarang berita hoax masih menghantui kita,” katanya
.
Lalu bagaimana jalan keluarnya? Tentang ini, dikatakan, paling penting dalam hal ini bagaimana KPID Jatim mengambil peran sesuai dengan tugas-tugas yang diembannya. “Semua ini memerlukan pendanaan. Berikan KPID dana operasional yang proporsional, sehingga lembaga ini dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang diamanahkan,”pungkasnya.
Kunjungan ke DPRD Jatim
Seperti diketahui, Senin (30/12/2024), KPID Jatim mengunjungi DPRD Jatim. Jajaran KPID Jatim prihatin maraknya media sosial yang membuat konten tanpa jelas sumber informasinya, sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi keberlangsungan media yang secara resmi memiliki izin dari Kemenkumham. Untuk itu, kehadiran KPID Provinsi Jawa Timur di gedung wakil rakyat di Jl. Indrapura Surabaya itu memberikan angin segar bagi awak media yang tergabung dalam Pokja Indrapura (DPRD Jatim, Red.).
Dalam sambutannya saat audiensi dengan DPRD Jatim, Ketua KPID Jatim Immanuel Yosua Tjiptosoewarno menuturkan bahwa menjelang masa akhir kepemimpinannya, pihaknya berharap mendapatkan dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jatim untuk ikut mendorong revisi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran agar segera dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Mengingat, UU Penyiaran yang berlaku saat ini sudah tidak mampu mengakomodir tantangan yang ada, sehingga lembaga penyiaran kondisinya sangat memprihatinkan akibat kurangnya rasa keadilan terhadap keberadaan KPID sebagai pusat informasi.
“Kami ingin mendorong DPRD Jatim bersama sama stakeholder terkait dan masyarakat untuk menyuarakan kebutuhan melakukan revisi UU Penyiaran. Terutama dalam konteks mengatur dan memberikan rasa keadilan pada semua media apa pun platformnya,” ujar Afif Amrullah, komisioner KPID Jatim saat bersosialisasi ke sekretariat DPRD Jatim dengan sejumlah awak media.
Mantan ketua KPID Jatim periode sebelumnya itu menjelaskan bahwa bentuk ketidakadilan itu sangat mencolok. Menurutnya media (lembaga penyiaran) mainstream dikenakan aturan yang sangat ketat, mulai harus berizin, kemudian diawasi dengan ketentuan yang sangat detail hingga diwajibkan membayar pajak. Sebaliknya, media non mainstream yang multi platform tidak harus izin, isinya (konten) bebas tanpa kode etik dan sanksi, dan tidak ada pemasukan bagi negara padahal keuntungan mereka sangat besar.
“Dengan adanya revisi UU Penyiaran yang baru nanti, kita berharap ada keadilan dari perlakuan negara kepada semua media apapun platformnya, sehingga bisa diatur sedemikian rupa dan orientasi utamanya adalah bagaimana bisa memberikan manfaat dan menghindarkan masyarakat dari hal-hal yang negatif yang muncul dari media non mainstream,” tegas Afif.
Pernyataan senada juga diucapkan oleh Yosua, bahwa revisi UU Penyiaran di Indonesia khususnya menyangkut pasal tentang perlunya investigasi ditolak secara misterius, diduga ada kepentingan elite global yang ikut bermain dan sengaja ingin menjadikan Indonesia tak berdaya melawan atau sekedar membentengi proxy war yang bisa membahayakan kepentingan bangsa dan negara ke depan.
Oleh karena itu, opsi yang bisa dilakukan KPI maupun Kominfo yaitu membiarkan silang sengkarut penyiaran yang ada di Indonesia karena secara aturan mereka tidak berdaya tanpa adanya revisi UU Penyiaran.
“Pemerintah daerah maupun provinsi sebenarnya bisa membentengi dengan mewacanakan perlunya membikin Raperda tentang Perlindungan terhadap anak dan remaja terhadap pengaruh buruk media penyiaran melalui Pasal adanya pembatasan usia tertentu,” ungkapnya.
Selain itu, lembaga negara juga perlu dibuatkan pedoman terkait penggunaan media sosial sehingga eksistensi lembaga penyiaran bisa dipertahankan. “Jika tidak maka eksistensi lembaga penyiaran tinggal menunggu waktu menjadi catatan sejarah,” tukasnya.
Ia juga berharap peran lembaga penyiaran akan banyak membantu mengawal informasi positif kepada masyarakat Jatim dengan media diseminasi kinerja DPRD Jatim melalui serangkaian kegiatan di Focus Group Discution (FGD).
Karena itu, Yosua mendorong informasi ke masyarakat berdasarkan daerah pemilihan (dapil). “Kita berharap bisa terakomodir kebutuhan akan informasi melalui media massa. Namun berita dari provinsi ke daerah ternyata sedikit,” ungkapnya.
Sementara itu, Eka, komisioner KPID Jatim lain, menyatakan, bahwa pihaknya beberapa waktu lalu sempat menggelar monev terhadap 350 lebih lembaga penyiaran di seluruh Jatim selama empat hari secara daring karena keterbatasan anggaran yang dimiliki KPID Jatim.
“Kami mendengarkan keluhan lembaga penyiaran di Jatim hampir sama yakni hidup segan mati tak mau, itulah kondisi yang mereka hadapi. KPID ingin terus mendampingi mereka bahkan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk menutupi keterbatasan anggaran guna peningkatan SDM lembaga penyiaran,” kata perempuan berjilbab ini.
Masukan Positif
Sekwan DPRD Jatim Ali Kuncoro menyambut positif masukan dari KPID Jatim, mengingat pemberitaan itu hal yang penting. “Sebab jika kita bekerja namun tidak diberitakan media tentu orang menjadi tidak tahu ada yang sudah kita kerjakan oleh para anggota DPRD Jatim dalam menjalankan fungsi pengawasan, budgeting (anggaran) maupun legislasi (membuat Perda) untuk kesejahteraan masyarakat Jatim,” tuturnya.
“Ide KPID Jatim yang menggagas desiminasi informasi yang dilakukan oleh anggota DPRD Jatim perlu kita tindaklanjuti,” jelasnya.
Pj Walikota Mojokerto tersebut menyebutkan, tantangan lembaga penyiaran (media) saat ini yang harus menjadi perhatian bersama adalah peran media sosial yang sangat mendominasi. Karena itu, mainset media ke depan harus bisa menjadi kebutuhan positif bagi masyarakat dan menghindari bias informasi dengan mengedepankan data yang akurat, valid, tepat, benar dan tentu menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.
“Sejauh ini berjalan cukup baik, dan menuju arah sempurna untuk selalu menemukan informasi yang positif dan bagaimana bisa membawa masyarakat Jatim semakin sejahtera,” katanya. (Erfandi Putra)